Hamdani
Hamdani Konsultan

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Mengapa Tidak Menjadi Takwa Setelah Berpuasa?

14 Mei 2019   13:33 Diperbarui: 14 Mei 2019   14:08 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengapa Tidak Menjadi Takwa Setelah Berpuasa?
Tgk Syahminan, M.Ag saat menyampaikan kajian subuh tadi pagi di Masjid Babul Maghfirah Gampong Tanjung Selamat, Selasa (14/05/2019) | Foto: Robi

Beberapa redaksi yang berbeda tentang puasa dalam Al-Quran ini menandakan bahwa berpuasa itu merupakan ibadah yang tidak berdiri sendiri namun ibadah 'paket.' Artinya berpuasa itu berarti tidak melakukan makan, minum, jimak, menjaga perkataan, diam daripada membicarakan hal-hal buruk, juga melaksanakan ibadah shalat terutama shalat tarawih.

Namun agar benar-benar menjadi taqwa, lalu mereka harus berpuasa yang bagaimana?

Puasa yang dapat mengantarkan kita menjadi taqwa sehingga kita memperoleh hikmah yang besar dalam ramadhan yakni pengampunan Allah Swt, maka puasa yang kita jalankan adalah termasuk didalamnya mendirikan shalat tarawih (qiyamul lail).

Sebab percuma saja berpuasa bila tidak diikuti dengan mendirikan shalat tarawih. Karena keistimewaan ramadhan adalah adanya perintah shalat tersebut sebagai paket puasa. Jika tidak shalat tarawih diluar bulan ramadhan, hanya ada didalam bulan yang mulia ini dan tidak dapat pula digeser pada bulan lainnya.

Sedangkan puasa ramadhan yang mestinya dilakukan pada bulan tersebut tetapi masih dapat digeser. Sebagai bukti bahwa bagi orang-orang yang uzur (sakit, hamil, musafir) dan tidak mampu berpuasa di dalam ramadhan maka mereka dapat menggantinya di luar ramadhan atau bulan-bulan lain. (lihat Al-baqarah 183-184)

Penjelasan ayat 184 tersebut bagi yang membuka puasa mereka karena alasan di atas, maka wajib bagi mereka untuk mengganti sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Misalnya pada bulan Maulid, boleh? Boleh.

Kita ada undangan maulid atau kenduri, atau Imam mengirimi kita kenduri kita bisa mengatakan, mohon maaf saya sedang berpuasa ramadhan, padahal saat itu bulan Maulid misalnya. Itulah bukti bahwa puasa ramadhan dapat digeser.

Tetapi alangkah gilanya jika ada orang yang mengatakan mereka ingin shalat tarawih padahal bulan Maulid. Jika ada yang demikian maka orang yang melakukan hal itu sudah salah minum obat "salah jiep ubat".

Namun begitu saya heran dengan model-model puasa beberapa orang dalam kehidupan sehari-hari yang kita lihat. Mereka rajin berpuasa namun tidak melakukan shalat, bagaimana puasa seperti ini dapat menuju taqwa?

Saya selama beberapa hari ini banyak undangan berbuka puasa bersama, namun tempatnya bukan di masjid, tetapi di warung-warung pinggir sungai. Saat begitu waktu berbuka, orang-orang asik dengan makan dengan porsi yang sangat besar. Makanan di meja begitu banyak tersedia, ikan bakar, ayam, dan ntah apalagi.

Sementara di warung tersebut tersedia mushalla (tempat) yang hanya berukuran 2,5 m x 5 m. Ukuran yang kecil namun agak memanjang. Saya perhatikan orang shalat magrib itu hanya 4-5 orang saja dan beronde-ronde. Sedangkan yang lain setelah makan asik dengan merokok, lalu setelah itu  nyalakan mobil dan pulang. Tidak ada shalat magrib.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun