Ambae.exe
Ambae.exe Wiraswasta

Computer Application, Maintenance and Supplies

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Mudik ke Pelosok Desa, Muhlis Menjelma Jadi Ninja Hatori

28 Mei 2019   22:12 Diperbarui: 28 Mei 2019   22:26 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mudik ke Pelosok Desa, Muhlis Menjelma Jadi Ninja Hatori
Muhlis Majid dengan kendaraan roda dua Mudik menuju kampungnya. (dokpri)

Jeneponto. Musim mudik sebentar lagi tiba, bahkan di beberapa daerah sebagian masyarakat urban pada khususnya sudah beranjak dari kota perantauan mereka menuju kampung halaman.

Salah seorang warga Kabupaten Jeneponto di Provinsi Sulawesi Selatan bernama lengkap Muhlis Majid hingga awal pekan keempat Ramadhan 1440 H rupanya memilih  untuk masih melanjutkan aktifitasnya di kota berjuluk Butta Turatea itu.

Dikonfirmasi AMBAE pada Selasa malam (28/05/19), Muhlis menuturkan akan mudik 2 atau 3 hari ke depan. Besok kata dia malah akan berkunjung ke Kabupaten Bantaeng, sekitar 60 Kilometer dari tempat tinggalnya di pusat wilayah perkotaan Kabupaten Jeneponto.

Sebagai Penulis dia mendedikasikan diri untuk meliput dan mengulas sejumlah rutinitas selama Ramadhan termasuk budaya Mudik yang sedianya menyiapkan Bantaeng sebagai sasaran yang akan mewarnai artikel yang akan ditulisnya.

"Mungkin lusa baru bisa Mudik. Bagus ini momennya untuk ditulis disaat orang lain sudah Mudik", tuturnya.

Urusan Mudik kata Muhlis, berdasar pengalamannya dari tahun ke tahun, dia yang bekerja jauh dari kampung halamannya punya cerita tersendiri meski tidak seheboh kisah Pemudik di Pulau Jawa.

"Saya kalau mudik itu selalu naik motor karena langganan mabuk. Dengan akses ke kampung yang cukup ekstrim, kesehatan motor selalu saya perhatikan", jelasnya.

Jalan tanah di kampung halaman Muhlis Majid. (dokpri)
Jalan tanah di kampung halaman Muhlis Majid. (dokpri)

Motor kesayangannya ibarat isteri yang kerap dipelihara, dirawat dan disayangnya. Terlebih dengan statusnya sebagai seorang yang sudah berkeluarga dan jauh dari isteri dan anaknya, motorlah pengobat rindu yang bisa mendekatkan pertemuan fisik diantara mereka dalam berbagai kesempatan seperti halnya kala Mudik lusa.

Digambarkan kepada AMBAE kisah perjalanan Mudiknya di tahun sebelumnya. Dari Jeneponto menuju Dusun Pattallassang, Desa Tabbinjai, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, dalam keadaan normal dibutuhkan waktu sekitar 4 setengah jam untuk rute sejauh 158 Kilometer.

Tapi disaat Mudik, tentu kepadatan arus lalu lintas akan mengubah keadaan tersebut. Setidaknya kata dia butuh waktu paling cepat 6 jam. Dan karena kebiasaannya singgah di perjalanan waktu tempuh bisa mencapai 7 jam.

Kampung halamannya berada nun jauh di pelosok Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Tepat di sebelahnya merupakan Kecamatan Sinjai Barat, Kabupaten Sinjai.

Untuk menjaga kondisi motornya, Muhlis menyiapkan bekal untuk sang isteri bekerjanya itu terutama kunci-kunci dan peralatan darurat pemeliharaan kendaraan. Pasalnya saat memasuki wilayah desanya, kondisi jalan tidak semulus di kota dengan aspal hotmix.

Malah hampir seluruhnya masih berupa jalan tanah yang memaksa keterampilan berkendara ekstra bagi Muhlis dan pengendara lainnya. Berulang kali harus turun dari kendaraan karena kendaraan roda dua miliknya terhempas licinnya tanah kecokelatan akibat musim hujan dan embun yang senantiasa menerpa kawasan di dataran tinggi sekitar Gunung Bawakaraeng itu.

