Mengapa Tidak Menjadi Takwa Setelah Berpuasa?
Beberapa redaksi yang berbeda tentang puasa dalam Al-Quran ini menandakan bahwa berpuasa itu merupakan ibadah yang tidak berdiri sendiri namun ibadah 'paket.' Artinya berpuasa itu berarti tidak melakukan makan, minum, jimak, menjaga perkataan, diam daripada membicarakan hal-hal buruk, juga melaksanakan ibadah shalat terutama shalat tarawih.
Namun agar benar-benar menjadi taqwa, lalu mereka harus berpuasa yang bagaimana?
Puasa yang dapat mengantarkan kita menjadi taqwa sehingga kita memperoleh hikmah yang besar dalam ramadhan yakni pengampunan Allah Swt, maka puasa yang kita jalankan adalah termasuk didalamnya mendirikan shalat tarawih (qiyamul lail).
Sebab percuma saja berpuasa bila tidak diikuti dengan mendirikan shalat tarawih. Karena keistimewaan ramadhan adalah adanya perintah shalat tersebut sebagai paket puasa. Jika tidak shalat tarawih diluar bulan ramadhan, hanya ada didalam bulan yang mulia ini dan tidak dapat pula digeser pada bulan lainnya.
Sedangkan puasa ramadhan yang mestinya dilakukan pada bulan tersebut tetapi masih dapat digeser. Sebagai bukti bahwa bagi orang-orang yang uzur (sakit, hamil, musafir) dan tidak mampu berpuasa di dalam ramadhan maka mereka dapat menggantinya di luar ramadhan atau bulan-bulan lain. (lihat Al-baqarah 183-184)
Penjelasan ayat 184 tersebut bagi yang membuka puasa mereka karena alasan di atas, maka wajib bagi mereka untuk mengganti sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Misalnya pada bulan Maulid, boleh? Boleh.
Kita ada undangan maulid atau kenduri, atau Imam mengirimi kita kenduri kita bisa mengatakan, mohon maaf saya sedang berpuasa ramadhan, padahal saat itu bulan Maulid misalnya. Itulah bukti bahwa puasa ramadhan dapat digeser.
Tetapi alangkah gilanya jika ada orang yang mengatakan mereka ingin shalat tarawih padahal bulan Maulid. Jika ada yang demikian maka orang yang melakukan hal itu sudah salah minum obat "salah jiep ubat".
Namun begitu saya heran dengan model-model puasa beberapa orang dalam kehidupan sehari-hari yang kita lihat. Mereka rajin berpuasa namun tidak melakukan shalat, bagaimana puasa seperti ini dapat menuju taqwa?
Saya selama beberapa hari ini banyak undangan berbuka puasa bersama, namun tempatnya bukan di masjid, tetapi di warung-warung pinggir sungai. Saat begitu waktu berbuka, orang-orang asik dengan makan dengan porsi yang sangat besar. Makanan di meja begitu banyak tersedia, ikan bakar, ayam, dan ntah apalagi.
Sementara di warung tersebut tersedia mushalla (tempat) yang hanya berukuran 2,5 m x 5 m. Ukuran yang kecil namun agak memanjang. Saya perhatikan orang shalat magrib itu hanya 4-5 orang saja dan beronde-ronde. Sedangkan yang lain setelah makan asik dengan merokok, lalu setelah itu nyalakan mobil dan pulang. Tidak ada shalat magrib.