Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.
"Connecting Happiness" Dalam Sekeranjang Telur
Salah satu hal yang membuat hati serasa tersayat adalah melihat kepapahan tanpa bisa berbuat apa-apa.
Hal ini yang sempat saya rasakan ketika mendengar keluhan seorang kerabat mengenai kehidupannya saat ini.
"Beli beras gue dong berapa aja Lo mau. Biar jadi duit. Buat beli lauk. Gue bener-bener enggak ada duit. Beras mah banyak nih."
Bayangkan? Bagaimana rasanya ketika mendengar keluhan seperti itu. Sedih pastinya. Untuk seketika mengulurkan tangan memberi bantuan berupa uang rasanya tak mungkin.
Kondisi keuangan keluarga pun sedang tak menentu. Selain itu, memberi uang sekadarnya pun tak elok. Karena dia bukan peminta-minta. Jika memberi, tentu harus bisa untuk dimanfaatkan sampai beberapa hari.
Sempat bingung juga. Bagaimana baiknya agar bisa tetap membantu? Setelah dipikir-pikir sambil melihat kondisi rumah, barangkali ada yang bisa disumbangkan. Akhirnya pilihan jatuh pada sekeranjang telur yang tersusun rapi di meja.
Ya, saya langsung terpikir untuk menyumbang beberapa kilo telur untuk kerabat yang kondisinya seperti itu.
Kenapa telur? Tentu saja agar bisa digunakan sebagai lauk makan. Terserah bagaimana cara mengolahnya. Sebab mereka yang kondisinya seperti itu biasanya memang mendapatkan bantuan dari sana-sini.
Namun bantuan yang datang hampir semua sama isinya. Beras, minyak, gula dan mie instan. Sepuluh saja bantuan yang diterima. Sudah bisa buka toko sembako seloroh kawan saya.
"Iya, juga sih. Pantas si kawan meminta saya untuk membeli berasnya.
Pekerjaan sehari-hari mereka yang hanya pekerja serabutan, membuat mereka kehilangan mata pencaharian di kondisi seperti ini. Itulah kenapa mereka butuh uang? Sebab memang tak ada.
Kembali ke soal telur tadi. Kebetulan saya membeli telurnya dari kawan yang seorang agen telur. Sehingga saya bisa mendapatkan harga miring. Telurnya pun diantarkan ke rumah. Jadi simbiosis mutualismelah. Saling menguntungkan.
Stok telur yang lebih dari cukup, membuat saya berinisiatif untuk berbagi telur kepada mereka yang membutuhkan. Maka begitulah. Secara berkala saya kirim keranjang-keranjang berisi telur kepada mereka.
Hanya itu? Tidak juga. Jika ada rezeki berlebih saya sisipkan beberapa bumbu masak siap saji. Seperti bumbu nasi goreng. Dengan demikian harapan saya mereka bisa mengolah telur yang didapat untuk membuat makanan yang bervariasi.
"Makan nasi sama mie instan tiap hari bisa kambuh maag gue?" keluh seorang kawan yang membuat saya senyum-senyum. Iya juga sih.
"Bukannya enggak bersyukur dapat bantuan ye? Tapi kebutuhan kita kan bukan makan doang ya? Pinginnya sih ada amplopnya gitu. Biar bisa dimanfaatkan untuk yang lain."
Hmmmm, masuk akal juga keluhan mereka. Kalau tabungan saya tak berseri alias sudah tak terhitung. Tinggal tarik saja. Mungkin keinginan kalian bisa terwujud kawan. Sayang tidak demikian.
Jadi hanya ini aksi sedekah yang bisa saya lakukan. Sekeranjang telur to be connecting happiness. (EP)