Agus Zain Abdullah ElGhony
Agus Zain Abdullah ElGhony Guru

Pemerhati masalah budaya dan agama

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Ayo Menilai Puasa Diri Kita Sendiri

24 April 2021   20:41 Diperbarui: 24 April 2021   20:44 1407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ayo Menilai Puasa Diri Kita Sendiri
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Ayo Menilai Puasa  Diri Sendiri
Marilah kita menilai puasa diri kita, karena puasa ibadah yang sangat pribadi sekali, Allah langsung yang akan menilai.  Saudaraku, marilah kita mengetuk hati kita dengan sebuah pertanyaan "Bagaimana puasa kita??", " Apa saja yang kita akan kerjakan di bulan ramadha ini??" atau "Apa yang menjadi target utama kita pada setiap kali masuk bulan ramadhan???" Berbagai pertanyaan yang mungkin selama ini mendekam di hati, sebaiknya kita bangkitkan agar memapu mendorong kita untuk lebih sungguh-sungguh beramal di bulan yang penuh barokah ini.

Apa yang menjadi kebiasaan kita bila ramadhan tiba??  Mulai menabung untuk menyiapkan hidangan berbuka yang paling lezat ?? Membeli beberapa helai baju untuk dikenakan pada hari raya idul fithri?? Rasanya kita perlu iri kepada saudara kita telah menyiapkan hati sejak 3 bulan sebelumnya untuk meningkatkan kualitas ibadahnya, menekatkan semangat untuk mengikuti ramadhan ala Nabi Muhammad shallahu 'alahi wa sallam. Sedang kita?? Terjebak kepada sikap menjadikan ramadhan sekedar panggung kecil, tempat kita tenggelam dalam suasana ramadhan yang meriah, memakai baju muslim baru, menjadikan masjid seperti ruang pameran baju-baju muslim. Tapi hati kita seringkali kosong dari kesungguhan mengikuti nabi dan para sahabat yang mulia.

Pada akhir ramadhan saat nabi dan para sahabat meningkatkan  ibadahnya, kita justru meningkatkan kegiatan belanja di supermarket atau swalayan.
Lantas bagaimana puasa kita di sisi Allah?? Saudaraku, nabi telah bersabda dengan kalimat yang tegas kepada kita.  Nabi memberikan syarat agar puasa kita diterima oleh Allah harus dikerjakan berdasarkan iman dan ihtisaban (intropeksi diri). Seperti beberapa sabda nabi di bawah ini :

Barangsiapa yang mengerjakan qiyamul lail di bulan ramadhan dengan iman dan ihtisaban (kesadaran intropeksi diri) maka akan diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu( HR Bukhori,Muslim dan Abu Dawud)

Saudaraku, ihtisaban mempunyai makna yang mendalam, yakni proses intropeksi diri yang konsisten. Proses ihtisaban yang kita lakukan adalah muhasabah terhadap diri sendiri. Ingatlah pesan, hisab diri kalian sebelum di hisab Allah pada hari akhir kelak. Bagaimana proses ihtisaban pada diri kita?? Mulailah dari pertanyaan pada diri kita sendiri " Bagaimana puasa kita??" lantas kita bercermin kepada puasa orang-orang mulia, kepada Nabi Muhammad shallahu 'alahi wa sallam, para sahabat atau kepada ulama yang mulia.

Ibnul Qoyim Al-Jauzy menulis sebuah kitab yang terkenal berjudul "Madarijus salikin".  Beliau menjelaskan bahwa ibadah seorang hamba akan bisa meningkat jika diikuti dengan semangat muhasabah atau dengan kata lain didasari keinginan untuk berintropeksi diri (ihtisaban) dan muhasabah mempunyai 4 pilar utama:

Al-Yaqdhah, artinya adanya kecamuk di hati tentang amal ibadahnya. Jika sebelumnya tidak begitu menyadari bagaimana kualitas ibadahnya, sekarang bangun seperti orang yang terbangun dari tidurnya, bangkit dan menyadari ada yang kurang bahkan mungkin ada yang salah dalam ibadahnya.

Al-Azm artinya mulai tumbuh semangat dalam dirinya untuk memperbaiki kualitas ibadahnya, bersungguh-sungguh memperbaiki apa yang telah dikerjakannya.

Al-Fikrah artinya mulai adanya pemikiran yang dituju, target yang ingin digapainya.

Al-Bashirah artinya mulai menemukan kebeningan hati sehingga ibadahnya semakin berkualitas, hatinya menjadi hati yang bersih, jauh dari berbagai penyakit. Dalam kebeningan hati itu, dia bisa menangkap pesan dari Allah yang dibawa para rasul.

Saudaraku, demikian ringkasan pemikiran Ibnul Qoyyim al-Jauzy tentang pilar muhasabah.  Alangkah indahnya jika ramadhan ini kita awali dengan satu pertanyaan "Bagaimana kualitas puasa kita??" dengan jujur menghitung kekurangan ibadah puasa kita sebelumnya, mungkin cara berbicara selama ini yang cenderung banyak berbicara sampai terjatuh kepada ghibah dan fitnah. Ibadah kita belum apa-apa, masih ada kekurangannya. Fase ini seperti yang sudah dibahas di atas, disebut dengan Al-Yaqdhah. Mencemaskan ibadah yang telah kita lakukan, cemas karena ibadah yang kurang berkualitas. Setelah kita tamankan Al-Azmi, semangat untuk meningkatkan kualitas puasa, sehingga secara otomatis akan tumbuh fikrah dan bashiroh.

Dalam agama Islam banyak istilah yang bermakna jalan seperti syariah, manhaj, suluk, thoriqoh dan shiroth. Menjadi bukti bahwa kita seperti orang yang berjalan (salik) di sebuah jalan panjang kehidupan, ujungnya adalah rumah kematian. Karena berada di jalan kita harus aktif berjalan, dinamis dan tidak statis. Tetapi bagaimana mungkin ibadah kita bisa dinamis, jika tidak ada kesadaran kekurangan  dalam ibadah ??? Adakah manusia yang ibadahnya pada tingkat sempurna??  Nabi Muhammad shallahu 'alahi wa sallam manusia terpilih, selalu berusaha meningkatkan kualitas ibadahnya, bahkan menurut Istri beliau,

Aisyah rodhiallahu anha, Nabi Muhammad shallahu 'alahi wa sallam sholat sampai kaki bengkak dan gemetaran. Aisyah heran mengapa nabi masih beribadah seperti itu, padahal sudah diampuni dosa-dosanya. Nabi shallahu 'alahi wa sallam menjawab bahwa dirinya ingin menjadi hamba yang bersyukur.

Jika nabi yang mulia saja begitu sungguh beribadah, begitu sungguh-sungguh bermuhasabah, lantas bagaimana dengan kita?? Para sahabat yang mulia telah menunjukan kepada kita bagaimana mereka bersungguh-sungguh dalam memperbaiki ibadah mereka. Bagaimana dengan kita?? Kepada Allah kita meminta kekuatan, kepada Allah pula kita minta bimbingan agar bisa berjalan di atas jalan yang lurus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun