Amidi
Amidi Dosen

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Tidak Semua Pedagang Merasa Bahagia dengan Membludaknya Pasar!

9 April 2024   08:38 Diperbarui: 14 April 2024   15:02 1423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tidak Semua Pedagang Merasa Bahagia dengan Membludaknya Pasar!
ilustrasi: Pasar yang ramai. (Sumber: ANTARA FOTO/ASPRILLA DWI ADHA via kompas.com) 

Pelaku bisnis dan atau Pedagang hari ini (9/4/2024) masih mengharapkan kunjungan para konsumen yang akan berbelanja kebutuhan hari raya idul fitri atau lebaran, baik yang akan berbelanja pangan maupun kebutuhan pokok lainnya.

Berdasarkan pantauan di pasar dan informasi yang ada, ternyata tidak semua pelaku bisnis dan atau pedagang merasa bahagia dengan membludaknya konsumen yang berkunjung ke pasar, karena tidak sedikit pedagang mengeluhkan sepi pembeli, bahkan lebih dari itu mereka "menggerutu", kalau begini  tidak "balik" modal. Mengapa?

Ramai tapi Sepi.

Berdasarkan pauntauan dilapangan mulai memasuki minggu pertama bulan Ramadhan, konsumen mulai berbobdong-bondong memadati pasar, sehingga  jalan menuju pasar dan jalan raya pun macet karena kendaraan memadati jalan-jalan tersebut.

Pemandangan kendaraan merayap di jalan dan padatnya pasar dapat kita saksikan mulai minggu ke dua memasuki bulan Ramadhan sampai dengan  hari senin kemarin (8/3/2024).

Bila ditelusuri, ternyata konsumen yang memadati pasar  tersebut, lebih dominan berbelanja  bahan pangan ketimbang kebutuhan pokok lainnya, seperti pakaian. 

Jadi tidak heran kalau ada pedagang pakaian mengeluhkan sepi pembeli. Seperti yang dikeluhkan oleh pedagang di pasar Patisah. Penjualan para pedagang  baju di Pajak Petisah (pasar Petisah) di Medan menurun drastis. 

Mereka mengelu sepi pembeli tersebut menyebabkan mereka tidak bisa mengembalikan modal yang sudah dikeluarkannya, sampai ada salah satu pedagang "meluapkan rasa emosinya" atau bereaksi (berbagi) pada saat akan menutup toko.

Pedagang tersebut memeberikan satu unit mukenah kepada seoranag ibu tua  yang sedang lewat, ia  menangis terharu, karena diberikan mukenah gratis. Eh tak lama kemudian ada konsumen yang datang akan memborong mukenah pedagang tersebut, suau berkah! (Tribun Jatim.com,  7 april 2024).

Kemudian di Palembang pun demikian, memang ada konsumen yang mendatangi penjual pakaian dan mendatangi Mal atau ritel modern yang juga menjual pakaian, namun memang terlihat tidak seramai seperti tahun-tahun lalu sebelum negeri ini dilanda pandemi.

Faktor Penyebab.

Bila dicermati, banyak faktor yang menyebabkan konsumen dominan memburu bahan  pangan ketimbang kebutuhan pokok lain, seperti pakaian tersebut.

Dampak pandemi beberapa tahun yang lalu, ternyata masih dirasakan sebagaian masyarakat negeri ini, mereka pada saat pandemi usahanya/bisnisnya colaps, kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan beberapa penyebab lain sehingga pendapatan mereka turun bahkan tidak mempunyai pendapatan lagi, bergantung kepada pihak lain.

Belum lagi bagi mereka yang masih bisa bertahan mengahadapi badai pandemi tersebut, yang juga merasakan pendapatan mereka turun, karena terus meningkatnya/naiknya harga-harga barang dan jasa.

Kenaikan harga-harga barang dan jasa tersebut lebih terasa lagi sebulan sebelum memasuki bulan Ramadhan ini, dengan adanya kenaikan harga-harga tersebut sehingga secara riil pendapatan mereka turun.

Memang bagi mereka yang memperoleh Tujangan Hari Raya (THR), idealnya dapat berbelanja ini dan itu.

Namun perlu diingat bahwa THR yang mereka peroleh tersebut tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri, tetapi mereka juga akan membagi THR tersebut kepada tanggungannya (rata-rata minimal dua sampai tiga orang) dan keluarganya yang lain. 

Sehingga THR yang diperoleh pun terkadang tidak banyak dampaknya terhadap peningkatan daya beli. Apalagi THR yang merek terima tidak sesuai dengan ketentuan yang digariskan oleh pemerintah atau yang sudah berlaku selama ini, tidak jarang THR yang mereka terima THR ala kadarnya atau hanya berupa bingkisan semata (lihat Amidi dalam Kompasiana.com,  22 Maret 2024).

Dengan demikian, wajar saja kalau membludaknya kunjungan konsumen ke pasar-pasar tidak memberi kebahagiaan kepada mayoritas pedagang yang ada, karena sebagian besar barang dagangannya tidak laku alias tidak dibeli pengunjung, mereka hanya memborong bahan pangan.

Kalau ada yang membeli barang kebutuhan pokok, seperti pakaian tersebut, tidak sebanyak seperti yang dialami pedagang pada masa beberapa tahun lalu, pada saat kondisi perekonomian negeri ini masih berada dalam kondisi mormal, tidak dihantam pandemi dan tidak digerus oleh inflasi tinggi.

Wajar kalau para pedagang mengeluh sepi pembeli, menggerutu sulit mengembalikan modal, mengantongi kekecewaan belaka. 

Harapan mereka konsumen/pembeli yang membludak memadati  pasar, akan memburu barang dagangan mereka, ternyata tidak terjadi, yang ada mereka "tertegun" menanti konsumen berkunjung atau mampir ke toko/lapak yang mereka sediakan.

Jalan Keluar.

Sebetulnya para pedagang sudah bisa berkaca pada kondisi tahun lalu. Tahun lalu pun sudah demikian adanya,  ditambah kecendrungan kenaikan harga barang dan jasa yang melambung tinggi bebera bulan terakhir ini, maka setidaknya kondisi tahun lalu sudah dapat dijadikan patokan untuk tahun ini.

Artinya, kalau pun mereka berharap kepada konsumen yang berkunjung untuk bisa mampir atau membeli barang dagangan mereka, jangan berharap terlalu banyak. 

Usahakan langkah antisipasi, apakah stok barang yang mereka jual harus sedikan jangan terlalu banyak, agar modal tidak terkuras.

Kemudian, bisa juga dengan mensiasati ragam barang yang akan dijual, misalnya kalau mereka selama ini hanya berdagang pakaian, mungkin perlu dilengkapi pula dengan barang bahan pangan (kue-kue atau buah-buah siap saji), agar saling menutupi. Atau menyesuaikan dengan kondisi yang ada.

Bagi pedagang yang selama ini menyewa tempat berdagang yang permanen dan relatif mahal, mungkin perlu menyesuaikan tempat berdagang yang sewa nya tidak terlalu mahal, namun masih  dekat dengan pusat keramaian atau masih dalam kawasan pasar tersebut.

Terkahir yang tidak kalah pentingnya adalah peran pihak berwenang dan atau pemerintah dalam mempertahankan pedagang atau UMKM ini agar tetap eksis, misalnya dengan jalan memberi keringanan sewa, memberi bantuan berupa insentif pendanaan murah dan bantuan lainnya. Agar tahun depan tidak ada lagi keluhan ini. Semoga!

Oleh Amidi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun