Saat sedang sendirian, lebih suka menikmati waktu untuk berimajinasi, melamun dan menyendiri.
Aku Tak Ingin Memaafkannya, tapi Ada Hati yang Ingin Bahagia
"Semenjak kejadian itu, aku tak percaya lagi dengan seorang teman. Memilih menyendiri dan hidup individualis jadi pilihan hingga beberapa bulan."
Dulu aku berpikir bahwa memaafkan seseorang itu perkara yang mudah dilakukan. Tinggal memberi maaf, lalu melupakan hal yang pernah terjadi di masa lalu. Tapi ternyata tidak semudah itu ketika teman terdekat yang kukira benar-benar orang baik, ternyata diam-diam ada niat tersembunyi.
Ya, itu kualami sekitar 3 tahun lalu, selepas menikah aku baru tahu ternyata ada seorang teman dekat ingin merebut pasanganku. Awalnya memang baik-baik saja, tak terlihat kalau sebenarnya rasa suka telah tumbuh di hatinya. Namun, ternyata diam-diam ia meminta restu dari calon mertuaku.
Bagiku saat itu memaafkan adalah bagian tersulit yang harus dijalani. Bagian tersulit hanya karena persoalan, jika saja dia bukan teman terdekat, pasti aku sudah langsung memaafkannya.
Entah kenapa jika seorang teman yang berkhianat itu rasanya jauh lebih menyakitkan, daripada dilakukan oleh orang yang sebelumnya tak dikenal.
Akibatnya semenjak hari itu, aku menginteropeksi diri sendiri, apa yang membuatku jadi dimanfaatkan. Aku semakin tak percaya dengan sebuah pertemanan, hingga akhirnya aku berpikir bahwa teman terbaik adalah diri sendiri.
Tak Memaafkan, Hati Diliputi Kegelisahan
Saat itu mungkin hampir satu tahun aku tak ingin memaafkan kesalahannya di masa lalu. Meskipun hingga kini ia tak tahu apa yang membuatnya tak termaafkan.
Untungnya setelah menikah, kami jarang berkomunikasi. Seolah saling tahu bahwa pertemanan harus terputus begitu saja.
Tak memaafkan mungkin bagi sebagian orang terdengar jahat, padahal saat itu aku juga sedang berdamai dengan segenap perasaan yang menyesakkan.
Kegelisahan terus tumbuh secara diam-diam mengingat masa lalu dengan teman yang membuatku selalu geram. Sesak di rongga dada menimbulkan beragam pertanyaan, kenapa ia berani ingin merebut calon dari pasangan temannya.
Terlebih lagi akibat tidak memaafkan juga berimbas kepada pikiran dan hati nurani untuk memilih tak memiliki teman saja.
Memaafkan Hanya Karena Hati Ingin Bahagia
Pada akhirnya aku ingin berdamai dengan perasaan yang masih terluka. Memilih memaafkan meskipun ada sisa yang masih membekas di rongga dada.
Karena aku tahu bahwa dengan memaafkan jadi alasanku untuk tetap bahagia menjalani hari-hari dengan lapang dada.
Jadi, sudahkah kamu memaafkan hari ini? ***