Aulia
Aulia Dosen

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Kisah Si Ajo dan Beruk Terlatih, Ceramah Malam Ketiga di Masjid At-Taqwa

16 Maret 2024   23:41 Diperbarui: 17 Maret 2024   00:15 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Si Ajo dan Beruk Terlatih, Ceramah Malam Ketiga di Masjid At-Taqwa
Dokumen pribadiĀ 

Pengantar

Pada malam Ramadhan yang ketiga, Masjid At-Taqwa kembali menghidupkan suasana bulan suci dengan serangkaian kegiatan ibadah. Malam itu diawali dengan sholat Isya berjamaah.

Setelah itu, dilanjutkan dengan ceramah yang membahas topik yang menarik dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Ceramah malam itu mengangkat tema tentang pentingnya komunikasi yang setara antara audien dan penceramah. Ditekankan bahwa dialog dua arah yang sehat dan konstruktif dapat memperkaya pengalaman keagamaan, serta memperkuat tali silaturahmi antar umat.

Meskipun jumlah jamaah masjid At-Taqwa hanya sekitar dua saf lelaki dan dua saf perempuan, namun antusiasme dan kehangatan yang tercipta di antara mereka.

Kegiatan berikutnya dilanjutkan dengan sholat Tarawih yang berjumlah 4+4 raka'at. Sholat Witir 3 raka'at menyusul kemudian menutup rangkaian ibadah malam itu.

Ajo dan Beruk Terlatih

Melalui ceramah yang inspiratif dan ibadah yang khusyuk, Masjid At-Taqwa berhasil menciptakan momen Ramadhan yang tidak hanya berfokus pada ritual, tetapi juga pada pembangunan karakter dan komunitas yang lebih erat.

Diilustrasikan bahwa Pariaman, seorang tukang beruk bernama Ajo menjalani hari-harinya dengan penuh semangat. Ajo, yang dikenal karena keahliannya memanjat pohon kelapa bersama beruk terlatih, telah menjadi sosok yang tidak asing lagi di tengah masyarakat setempat.

Setiap hari, ia menawarkan jasa memetik kelapa dengan beruk terlatih, sebuah kebutuhan penting bagi warga yang tinggal di daerah yang dipenuhi pohon kelapa.

Namun, ada keunikan yang menarik tentang Ajo. Meskipun namanya dikenal luas, ia lebih merespons ketika dipanggil dengan sebutan 'beruk' daripada namanya sendiri.

Ini bukan karena kurangnya rasa hormat atau pengakuan, tetapi lebih karena Ajo sangat mengidentifikasikan dirinya dengan pekerjaannya.

Baginya, panggilan 'beruk' bukan hanya sebutan, melainkan pengakuan atas dedikasi dan kecintaannya terhadap profesinya.

Kebiasaan unik ini memberikan ilustrasi yang jelas tentang bagaimana pilihan bahasa dan kebiasaan komunikasi dapat mempengaruhi tindakan dan reaksi seseorang.

Dalam kasus Ajo, panggilan yang lebih spesifik dan terkait langsung dengan pekerjaannya memiliki resonansi yang lebih kuat daripada nama pribadinya.

Ini menunjukkan bahwa kata-kata yang kita gunakan dan cara kita berkomunikasi dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap bagaimana pesan kita diterima dan direspon oleh orang lain.

Dalam konteks yang lebih luas, fenomena ini bisa dilihat dalam berbagai situasi sosial dan profesional. Misalnya, seorang guru yang dikenal oleh murid-muridnya dengan sebutan 'Pak Guru' mungkin merasa lebih dihormati dan diakui dalam perannya sebagai pendidik. Sebaliknya, seseorang yang sering dipanggil dengan julukan atau sebutan yang tidak diinginkan mungkin merasa kurang dihargai atau bahkan diabaikan.

Si Mas dan Beruk Terlatih

Di tengah hiruk-pikuk kampung yang rindang, Ajo memiliki tetangga yang berasal dari Jawa. Tetangga ini, seorang pria yang cerdik dan penuh perhitungan, sering mengamati Ajo bekerja dengan beruknya. Dia terpesona melihat betapa mudahnya Ajo menghasilkan uang, dan dia mulai memimpikan kemungkinan yang sama untuk dirinya sendiri. Setiap hari, dia menghitung pohon kelapa yang berbaris di kampungnya dan di kampung sebelah, membayangkan kekayaan yang bisa diperoleh dari pohon-pohon tersebut.

Dengan hati yang dipenuhi harapan dan pikiran yang dipenuhi perhitungan, si Mas memutuskan untuk mengambil langkah berani. Dia mendekati Ajo berkali-kali dengan sebuah tawaran: membeli beruk yang terlatih itu dengan harga yang tidak bisa ditolak.

Si Mas tersenyum lebar, membayangkan berapa banyak kelapa yang bisa dipetik dan berapa banyak uang yang bisa dihasilkan dari penjualan buah-buahan itu.

Ajo, yang pada awalnya ragu, akhirnya luluh juga. Beruknya, yang telah menjadi rekan kerjanya yang setia, dijual dengan harga yang tinggi, jauh melampaui harga beruk pemanjat kelapa lainnya.

Dalam hati kecilnya, Ajo merasa sedikit berat melepas beruk yang telah bersamanya dalam suka dan duka. Namun, dia juga yakin bahwa dia bisa melatih beruk lain untuk menjadi pemetik kelapa yang handal.

Si Mas dengan beruk baru di tangannya, merasa sangat bahagia. Dia tidak sabar untuk memulai petualangan barunya, mengharapkan bahwa beruk tersebut akan membawa keberuntungan dan kemakmuran bagi dirinya.

Dia berjalan pulang dengan langkah gembira, membayangkan hari-hari mendatang yang akan dipenuhi dengan suara gemerisik daun kelapa dan gemerincing uang.

Si Mas Salah Kata Perintah

Pagi itu, Si Mas bangun dengan semangat yang membara, siap memulai hari bersama beruk terlatih barunya. Dengan penuh antusiasme, ia memerintahkan beruk untuk memanjat pohon kelapa dan memulai tugasnya.

Ajo, yang sebelumnya adalah pemilik beruk, biasa memberikan instruksi dalam bahasa Minangkabau yang khas di Pariaman.

Perintah "keniin" akan membuat beruk dengan cekatan memetik kelapa tua yang siap panen dan berwarna gelap. Sementara "keyen" akan mengarahkan beruk untuk mengambil kelapa yang kurang tua namun sudah layak panen.

Namun, Si Mas menghadapi kendala bahasa. Ketika tiba saatnya untuk memberikan perintah, ia bingung dan akhirnya menggunakan bahasa Jawa, mengatakan "nangkene" untuk kelapa tua yang siap panen dan "nangkono" untuk kelapa yang kurang tua namun boleh dipanen.

Beruk, yang terbiasa dengan perintah dalam bahasa Minangkabau, menjadi bingung dengan instruksi baru ini dan akhirnya memetik putik kelapa dan kelapa muda yang belum matang.

Pemilik kelapa, yang menyaksikan kejadian itu, terkejut dan tidak percaya. Si Mas Jawa pun merasa terkejut dan kecewa dengan hasil yang tidak sesuai harapan.

Si Mas Terpaksa Menjual Beruk

Dalam kisah yang berkelok-kelok ini, Si Mas akhirnya menyadari bahwa ia telah melupakan beberapa detail penting sebelum membeli beruk terlatih dari Ajo.

Kesalahan-kesalahan kecil yang terakumulasi berujung pada kemarahan pemilik kelapa, yang merasa dirugikan oleh tindakan beruk yang tidak sesuai.

Si Mas, dengan berat hati, harus memberikan ganti rugi untuk kerusakan yang tidak disengaja ini. Kejadian serupa terulang beberapa kali, mengikis keuntungan yang sebelumnya dibayangkan oleh Si Mas Jawa. Jangankan keuntungan yang didapat malah modal yang berkurang.

Dengan harapan yang mulai memudar, Si Mas mencoba menghubungi Ajo untuk mencari solusi.

Namun, nasib berkata lain; Ajo sedang tidak dapat dihubungi karena sedang bertugas di luar kota, mencari beruk baru dan mengunjungi anaknya.

Dalam kebingungan dan keputusasaan, Si Mas bertemu dengan seorang dari Payakumbuh yang sedang mencari beruk terlatih.

Orang tersebut telah mendengar tentang kehebatan beruk Ajo dan tertarik untuk memilikinya.

Tak disangka, pertemuan ini membuka jalan keluar bagi Si Mas Jawa. Dengan perasaan campur aduk, ia menjual beruk tersebut dengan harga normal, berusaha menghentikan kerugian yang semakin bertambah.

Meskipun hatinya berat, Si Mas Jawa mengambil keputusan ini sebagai langkah terbaik dalam situasi yang sulit.

Beruk Terlatih dibeli orang Payakumbuh

Di Payakumbuh, si Abai menyambut kehadiran beruk terlatih dengan sukacita. Dengan hati suka, ia membawa beruk tersebut ke rumahnya, berharap akan memulai lembaran baru.

Si Abai, yang telah mendengar tentang kebiasaan Ajo memandikan beruk, memutuskan untuk melakukan hal yang sama. Dengan penuh semangat, ia menyabuni beruk itu, bahkan memberikan sampo untuk memastikan kebersihannya.

Setelah proses pembersihan, si Abai memberikan perintah "mambonom... mambonom..." kepada beruk terlatih untuk membilas diri. Beruk itu, dengan patuh, menyelam ke dalam air.

Waktu terus berjalan, dan si Abai mulai merasa bingung, mengapa beruk itu bisa bertahan menyelam begitu lama. Dalam kekaguman yang bercampur keheranan, tiba-tiba beruk itu muncul ke permukaan dengan perut yang kembung dan tak bernyawa.

Ternyata, dalam rutinitas mandi yang biasa dilakukan Ajo, setelah disabuni dan digosok, beruk itu hanya disuruh "mancilam" yang berarti menyelam sebentar untuk membersihkan sabun.

Namun, "mambonom" yang diucapkan si Abai memiliki arti menyelam lama. Karena kesetiaan dan kepatuhan, beruk itu menyelam selama mungkin hingga akhirnya kehabisan nafas.

Akhir cerita

Setelah mengakhiri ceritanya yang penuh hikmah dan humor, si penceramah melihat banyak jama'ah yang tersenyum, tanda mereka menikmati dan mengambil pelajaran dari kisah yang baru saja dibagikan.

Dalam suasana yang hangat dan penuh keakraban, si penceramah bertanya dengan nada bersahaja, "Sekarang saya harus menggunakan bahasa apa yang sebaiknya malam ini?"

Pertanyaan itu disambut dengan gelak tawa dari jama'ah. Seorang jama'ah dengan cekatan menyeletuk, "Pakai bahasa beruk saja, Ustaz!" Jawaban spontan itu memicu tawa yang lebih lebar lagi di antara jama'ah, menambah keceriaan di malam Ramadhan yang berkah.

Pelajaran dari cerita Penceramah

Cerita yang telah kita bagi malam ini mengandung pesan yang mendalam dan berlapis. Pertama, ia mengingatkan kita tentang pentingnya memahami latar belakang dan konteks lawan bicara kita, atau dalam konteks cerita ini, jama'ah. Setiap interaksi membutuhkan pemahaman yang baik tentang kebiasaan, bahasa, dan nilai-nilai yang dipegang oleh mereka yang kita ajak berkomunikasi.

Kedua, cerita tersebut mengajarkan kita untuk tidak menjadi seperti si beruk yang tidak mampu berpikir dan beradaptasi meskipun memiliki keahlian tinggi. Kita harus selalu siap untuk belajar dan menyesuaikan diri dengan situasi yang berubah, menggunakan kecerdasan dan kemampuan kita untuk menghadapi tantangan baru.

Ketiga, cerita ini menekankan bahwa dalam setiap interaksi, semua pihak yang terlibat harus berusaha untuk saling mempelajari dan memahami satu sama lain. Komunikasi yang efektif membutuhkan usaha dari kedua belah pihak untuk menciptakan pemahaman bersama dan kerjasama yang harmonis.

Melalui cerita ini, kita diajak untuk merefleksikan bagaimana kita berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Pesan yang disampaikan melalui kisah ini mengajak kita untuk menjadi pendengar yang baik, pembelajar yang rajin, dan komunikator yang efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun