Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com
Antri Berburu Tanda Tangan Imam dan Pesantren Kilat Bikin Nostalgia
Bulan Ramadan menyimpan banyak kenangan masa kecil. Ada banyak momen lucu dan menyenangkan pada masa tersebut sehingga membuatku tergelak ketika mendengarkan cerita itu lagi dari kawan atau kakak ketika kami berkumpul.
Sebenarnya aktivitas Ramadan yang kualami mungkin tak berbeda jauh dengan yang kalian juga alami. Kami mendapat libur awal Ramadan, aktivitas belajar dipercepat, kami kemudian asyik main video game, tidur siang, mengaji di masjid atau membantu ibu memasak dan membersihkan rumah, berbuka bersama, lalu tarawih di masjid. Baru jika ada yang saku lebih, kamu patungan membeli kembang api, lalu kami berhemat-hemat menyulutnya.
Ada dua aktivitas yang hanya ada saat Ramadan yang kukenang. Yang pertama adalah mengantri tanda tangan imam tarawih dan yang kedua yaitu pesantren kilat.
Yuk Antri Tanda Tangan Imam
Nah aktivitas meminta tanda tangan imam tarawih ini banyak dipersyaratkan saat masih duduk di bangku sekolah dasar. Tujuannya positif, yakni mendorong anak-anak untuk rajin sholat Isya dan tarawih di masjid. Hanya namanya anak-anak, ada kalanya sifat malas juga mendera.
Aku dan kakak nomor dua kebagian tugas tersebut. Kakak perempuan aman karena ia sudah duduk di bangku SMP saat kewajiban tersebut diberlakukan.
Jadilah aku dan kakak laki-laki, seusai berbuka puasa tak bisa berlama-lama beristirahat. Kami harus bersiap ke masjid.
Selain mukena dan sajadah, aku membawa buku absen dan buku pelajaran. Ada imam yang gerakan sholat dan bacaannya agak perlahan-lahan, sehingga ada jeda tiap dua rakaat. Waktu sekian detik itu kugunakan untuk belajar. Oleh karena waktu Isya dan tarawih di masjid dekat rumah agak lama. Total ada 23 rakaat dengan witir. Kira-kira 90 menit minus ceramah. Untungnya ceramah hanya di momen spesial.
Seusai berdoa witir dan mengucapkan doa niat berpuasa, aku dan anak-anak seusiaku langsung menghambur ke depan, mencari imam. Saat itu imam menjadi semacam selebriti. Anak-anak dengan sabar mengantri meminta tanda tangan. Jika aku sudah dapat, maka aku mengucapkan terima kasih dan langsung berlari pulang.
Imam masjid di masjid dekat rumahku ada tiga orang yang jadwalnya bergantian. Biasanya 3-4 hari sekali bergantian. Aku dan kakak bisa menebak dari lantunan adzan Isya. Jika suaranya tegas pasti Imam A. Jika suara imamnya lembut mendayu-dayu, pasti imam B dan seterusnya. Tiap Imam punya penggemar tersendiri. Kalau bagi anak-anak sepertiku semakin tangkas dan semakin lincah gerakan Tarawih maka akan semakin baik. Semakin cepat semakin baik.
Pemandangan antrian ini semakin sepi menjelang lebaran. Jemaah juga mulai sepi. Anak-anak sepertinya mulai sibuk membantu orang tuanya memasak, membuat kue, atau membeli baju baru.
Di saat ini makin banyak yang titip absen. Pak Imam ada yang hanya tertawa ketika ada yang menyodorkan beberapa buku sekaligus, ada juga yang menanyakan ke mana pemilik buku tersebut. Yang ditanya cuma cengar-cengir.
Oh iya saat tarawih ini anak-anak tak semuanya beribadah dengan manis. Tak sedikit yang nakal dan berulah. Ada yang di rakaat sekian mulai asyik berlarian dan bermain di halaman masjid.
Ada juga yang berteriak kencang bila imam dan jamaah mengucapkan kata 'amiin'. Jika imam mengucapkan shalawat tiap dua rakaat, jawabannya juga tak kompak. Anak-anak biasa menambahkan jawaban lainnya yang membuat mereka kemudian tergelak-gelak.
Alhasil kemudian ada kakek dan nenek yang ditugaskan membina dan menertibkan anak-anak yang tak tertib di masjid. Tapi biasanya mereka tak kekurangan akal. Kalau tak ada mereka, juga rasanya tak lengkap. Suasana masjid jadi kurang meriah.
Pesantren Kilat Bikin Makan Serba Kilat
Aku sebenarnya paling malas ikut acara pesantren kilat. Pasalnya, acaranya lumayan menguras waktu dan tenaga. Biasanya diawali dari pagi hari hingga malam hari seusai sholat tarawih bersama. Cukup melelahkan, apalagi jika diadakan beberapa hari.
Bosannya pesantren kilat wajib diikuti. Guru akan mengabsen kami. Sekitar pukul 08.00 pagi kami dikumpulkan di aula, lalu kami mendapatkan asupan ilmu agama, tadarusan, sholat wajib bersama, dan lainnya.
Adik-adik kelas yang masih kecil biasanya tak tahan duduk anteng mengikuti pesantren kilat. Ada yang asyik bermain hingga dimarahi para guru, atau malah banyak yang tertidur pulas. Waktu siang sehabis sholat Dhuhur adalah tantangan paling besar.
Saat SD, kegiatan ini diadakan setiap tahun. Yang paling tidak menyenangkan itu antri wudhu karena toilet dan keran khusus wudu sangat sedikit. Alhasil antrian sangat panjang. Kami harus buru-buru menyantap takjil karena tak lama kemudian kami sholat Maghrib bersama. Kami juga tak tenang menyantap hidangan berbuka puasa karena sholat Isya hingga Witir akan diadakan.
Kegiatan pesantren kilat ini ada hingga aku kuliah. Namun saat kuliah, sudah tak diwajibkan.
Momen pesantren kilat yang menyenangkan dan berkesan malah saat duduk di bangku SMP. Saat itu kegiatan juga diadakan pada pagi hari hingga malam hari.
Sekitar pukul 16.00 kami sudah merasa bosan dan lelah. Beberapa teman kami yang bandel mulai memikirkan cara untuk kabur.
Kabur dari gerbang depan tentu bakalan mudah ketahuan. Jika ketahuan, maka mereka akan digiring ke ruang guru dan menerima hukuman. Cara yang paling aman yaitu lompat dari tembok samping.
Masalahnya sekolah kami berbatasan dengan rumah sakit. Tembok yang biasa dilompati untuk kabur itu bersebelahan dengan kamar mayat.
Sejak dulu ada rumor seram tentang kelas-kelas di bagian belakang yang bersebelahan dengan kamar mayat. Ada senior yang pernah kesurupan dan cerita-cerita lainnya yang menyeramkan.
Tapi bukankah saat Ramadan, setan dikekang?! Jadi tak bakal ada gangguan mistis. Mungkin itu pikir mereka yang hendak mencari jalan keluar ke sana.
Sementara kami kemudian melanjutkan aktivitas dari berbuka puasa, kultum, hingga sholat tarawih berjamaah, beberapa anak nampaknya sukses kabur dari tembok samping.
Aku tak tahu kabar mereka. Tapi rumornya mereka ketahuan dan kemudian mendapatkan hukuman. Pak guru rupanya jeli memperhitungkan keadaan.
Nostalgia masa kecil saat Ramadan yang kukenang hingga kini tentunya antri tanda tangan dan pesantren kilat. Rupanya kegiatan ini masih dilaksanakan di beberapa sekolah. Jika kebetulan bisa sholat tarawih di kampung halaman dan menyaksikan anak-anak antri tanda tangan ustadz, aku spontan tersenyum lebar. Aku jadi ingat masa kecilku.
Bagaimana dengan kalian, apa kalian juga punya cerita manis atau berkesan tentang masa Ramadan saat kecil?