Mengurangi Volume Sampah dengan Mencegah atau Menekan Tindakan "Mubazir"
oleh Amidi
Seiring dengan pertambahan jumlah manusia disuatu tempat, maka seiring dengan itu terjadi pertambahan sampah yang dihasilkan dari aktivitas manusia dalam hidup dan kehidupan ini. Seperti di negeri ini, ternyata volume sampah yang dihasilkan dari tahun ke tahun terus bertambah.
Berdasarkan data kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2020 saja, Indonesia menghasilkan sampah 67,8 juta ton. Artinya terdapat 185.753 ton sampah per harinya yang dihasilkan dari masyarakat Indonesia. Setiap orang di Indonesia aktif menyumbang sampah sebanyak 0,68 kg setiap harinya.
Bila dirunut sampah yang dihasilkan tersebut, ada beberapa jenis, dan ternyata sampah makanan merupakan komposisi sampah yang paling banyak ditemukan, yakni sebanyak 30,8 persen.
Selanjutnya diikuti sampah plastik sebesar 18,5 persen, sampah kayu, ranting dan daun sebanyak 12 persen, sampah kertas/karton 11,2 persen, sampah kain sebanyak 4,9 persen, sampah logam sebanyak 3,56 persen, sampah karet/kulit sebanyak 3,5 persen, sampah kaca sebanyak 2,8 persen dan jenis sampah lainnya sebanyak 12,8 persen (Pikiran Rakyat.com, 10 April 2021)
Kemudian, berdasarkan laporan terbaru Economist Intelligence Unit (EIU) menunjukkan setiap orang di Indonesia setiap tahunnya menghasilkan sekitar 300 kg sampah makanan. Jumlah tersebut menempatkan Indoenesia sebagai negara kedua di dunia yang meghasilkan sampah makanan terbesar setelah Arab Saudi.
Bila ditelisik dari perkembangan sampah yang ada, terutama sampah makanan, saat ini diperkirakan sampah makanan di negeri ini bertambah relatif banyak.
Seiring dengan pertambahan unit bisnis makanan/minuman atau kuliner yang ada, diperkirakan jumlah sampah makanan tersebut sudah mencapai 40-50 persen.
Tindakan Mubazir Penyumbang Sampah Makanan
Berdasarkan realitas di lapangan, adanya dan atau terus bertambahnya sampah makanan tersebut, karena didorong oleh tindakan kita yang "mubazir" atau penyediaan makanan/minuman yang berlebihan atau pada saat akan menyantap makanan/minuman tidak mempertimbangkan kapasitas yang akan dimakan/diminum, sehingga terjadi kelebihan alias "mubazir".
Tindakan kita yang "mubazir" tersebut pada hari-hari biasa akan berbeda dengan pada saat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan ini. Pada bulan Ramadan ini, intensitas ke-mubazir-an yang kita lakukan lebih tinggi/besar dibandingkan dengan intensitas ke-mubazir-an yang kita lakukan pada hari-hari biasa (diluar Ramadan).
Bila disimak, hal tersebut, dikarenakan oleh sikap kita yang lebih mengedepankan "hawa nafsu", ketimbang dalam rangka memenuhi kebutuhan "nutrisi". Sehingga, tak ayal lagi, akan terjadi ke-mubazir-an tersebut, makanan/minuman yang kita santap/makan tersebut senantiasa berlebihan atau "bersisa" yang berpotensi menciptakan sampah makanan tersebut.