Bekal lain yang tak kalah pentingnya menurut Muhlis adalah air minum dan makanan pengganjal perut yang kira-kira efektif dibawa, tapi tidak menjadikan beban tas ransel terlalu berat saat dipasangkan di punggung.

Jembatan kecil hanya bisa dilewati sepeda motor. (dokpri)
Jembatan kecil hanya bisa dilewati sepeda motor. (dokpri)
Beda halnya selama perjalanan masih di sekitar wilayah kota. Sebut saja dari Jeneponto menuju wilayah perkotaan Kabupaten Takalar dan Kabupaten Gowa. masih bisa ditemui sejumlah pedagang di sepanjang jalan.


Begitu pun Pos Pelayanan yang didirikan pihak kepolisian dalam rangka Operasi Ketupat menjelang lebaran. Muhlis kerap memilih singgah di pos-pos sepertk ini.

"Mumpung masih dikota kenapa tidak singgah saja meregangkan kaki, tangan dan badan. Kalau sudah lewat ini, yang ada tinggal hutan, sungai, lembah dan gunung", ungkap Muhlis sembari tersenyum haru.

Beruntung katanya karena di Malino yang terkenal sebagai destinasi wisata masih bisa ditemui pos serupa di kota. Sekedar diketahui Malino masuk rute yang dilalui Muhlis dalam perjalanan bolak balik dari dan menuju desa tempat tinggalnya.

"Saya ini kalau Mudik tak ubahnya Ninja Hatori. Mendaki gunung lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudera, bersama Muhlis bertualang", ucapnya menyadur lirik lagu Original SoundTrack film kartun Ninja Hatori.

Satu hal yang menyenangkan menurutnya sekaligus pembeda mencolok antara kisah Mudiknya dengan Mudik bagi warga Pulau Jawa dan sebagainya, dia tidak memerlukan tiket ataupun pembayaran lain yang membutuhkan waktu panjang karena antrian yang begitu panjang pula.

Hanya bermodal roda dua yang dia sebut sepeda motor, ditambah tas ransel berisi peralatan dan kebutuhan di perjalanan. Lalu sedikit biaya di jalan, yang besar katanya justru uang lebaran alias THR mesti dibawa serta secara tunai karena di tempat asalnya belum tersedia fasilitas seperti ATM dan semacamnya.

"Teman-teman di Jawa mungkin lebih enjoy dan punya cerita menarik tiap tahun dia mudik. Tapi coba larut ke dalam ceritaku dan mencoba peruntungan Mudik ke kampungku, dijamin sangat menarik", kata Muhlis.

Muhlis Majid saat Mudik melewati jembatan di kampungnya dengan kendaraan roda dua. (dokpri)
Muhlis Majid saat Mudik melewati jembatan di kampungnya dengan kendaraan roda dua. (dokpri)
Banyak kisah bisa diceritakan pasca Mudik itu. Dan sebagai Penulis, baginya sangat pas dijadikan bahan tulisan, bahkan mengajak Penulis lain untuk menggali potensi menulisnya lewat perjalanan yang dilaluinya.


"Diakhir perjalanan panjangku selalu ada kebahagiaan dan kepuasaan yang mengobatiku. Dari jauh isteriku dan anakku sudah pasti menunggu, menatap Saya dari beranda rumahku", jelasnya.

Bahkan harus menitikkan air mata saat anaknya yang masih kecil berteriak begitu kencang memanggil namanya. Isterinya pun ikut menyambut di depan rumah tatkala dia semakin dekat.

Kisah nyata mengharukan si Muhlis ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi Pemerintah. Betapa tidak, fasilitas umum seperti jalan di desanya sangat memprihatinkan.

Kendaraan roda empat adalah pilihan terakhir baginya karena tidak akan bisa mencapai kampung halamannya apalagi rumahnya. Makanya dipilihlah motor untuk bisa melalui jalan licin serta jembatan gantung yang lebarnya hanya sekitar 1 meter saja.

Muhlis mengakhiri pernyataannya dengan "Berbahagialah Anda yang punya kota, hidup di kota dan mengenyam kemegahan kota dengan segala fasilitasnya yang serba wah. Selamat bermudik ria dan selamat merayakan hari Raya Idul Fitri 1440 H, dari Saya penghuni pelosok desa". (AMBAE)

salam #AMBAE

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun