Anis Contess
Anis Contess Guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Ramadan, dalam Penantian Pulang

4 Juni 2019   07:40 Diperbarui: 4 Juni 2019   07:41 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramadan, dalam Penantian Pulang
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Belum genap empat bulan sepuluh hari kujalani hidup tanpa belahan hati,  ada banyak sayatan tergores mememilukan di separuh nyawa  yang tak lagi utuh ini. Kubangan duka, nestapa kehilangan cinta, memayungi jiwa raga ini.

Tidak oleh siapa- siapa, tidak menuduh seseorang telah melakukan penyayatan pada kedalaman wadag yang melekat di kandung badan. Aku hanya tergores luka oleh potongan peristiwa masa lalu sampai menjelang suamiku berpulang ke rumah abadi. Dengan larangan jasad hidup ini ikut mendampingi.

Dia yang begitu menyayangi, yang takkan biarkanku pergi sendiri, menjaga dari onak dan duri, pun tak lelah mengingatkanl untuk selalu menghadapMu ketika panggilan diserukan. Dia yang untuknya kurela persembahkan nyawa ini. Karena keyakinan cintanya padaku melebihi cinta pada dirinya sendiri.

Sepotong tanya kepada Tuhan selalu merongrong batin dalam usaha kekhusyukan. "Apakah Kau sedang cemburu ? Apakah aku terlalu mencintainya?  Sehingga Kau mengambilnya dariku? "

Aku tahu Kau tak mau disaingi siapa siapa, Kau selalu menuntut agar satu - satunya "cinta" hanyalah untukMu saja, tak rela didua. Baiklah bila itu salahku, kurelakan kekasihku menemuiMu, karena dia memang milikMu.

Namun sepenuh pinta kumohonkan , ampuni rasa cinta ini pada salah satu hambaMu, ampuni seluruh salahku agar tak ada halangan pintaku Kau kabulkan.
Sungguh kumohonkan, ampuni seluruh dosa suamiku semasa hidupnya, nikmatkan dia di kuburnya, senikmat surga yang Kau janjikan untuk orang - orang pilihan yang kau ceritakan di dalam ayat - ayat Mu. Pertemukan dia dengan kecintaannya semasa hidupnya, dengan seseorang yang selalu dia sebutkan namanya sepenuh jiwa, saat senggang maupun  dalam kesibukan. Akhmad, Muhammad.

Hampir sebulan penuh aku mengusahakan ketaatan ini padaMu. Dengan lapar, dahaga dan menahan seluruh syahwat keduniaan. Jiwaku merunduk menahan gulungan sedih tak terkira agar tak kasat mata, mulutku berusaha kukunci agar tak keluar kata-kata menyiksa diri. Namun amukan rindu ini meluap tak mampu kutahankan. Hanya karena laranganMu saat iddah, saat penantian ini, tak kulangkahkan kaki menemui kekasihku  di alam abadi.  UntukMu, Ramadhan ini kulalui dalam penantian sepenuh ketaatan. Berharap saat usai penantian, saat selesai iddahku ada takdir mendatangi suamiku di peristirahatan, dengan seikat kembang basah, yang kan menjaganya untuk tak dapat siksaan.

Ramadhan tahun lalu, suamiku rela berpeluh mengantarku memberikan bingkisan, membagikan amplop berisi uang amanah para donatur. Kepada para dhuafa, kepada para janda tua, kepada para bunda yang memiliki yatim di rumahnya. 

Terlihat bahagia di raut mukanya ketika amanah itu telah sampai di tangan yang berhak menerima. Ada sedih menggetarkan kepiluan ketika dia menceritakan penderitaan hidup yang harus dijalani penerima amplop atau bingkisan.

"Melihat mereka, kita harus bersyukur, atas hidup yang kita punya." Begitu dia katakan padaku waktu itu.

Tak kusangka nasib merekapun akan kujalani, ada nestapa terserak di kalbu, ketika anakku yang masih 13 tahun di pesantren berkata.
"Bulan ini umik tidak kirim uang tak apa, saya baru dapat uang santunan anak yatim ."

Ya Allah, tak hendak aku meratapi nasibku, aku hanya menangis saja untuk yang kualami dalam iddahku, saat masa tunggu ini. Siapa sangka aku akan menjadi ibu dari yatim yang berhak menerima santunan. Padahal dahulu aku adalah pemberi santunan bukan penerima bantuan.

 TakdirMu, tulisanMu, akan kujalani dengan sepenuh hati. Sebisa usaha menaati seluruh perintahMu, agar kelak aku bisa mendampingi suamiku dalam keadaan sebaik baik hamba, yang berakhir dengan kebaikan. Ya Allah jangan ambil nyawaku bila sedang tak mengingatMu, itu satu pintaku agar ringan langkahku menemui suamiku.

Kini hidupku hanya untuk menjaga dua buah hati petilasan suami. Pada mereka kugantungkan harapan agar mereka bisa memberi mahkota untuk keberhasilan, untukku, untuk suamiku, kelak di surgaMu nanti. Dengan bacaan kalamMu, dengan menghafal firmanMu. Kubiarkan mereka jauh dariku demi menuntut ilmu, meski hati ini selalu dipenuhi rindu.

Hidup ini, siapakah yang tahu. Hari ini kita memberi, besok jadi penerima.Tahun kemarin aku bisa menyantuni, kini anakku disantuni. Apakah aku bisa unjuk rasa atas kejadian memilukan yang harus kualami? Tak ada, hanya pasrah menjalani suratannya. Sembari menyusun rencana untuk keindahan pertemuan dengannya yang telah dahulu berpulang. 

Tuhan, akupun akan pulang ke kampung abadi, tempat yang telah dihuni suamiku. Dengan bekal cukup untuk kupersembahkan padamu yang sayangnya selalu kurang ketika aku menghitungnya. Maka tuntunlah langkah ini dalam genggaman rakhmatmu, agar aku bisa pulang menemuinya, menemuiMu dalam keadaan mudah dan indah. Agar bisa menikmati kampung itu, bersamanya dalam cinta yang tak terpisahkan lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun