charles dm
charles dm Freelancer

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Melepas Beban di Curug Sadim, Menumpahkan Rasa Bangga Berwisata di Indonesia

28 April 2023   23:02 Diperbarui: 28 April 2023   23:13 1184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melepas Beban di Curug Sadim, Menumpahkan Rasa Bangga Berwisata di Indonesia
Pemandangan Curug Sadim: foto dokpri

 

Berapa waktu yang dihabiskan untuk bekerja dalam sehari, seminggu, sebulan, dan setahun? Apakah kesehatan mental Anda sedang baik-baik saja?

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, dalam empat tahun terakhi, rata-rata penduduk usia 15 tahun ke atas menghabiskan 41,49 jam per minggu untuk bekerja.

Sesungguhnya, angka tersebut melebihi batas yang ditetapkan yakni 40 jam seminggu, berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 77.

Angka ini menunjukkan peningkatan. Pada 2016, rata-rata waktu bekerja penduduk usia tersebut adalah 41,79 per minggu.

Bila ditelaah, pada 2019, penduduk yang bekerja selama 35-48 jam seminggu sebesar 39,83 persen. Angka tersebut sekaligus menjadi yang terbesar di antara yang lain. Namun, masih ada sekitar 29 persen, sebagai kelompok terbesar kedua, yang malah bekerja lebih dari 48 jam seminggu.

Hal tersebut menunjukkan betapa kesibukan bekerja sudah menyita cukup banyak waktu. Sayangnya, tuntutan di dunia kerja yang tinggi, tidak selalu dibarengi dengan kesiapan fisik dan mental dari setiap orang.

Tidak sedikit yang kemudian mengalami tekanan yang tak tertanggungkan sehingga mengalami gangguan kesehatan mental.

Masalah ini, sebagaimana rilis kemkes.go.id (3/8/2022), belum sepenuhnya terselesaikan, baik di tingkat global maupun nasional.

Pandemi Covid-19 yang menerjang dengan aneka dampak buruk yang dibawa, malah kian meningkatkan masalah mental dan gangguan jiwa.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menyebutkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional. Lebih dari 12 juta penduduk berusia serupa mengalami depresi.

Untuk itu, penting  untuk selalu menjaga keseimbangan hidup. Salah satu pertanyaan mendasar yang perlu diajukan kemudian dicarikan jawabannya adalah "haruskah saya pergi berlibur?"

Penuh manfaat

Penelitian menunjukkan bahwa mengambil waktu dari kesibukan kerja untuk beristirahat dan berlibur akan memberikan banyak manfaat pada kesehatan fisik dan mental.

Orang yang berlibur punya tingkat stress yang lebih rendah, risiko penyakit jantung lebih kecil, pandangan hidup lebih baik, hingga lebih banyak motivasi mencapai tujuan.

Kathryn Isham, PsyD LP dalam tulisannya di allinahealth.org (15/6/2021) coba menguraikan manfaat berlibur.

Pertama, meningkatkan kesehatan fisik. Stres seperti kita tahu dapat menyebabkan berbagai penyakit berbahaya seperti jantung dan tekanan darah tinggi.

New York Times dalam salah satu edisinya merilis temuan, pria dan wanita yang berlibur setiap dua tahun dibanding setiap enam tahun dapat mengurangi risiko berbagai penyakit berbahaya itu, terutama penyakit jantung coroner atau serangan jantung.

Kedua, meningkatkan kesehatan mental. Ahli sarat sudah menjelaskan hubungan antara stress dan struktur otak manusia. Stres mengubah struktur otak dan menyebabkan kecemasan dan depresi.

Saat berlibur, perasaan akan kembali tenang. Stres hilang. Tubuh dan pikiran perlahan-lahan pulih. Proses yang tidak bisa didapat bila masih berada dalam tekanan seperti di tempat kerja.

Masih terkait hal yang sama. Dengan melakukan perjalanan teratur maka indeks kesejahteraan pun ikut terdongkrak naik.

Hal ini berdasarkan sebuah studi yang menemukan tiga hari setelah berlibur, keluhan fisik, kualitas tidur, dan suasana hati seseorang akan meningkat dibanding sebelum liburan.

Ketiga, setelah berlibur pikiran lebih fokus dan berdampak positif pada produktivitas kerja. Hal ini berbanding terbalik pada seseorang yang terlalu banyak bekerja dan kurang istirahat.

Jelas, bila diliputi stres maka tidak akan memberikan hasil yang baik terhadap pekerjaan. Malah mendatangkan masalah baik di lingkungan kerja maupun pribadi.

Keempat, bagaimana suasana hati Anda saat sedang merencanakan liburan? Sudah tentu, senang. Bahkan, kita sudah merasa bahagia sejak sebelum keberangkatan, bukan?

Saat berlibur pun banyak manfaat lain yang bisa didapat. Mempererat hubungan dengan pasangan dan orang-orang tersayang. Sambil menikmati anugerah Sang Pencipta atas alam ciptaan yang begitu luas dan indah.

Apakah Indonesia kekurangan tempat terbaik untuk menangkup hasrat berlibur setiap warganya? Jelas, tidak! 

