Alumnus PP Darussalam Ciamis dan Sejarah UPI. Bergiat di Kolektif Riset Sejarah Indonesia. asepdudinov@gmail.com
Antropologi Ramadan di Priangan
Ramadan bukan bulan biasa. Ia merupakan bulan istimewa secara syariat. Didalamnya ada sejumlah ritus religiusitas seperti puasa dan ibadah-ibadah pendukung lainnya. Pahalanya tak tanggung-tanggung, tak terhingga.
Dalam sebuah hadits qudsi Allah Swt berfirman yang artinya bahwa "Berpuasa itu untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya". Secara kultural, Ramadan itu unik dan masing-masing daerah mempunyai tradisi sebelum, ketika, dan pasca Ramadan.
Muaranya adalah kegembiraan pada saat lebaran tiba nanti. Salah satu tatar yang memiliki kultur perayaan di Ramadan adalah tanah Parahyangan, yang secara geografis terletak di Jawa Barat, dengan mayoritas penduduk dari Suku Sunda. Di bawah ini adalah beberapa diantaranya.
1. Nyekar
Dua atau sehari sebelum Ramadan, pemakaman umum menjadi penuh. Saya melintas di sebuah pemakaman umum di daerah Subang, yang kebetulan dekat rumah. Motor berjejer. Beberapa mobil terparkir agak sembarang. Dari plat nomornya, ada juga yang berasal dari wilayah yang agak jauh seperti Jakarta dan Bandung. Nampak juru parkir sedang bertugas.
Di depan pintu gerbang pemakaman, penjual bunga terlihat sibukku lagi marema. Ya, nyekar adalah ritus awal menjelang Ramadan dagang di Priangan. Anggota keluarga yang masih hidup mengharuskan datang ke makam orang tua dan keluarga yang sudah wafat.
Menaburkan bunga. Memanjatkan doa seraya anggota keluarga yang sudah tiada diampuni dan dirahmati oleh Allah Swt. Juga sebagai penanda atau "lapor" bahwa keluarga yang masih hidup baik-baik saja dan mesti terlihat baik-baik. Sebagian orang mungkin meyakini bahwa mereka yang sudah meninggal memonitor yang masih hidup.
Menurut Andre Moller dalam Ramadan di Jawa: Pandangan dari Luar bahwa bagaimanapun juga, pergi nyekar sebelum Ramadan berdasarkan keinginan orang Islam untuk memasuki bulan penuh berkah ini dalam keadaan bersih dan suci, dan juga (tentunya) untuk meringankan beban-beban anggota-anggota keluarga yang telah wafat dengan doa.
2. Munggahan
Inilah tradisi orang Sunda saat bulan puasa hendak mengetuk. Munggahan alias kumpul-kumpul sambil makan-makan. Biasanya satu lingkaran pertemanan. Satu server dan kesamaan chemistry sehingga munggahan bisa guyub dan akrab. Walaupun begitu, bisa saja munggahan dilakukan karena satu komunitas pekerjaan, satu grup sepeda atau mancing, grup WA, alumni sekolah dari semua tingkatan.
Munggahan boleh saja dilakukan di rumah salah-satu anggota, namun tak jarang karena alasan kepraktisan dilaksanakan di sebuah rumah makan yang telah disepakati. Tentunya dengan membayar sejumlah uang, karena hidup adalah udunan. Sebelum masuk ke acara utama yakni makan-makan, ngobrol-ngobrol ringan dahulu yang kemudian diakhiri mushafahah. Semacam maaf-maafan sebelum Ramadan agar menghadapi bulan suci bersih dari dosa kepada sesama manusia.