Cinta dalam Semangkuk Bakso Rumahan
"Bakso, nasi goreng...semuanya enak!"
Demikian Barack Hussein Obama pada kesempatan kuliah umum di Universitas Indonesia, awal November 2010, tak lama setelah menjadi Presiden Amerika Serikat.
Ketika memutar kembali kenangannya akan Indonesia umumnya dan Jakarta khususnya maka bayangan akan sejumlah makanan itu tak bisa dinafikan.
Tidak hanya Obama. Kita pun sepakat dengan kelezatan nasi goreng, bakso, dan masih banyak lagi makanan yang mudah ditemui di Nusantara ini.
Bakso sudah seperti makanan pemersatu. Kedai dan gerobak bakso bisa kita jumpai di mana-mana. Kehadirannya tidak hanya menjadi pelengkap, tetapi juga penyelamat perut banyak orang.
Misalnya, saat nongkrong di malam hari dan merasa lapar, maka bakso adalah pelarian terbaik.
Saat banyak restoran atau tempat makan sulit dijangkau, gerobak-gerobak bakso yang digerakan baik oleh tenaga manusia atau motor bisa leluasa menembus hingga ke gang-gang sempit.
Bakso menjadi solusi makan malam hari kerja, atau di saat juru masak di rumah berhalangan. Bakso adalah pilihan terakhir bagi para pelancong yang kebingungan memilih makanan di tempat-tempat asing.
Selain mudah ditemukan, mudah dimakan saat bepergian membuat bakso selalu didambakan hampir semua orang.
Masing-masing kita punya nama, jenis, tempat, hingga penjual bakso favorit.
Sesungguhnya tidak ada banyak perbedaan mendasar soal rasa. Yang mengemuka adalah variasi.
Banyak kreasi bakso, entah itu ukuran yang mulai dari sebesar bola golf hingga bola tenis, bahkan bisa lebih besar dari itu, dibuat dengan daging sapi, ayam, ikan, bahkan babi. Bahan dasar mi pun bermacam-macam, antara lain beras, gandum, atau tepung kacang hijau.
Belum lagi, tambahan bumbu dan ornamen lainnya untuk melengkapi semangkuk bakso. Selalu ada pilihan dan kemungkinan. Di balik berbagai variasi itu, yang pasti selalu ada bola daging, mi, juga kaldu.
Salah satu contoh adalah bakso Malang. Nama yang dikenal luas di negeri ini. Kuah bakso atau kuah kaldu dilengkapi dengan kaldu dari sumsum sapi dicampur bawang putih goreng yang dihaluskan.
Isiannya yang oleh orang setempat disebut "pentol" terkadang disajikan bersama aneka gorengan seperti bakso goreng, siomay goreng, kekian (cacahan daging), dan sebagainya.
Ada juga yang menambahkan isian lain seperti kulit atau jeroan. Jadi dalam semangkuk bakso hadir berbagai unsur sekaligus.
Tidak sampai di situ. Terdapat pula pilihan karbohidrat pendamping, mulai dari lontong, bihun, bahkan mi kuning yang tidak selalu menjadi pilihan di setiap tempat terkadang bisa ditemukan.
Selayang pandang
Aroma dan kelezatan bakso sudah menembus ruang dan waktu. Kabarnya, bakso sudah ditemukan di buku masak tertua di dunia. Di banyak kebudayaan sudah muncul sejak berabad-abad silam.
Ada sebutan "Four Joy Meatballs" yang merupakan hidangan pupuler yang disajikan selama perayaan besar di Cina seperti Tahun Baru Imlek. Jenis hidangan ini sudah dimulai sejak era Dinasti Qing atau Dinasti Manchu (1636-1912/1917M).
Kemudian orang Romawi kuno pun sudah mengenalnya. Mereka mendapatnya dari buku resep abad pertama bernama Apicus. Lengkapnya dalam bahasa Inggris: "On the Luxury of Apicius."
Buku itu (mungkin-karena masih terus menjadi bahan perdebatan) ditulis oleh Marcus Gavius Apicius seorang ahli kuliner Romawi yang kerap dilabeli hipster kuliner. Ia punya kecintaan luar biasa, bahkan bisa disebut berlebihan terhadap segala sesuatu yang bisa disantap.
Buku dari sosok yang hidup pada masa pemerintahan Kaisar Tiberius, sebagaimana dilansir en.wikipedia.org, itu dinilai sebagai buku resep masakan pertama di dunia yang terbagi dalam sepuluh ba dan cukup lengkap membahas berbagai hal tentang protein, sayur mayur, hingga pencuci mulut.
Lantas, dari mana bakso ini berasal?
Ada yang menduga bakso berasal dari kebudayaan Persia kuno. Hidangan bakso paling awal disebut kofta yang dibuat dengan menggulung daging domba yang tersisa menjadi bola-bola besar. Bola-bola itu kemudian dilapisi kuning telur dan kunyit sebelum dimasak.
Dalam perjalanan waktu, bakso kemudian mendunia. Ia masuk ke dan diterima hampir ke semua kebudayaan. Ia melewati perjalanan kebudayaan melintasi semua benua, dari Asia, Eropa, hingga Amerika. Dalam masakah Brasil, Kanada, sampai Meksiko kini bisa kita temukan.
Bakso klasik Amerika kebanyakan diasosiasikan dengan bakso dalam kazanah hidangan Italia. Bakso yang dipotong dan ditempatkan di atas pizza. Dianggap berasal dari zaman Romawi yang oleh orang Italia disebut polpette yang juga bisa terbuat dari daging giling dan daging babi yang dicampur remah roti, bawah putih, telur, dan keju.
Ada banyak versi bakso yang bisa ditemukan dewasa ini. Orang Skandinavia suka melumuri bakso dengan saus cokelat, kentang tumbuk, dan selai.
Bakso menjadi makanan yang lezat di Eropa Timur. Bakso dimakan seperti potongan daging atau disajikan bersama mi telur atau kubis kukus. Dibuat dengan menambahkan wortel dan kentang yang dipotong dadu diberi garam, merica, remah roti, dan telur.
Orang Cina disebut lebih suka bakso berukuran kecil kemudian dicelupkan ke dalam saus asam manis berbasis cuka. Begitu juga di Jepang yang mencelupkan bakso daging sapi dan bawang cincang ke dalam campuran saus tomat.
Di Timur Tengah dan Asia Selatan, bakso yang disebut kofta menjadi makanan yang mudah ditemukan di Iran, Pakistan, hingga Afganistan. Begitu juga di Israel dan Bangladesh.
Negara yang disebutkan terakhir bahkan melakukan inovasi yang lebih mencolok dengan menukar daging sapi dan daging babi dengan daging kambing, udang, ikan, kol, hingga pisang.
Seperti di Indonesia, di Thailand dan Vietnam, bakso muncul dalam semangkuk sup gurih dan mengembang di antara bihun, sayuran berdaun, hingga pangsit goreng.
Ada yang memprediksi bakso sampai ke Indonesia melalui berbagai jalur. Sup dan mi dari Cina, sementara bakso bisa saja diangkut oleh orang-orang Belanda di masa penjajahan pada abad ke-19.
Terlepas dari asal usulnya, hemat saya, berbagai inovasi itu kini menjadi sesuatu yang lumrah dalam hidangan bernama bakso. Setiap orang dengan berbagai referensi yang mudah didapat memungkinkan untuk melakukannya. Pada gilirannya versi mana yang lebih enak dan terbaik, akan kembali ke soal selera dan keinginan individu.
Bakso sudah sedemikian jamak dan bisa ditemukan di berbagai tempat. Ia bisa menjadi hidangan yang dihargai dengan mahal, bisa juga ditemukan sebagai jajanan pinggir jalan yang disajikan dengan tusuk sate. Peran pentingnya menopang kehidupan manusia selama berabad-abad sungguh tak bisa dielak.
Bakso rumahan
Sedemikian familier bakso maka membuat atau meracik sendiri bakso kesukaan adalah juga pilihan yang sangat mungkin diambil.
Pada momen-momen seperti ulang tahun hingga Lebaran, menghidangkan bakso di rumah sudah menjadi sebuah kebutuhan.
Saya pun demikian. Ada banyak pertimbangan yang membuat saya lebih memilih jalur ini.
Di satu sisi, bakso bisa dibuat sesuai selera, mulai dari pilihan daging, hingga komposisinya. Begitu juga kuah atau kaldu, berikut bumbunya bisa mengikuti takaran selera.
Situasi ini akan berbeda ketika kita bertandang ke kedai, restoran, hingga penjual bakso pinggir jalan. Terkadang kita merasa ada sesuatu yang masih kurang.
Juga kita kerap menikmati dengan terpaksa dan dibayangi rasa was-was akan kandungan dari setiap materialnya. Kemudian pulang dengan membawa rasa penyesalan.
Di sisi lain, kita tidak bisa mengontrol setiap penjual bakso langganan atau kedai favorit. Di saat kebutuhan mengemuka dan rasa ingin menikmatinya berkecamuk, terkadang tidak bisa leluasa terpuaskan.
Saya lebih memilih bakso dengan taburan bawang goreng melimpah, alih-alih daun bawang yang sangat tidak diharapkan kehadirannya.
Begitu juga lebih menyukai kaldu sapi ketimbang ayam, pun bihun sebagai ganti mi kuning. Tak perlu ditambah sayuran dan macam-macam isian lain. Demikian beberapa contoh pilihan saya yang bertolak belakang dengan istri dan anak-anak.
Versi bakso rumahan adalah jawaban dari berbagai keinginan dan pilihan, serentak terbuka pada setiap ruang uji coba.
Membuat bakso di rumah menjadi kesempatan untuk membangun kehangatan dengan orang-orang tersayang. Memasak bersama, memilih bahan, meracik bumbu, hingga menikmati bersama adalah pengalaman berharga.
Ada cinta tak ternilai dalam semangkuk bakso rumahan.