Pesona Indonesia tergambar dalam berbagai pilihan tempat wisata, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote. 

Healing di Curug Sadim

Apa yang disebutkan di atas sungguh saya rasakan. Untuk alasan itu mengapa saya dan keluarga selalu berupaya untuk mengagendakan waktu liburan sekali dalam setahun, di samping perjalanan "tipis-tipis" yang dilakukan manakala ada waktu luang.

Pada libur Lebaran kali ini, kami memutuskan pergi ke Curug Sadim. Letaknya di kawasan Perkebunan The Nusantara VII Ciater. Termasuk dalam wilayah Kampung Panaruban, Desa Cicadas, Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Memang tidak dekat dari Jakarta. Dalam kondisi lancar butuh waktu hingga tiga jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda empat. Bila bergerak dari pusat kota Subang, butuh waktu 15 hingga 30 menit.

Tempat ini sungguh menyajikan panorama alam yang asri. Sejak dibuka untuk umum pada 2008 silam, curug ini masih menyimpan daya tarik tersendiri hingga hari ini.

Saat bertandang ke sana, kondisinya cukup sepi. Sebab, saat itu bertepatan dengan mudik Lebaran. Orang-orang tentu lebih memilih ke kampung halaman atau bertemu sanak saudara untuk merayakan Idul Fitri bersama.

Momen tersebut sungguh pas untuk menyesap udara segar sepuasnya. Sambil memandang lukisan Sang Pencipta dalam rupa tumpahan air raksasa dari ketinggian sekitar 40 meter.

Menariknya, perjalanan sampai ke titik terakhir tidak menjanjikan pengalaman yang mulus. Jalannya tidak terlalu lebar, sehingga butuh kewaspadaan tingkat tinggi.

Salah satu sisi Curug Sadim: foto dokpri
Salah satu sisi Curug Sadim: foto dokpri

Jalanan yang masih berupa tanah dan bebatuan, tetapi aman dilalui, akan melewati area perkebunan teh yang luas.

Perkebunan teh dikelilingi gunung yang indah, serta udara yang sejuk, adalah upah tak ternilai yang diterima usai melewati perjalanan yang panjang dan sedikit melelahkan.

Cukup susah menemukan arti dari nama yang disandang secara tepat. Kabarnya, Sadim berasal dari kata "Satu Dim" artinya satu meter. Entah apa maksud dari kata itu, hingga kini masih menjadi tanda tanya.

Terlepas dari itu, yang pasti setiap pengunjung yang datang ke sini tidak akan pulang dengan rasa kecewa.

Udara sejuk sangat cocok untuk mengisi paru-paru warga Jakarta yang saban hari begitu susah mendapatkan pasokan udara bersih.

Pepohonan yang rindang yang ditingkahi deretan bunga terompet yang cantik memberi kesan asri dan teduh. Kedamaian dan ketenangan batin jelas didapat dengan mudah.

Orang yang datang dengan setumpuk beban, hampir pasti akan pulang dengan perasaan lega.

Belum lagi, airnya yang jernih dan bersih yang mengalir dari ketinggian, melalui tebing batu, hingga ke jalur-jalur yang lebih kecil. Tempias air dari ketinggian membentuk pemandangan yang indah.

Situasinya memang tidak memungkinkan untuk mandi atau berenang, merasakan dinginnya air sedikit lebih lama di badan, lantaran tidak terdapat kolam yang cukup luas.

Dengan cukup bermain air, menyentuhkan kaki dan menyirami wajah dengan air yang segar, serentak menyesap kesejukan dan keindahan dari sekeliling, sudah lebih dari cukup.

Alam Curug Sadim masih sangat asri, cocok untuk healing: foto dokpri
Alam Curug Sadim masih sangat asri, cocok untuk healing: foto dokpri

Kami memang tidak bisa berlama-lama di sana. Saat itu turun hujan. Namun, tambahan air dari langit membuat suasana makin tentram.

Siapa saja bebas berlama-lama di sini. Bahkan memungkinkan mengambil waktu untuk bermalam. Tersedia area berkemah di beberapa sudut. Bisa menggunakan area yang tak jauh dari tempat parkir, atau sedikit di ketinggian yang lebih luas.

Untuk tujuan ini, pengunjung tak perlu khawatir. Area itu sudah dilengkapi sejumlah fasilitas pendukung yang penting, seperti penerangan, kamar mandi, tempat parkir motor dan mobil, mushola, hingga warung makan dan minum.

Para penggemar fotografi atau yang tidak mau kehilangan momen istimewa di depan mata, bisa mengambil gambar sepuasnya dari berbagai sudut.

Pulang tidak hanya membawa gambar dalam telepon genggam atau kamera tenteng. Lebih dari itu, membawa kesegaran dan penyembuhan (healing) jiwa, batin, dan pikiran.

Dengan hanya mengeluarkan biaya masuk sebesar Rp12.500/orang untuk wisatawan lokal dan Rp40.000/orang untuk wisatawan asing, plus biaya parkir mobil Rp10.000, kita akan mendapat banyak hal yang jauh lebih bernilai. Sekaligus, menumpahkan rasa Bangga Berwisata di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun