8 Hal ini adalah Wujud Kearifan Lokal Masyarakat Nusantara Terkait dengan Hari Raya Idul Fitri

Indonesia adalah negara yang kaya dengan kearifan lokal. Baik yang berlatar belakang social, budaya maupun yang dilatarbelakangi dengan kegiatan keagamaan. Salah satu kearifan lokal yang muncul dengan latar belakang agama adalah hari raya Idul fitri yang setiap tahun dilaksanakan terkait dengan selesainya umat Islam menjalankan ibadah puasa ramadan.
Tidak semua negara menjadi hari raya Idul Fitri sebagai bagian dalam mengembangkan budaya di masyarakat. Namun di Indonesia hari raya Idul Fitri mempunyai makna yang special di hati masyarakat. Maka tidak cukup melakukan salat Idul Fitri, namun juga dilanjutkan dengan berbagai aktivitas budaya yang dianggap adiluhung oleh masyarakat. Aktivitas tersebut adalah bentuk kearifan lokal masyarakat kita. Dengan kata lain kearifan lokal tersebut muncul bisa saja disebut sebagai bentuk kebijaksanaan masyarakat (tanggapan secara arif) terhadap kegiatan hari raya Idul Fitri yang dijalani setiap tahun.
8 Kearifan Lokal Terkait dengan Hari Raya Idul Fitri
a) Sungkeman
Sungkeman menjadi salah satu kegiatan yang paling penting dibanding kegiatan idul fitri lainnya. Sebab sungkeman menjadi simbolisasi rasa hormat kepada orang tua dan para sesepuh keluarga. Maka sungkeman menjadi acara yang lebih bersifat "sakral". Tidak sedikit orang tua atau anak tidak tahan menahan tangis saat melakukan sungkeman kepada orang tua.
b) Silaturahmi (saling berkunjung)
Silaturahmi menjadi salah satu kegiatan yang selalu ada pada setiap idul fitri. Bahkan yang berada di perantauan sekalipun melakukan aktivitas mudik agar bisa bersilaturahmi dengan keluarga. Apalagi masih mempunyai orang tua. Bahkan silaturahmi seperti menjadi esensi bagi setiap hari raya idul fitri. Sebab melalui silaturahmi bisa saling meminta maaf satu dengan lainnya.
c) "Nyangoni" (memberikan sejumlah uang kepada anak-anak)
Bagi orang tua memberikan sejumlah uang kepada anak-anak bisa saja sebagai ungkapan rasa syukur atas rizki yang diberikan. Di sisi lain juga sebagai motivasi kepada anak-anak agar melestarikan nilai silaturahmi kepada saudara maupun tetangga untuk bisa saling memberikan maaf. Tradisi "nyangoni" juga menjadi motivasi agar anak-anak mau berlatih puasa sesuai kemampuannya. Maka di masyarakat dikenal aneka jenis puasa (poso manuk podang, poso bedhug,dll). Kepada orang yang sudah dewasa nyangoni menjadi simbolisasi untuk berbagi sesama.
d) Pakaian baru
Pakaian baru dapat berfungsi sebagai motivasi kepada anak-anak agar mau menjalankan puasa. Sehingga pada akhir puasa, mereka dibelikan pakaian yang baru. Namun bagi orang dewasa pakaian baru bisa saja sebagai simbolisasi bersihnya diri setelah menjalani ibadah puasa selama bulan suci ramadan. Nasihat secara tidak langsung manusia kembali pada kondisi yang suci (baru) oleh masyarakat disimbolkan dengan memakai pakaian baru pada saat hari raya Idul Fitri.
e) Mercon
Membunyikan mercon adalah salah satu ekspresi kegembiraan masyarakat pada saat hari raya Idul Fitri. Bahkan menjelang Idul Fitri sudah ada beberapa masyarakat yang mulai membunyikan mercon. Hal ini sebagai tanda sudah dekatnya hari raya Idul Fitri. Selain itu mercon juga sebagai salah satu ekspresi kemenangan atas perjuangan selama satu bulan penuh melalui puasa ramadan. Dalam sejarahnya budaya membunyikan mercon saat Idul Fitri sudah ada sejak zaman colonial Belanda. Namun harus tetap waspada, mengingat sudah tidak sedikit masyarakat yang menjadi korban jiwa maupun raga akibat mercon.
f) Toples
Pada umumnya setiap Idul Fitri, setiap rumah menyediakan aneka makanan. Tidak sedikit pula beberapa jenis makanan tersebut ditaruh di dalam toples. Maka toples seakan menjadi tanda bahwa hari tersebut adalah hari raya Idul Fitri. Penyediaan aneka jenis makanan tersebut tentu tidak bisa dilepaskan dengan puasa ramadan yang dijalanai selama satu bulan penuh. Sehingga hal tersebut merupakan salah satu wujud syukur atas keberhasilan dalam menjalankan ibadah puasa selama sau bulan.
g) Ketupat
Ketupat menjadi salah satu sajian pada saat hari raya Idul Fitri. Dari sekian banyak ulasan, ketupat merupakan simbolisasi agar manusia saling memberi maaf atas banyaknya kesalahan yang dilakukan. Oleh sebab itu ketupat juga menjadi salah satu kearifan lokal yang dimiliki masyarakat dalam menginternalisasikan nilai saling memaafkan sesama manusia.
h) Opor
Sajian opor pada saat hari raya Idul Fitri juga merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat dalam mengajarkan nilai-nilai saling meminta dan memberi maaf kepada sesama manusia. Banyak ulasan yang menjelaskan makna filosofis tentang opor. Dari sekian ulasan apabila diambil kesimpulan bahwa opor adalah simbolisasi manusia untuk saling meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat.
Kedelapan unsur tersebut tidak mungkin muncul secara tiba-tiba tanpa ada yang merancangnya. Sebab keberadaanya sampai sekarang masih kuat berakar di masyarakat. Oleh sebab itu tidak berlebihan apabila dijelaskan bahwa hal tersebut merupakan bukti adanya kearifan lokal masyarakat nusantara yang terkait dengan datangnya hari raya Idul Fitri. Kedelapan unsur tersebut juga merupakan simbolisasi nilai---nilai luhur terkait dengan hari raya Idul Fitri yang diajarkan kepada masyarakat.