Bijak Kelola Keuangan, Redam Perilaku "Nyampah" selama Ramadan
Bulan Ramadan itu terkadang paradoks. Momen istimewa menjalani kewajiban agama melalui puasa, doa, dan sedekah.
Namun, pada waktu bersamaan, pengorbanan mengekang syahwat dalam berbagai dimensinya, justru menghadirkan perilaku bertentangan.
Salah satu bukti bisa kita temukan dalam perilaku "nyampah." Dalam arti sesungguhnya yakni boros dan membuang-buang makanan. Apa yang disebut "food loss" dan "food waste" malah mendapati contohnya pada bulan suci ini.
United Nations Environment Programme (UNEP), organisasi utama PBB di bidang lingkungan hidup pernah merilis temuan dalam laporan bertajuk "The State of Food Waste in West Asia 2021."
Sebagaimana bisa dilihat di wedocs.unep.org, dilaporkan hampir sebagian besar makanan selama Ramadan di kawasan Arab berakhir sebagai sampah yang dibuang sia-sia.
Angkanya berkisar 25-50 persen, lebih tinggi dari hari-hari biasa. Di Uni Emirat Arab, menginjak 50 persen saat Ramadan. Fenomena serupa terjadi juga di negara-negara Muslim lainnya seperti Malaysia dengan peningkatan 15-20 persen.
Bagaimana Indonesia? Kompas.id (19/5/2022) menyimpulkan hasil analisis terkait besarnya nilai sampah makanan di Indonesia yang mencapai Rp330 triliun. Rata-rata setiap orang Indonesia membuang makanan setara Rp 2,1 juta pertahun.
Data itu sejalan dengan laporan The Economist Intelligence Unit pada 2021 yang menyebut status Indonesia sebagai penghuni nomor dua di tabel klasemen penghasil sampah makanan terbesar di dunia. Tiap orang berkontribusi sampah makanan hingga 300 kg setiap tahun.
Ironisnya, salah satu puncak periode "nyampah" adalah Ramadan. Lebih sedihnya lagi, dari prediksi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), selama Ramadan akan terjadi peningkatan sampah sebesar 5-20 persen, dengan sekali lagi, didominasi sampah makanan.