Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com
Sembelit, 'Cobaan' Saat Puasa
Semua kebaikan yang kita lakukan, akan selalu ada balasannya dari Allah. Saya yakin itu. Entah kapan waktunya ketika kita sudah berbuat, dan entah kapan pula balasan itu datang.
Kadang-kadang kita tidak tahu rezeki datangnya dari arah mana, dan melalui tangan siapa. Atau diantar melalui aplikasi ojek online yang mana? Tidak ada yang tahu.
Misalnya kita sudah bekerja keras, keringat ikut bercucuran, sampai tulang-tulang ikut "dibanting", tokh hasilnya tetap masih nihil. Masih lebih besar "pasak" dari pada "tiang". Masih lebih banyak "cicilan kreditan" yang nunggak dari pada pendapatan hehe..
Benar kata orang, rezeki itu tidak pernah tertukar. Rezeki kamu, rezeki saya.
Tapi tetap ingat, rezeki itu harus dicari, bukan ditunggu sambil rebahan. Harus "ora et labora". Berdoa, berusaha, dan tetap berikhtiar.
Misalnya. Kalau memang itu rezeki untuk saya, ya pasti akan sampai ke tangan saya juga. Bukan ke orang lain. Itu sudah janji Allah, bukan janji "Alay" yang suka PHP-in orang. Bukan. Itu mah seribu janji kau menanti, sejuta kali kau tetap dibohongi.
Yakinlah. Rezeki itu tidak akan tertukar. Sebaliknya, kalau bukan rezeki itu untuk saya, pasti tidak bakal berkah. Contohnya, makanan yang sudah ada di tenggorokan kita pun, akan tumpah keluar. Kenapa?
Ya mungkin karena rezeki orang lain kali yang kita makan? Hak orang yang kita "embat". Makanya gak berkah, dan tak mau turun di kerongkongan. Malah "balik kanan" dan tumpah keluar.
Sekali waktu, masih di awal puasa Ramadhan ini. Saya seperti kehilangan kendali saat berbuka puasa maupun saat sahur. Semua yang terhidang di meja makan hasil racikan isteri, semuanya mengundang selera.
Semuanya enak-enak dan asyik-asyik. Satu kebiasaan keluarga, menyiapkan takjil dan menu buka puasa yang sedikit lain. Berbeda jika di luar bulan puasa. Atau kalau ada sedikit rezeki, bela-belain berburu kuliner kesukaan di Jakarta. Demi kenyamanan saat makan sahur.
Ya, di awal puasa Ramadhan, saya pernah merasakan "sembelit" -- alias kesulitan BAB (buang air besar). Yang biasanya lancar jaya, rutin "menyetor" setiap pagi, eh tiba-tiba sudah sampai Magrib tapi belum juga ada tanda-tanda "pintu tol" terbuka.
Ini sih bukan macet lagi seperti kendaraan di jalan, tapi sudah mampet seperti saluran air yang jarang dibersihkan. Jangankan BAB, buang "angin" (gas) juga susah.
Kebayang kan sakitnya? Saya sempat iseng tanya isteri, bagaimana sakitnya kalau perempuan melahirkan secara normal? "Perjuangan antara hidup dan mati," kata dia. Saya kan laki-laki, bukan perempuan hehe...
Saya panik gara-gara mau melahirkan, eh sembelit, maksudnya saya. Sampai harus bolak-balik ke toilet. Ini apalagi sih? Pikir saya. Masalahnya, saya sudah super yakin, apa yang barusan saya makan, Insha Allah dari rezeki halal.
Tapi kalau ini rezeki halal, kenapa begini? sudah mulus masuk melewati tenggorokan, koq keluarnya malah susah. Malah cenderung betah di perut? Saya mulai galau.
Semakin panik campur galau, akhirnya saya mencoba Googling di internet.
Dalam satu artikel kesehatan yang saya baca di Google, disebutkan, kalau kelamaan "sembelit" hingga sampai 3 hari, dan gak "nyetor" ke toilet, maka berhati-hatilah. Hubungi segera puskesmas, eh dokter langganan. Sembelit kelamaan bisa meningkat jadi wasir alias ambeiyen. Waduh...
Untung artikel tentang sembelit tersebut masih menawarkan solusi. Katanya, harus banyak minum air putih, makan makanan berserat atau buah-buahan, buang pikiran yang bikin stres, banyak gerak atau olah raga minimal jalan kaki 15 menit. Lah, "boro-boro" bisa jalan, bergerak sedikit saja sudah sakit. Rasanya melilit. Perut rasanya mules terus.
Saya pilih solusi yang gampang angan dari artikel yang saya baca tadi: minum air yang banyak dan makan buah berserat. Istri saya setuju: dia carikan saya buah pepaya. Alasannya sederhana.
"Kalau pisang, untuk obat mencret. Kalau pepaya, sebaliknya".
Iya deh, terserah. Asal jangan obat pencuci perut. Apalagi obat "pencucian uang". Money laundring. Itu tindak pidana hehe..
Singkat cerita, Alhamdulillah berhasil. Tidak sampai harus ke dokter, atau ke puskesmas yang harus repot melunasi iuran BPJS yang masih tertunggak..Tidak mesti bolak-balik lagi ke "belakang" -- yang ternyata tetap tidak membuahkan hasil.
Alhamdulillah sih pada akhirnya saya terlepas dari "siksaan" gara-gara sembelit. Akhirnya bisa BAB. Padahal obatnya cuma sepele. Hanya makan buah pepaya. Jadi teringat ada ucapan Pak Kiai, "makanlah sebelum betul-betul kamu sudah lapar, dan berhentilah sebelum kamu kenyang".
Bisa BAB lagi seperti biasa, seperti saat perut tidak mules. Tentu saja, ini semua juga karena pertolongan Allah setelah berkali-kali mengucapkan ampun dan tobat. Saya yakin itu. Bukankah Ramadhan itu adalah bulan penuh berkah, penuh ampunan, juga limpahan rahmat dan karunia-Nya?
Akhirnya selamat menjalankan ibadah puasa. Sehat selalu. Jangan lupa bahagia. Selalu berdoa, berusaha, beramal saleh dan beribadah. Amiin. Semoga artikel ini bermanfaat #nurterbit
Salam