Ramadan, Pandemi dan Literasi
Ada banyak sebutan disematkan pada bulan ramadan, seperti syahrul qur'an, syahrul tarbiyah selain syahrul siyam. Semua itu tidak terlepas dari aktivitas ibadah yang dilaksanakan oleh umat Islam di bulan penuh berkah.
Saya ingin menyematkan bulan ramadan sebagai bulan literasi sebagai motivasi diri untuk melakukan lebih banyak kegiatan membaca dan menulis. Targetnya setiap hari minimal ada satu tulisan yang bisa menjadi bahan refleksi dan muhasabah diri.
Literasi adalah istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan berbahasa.
Momentum ramadan dapat menjadi pemicu untuk 'memaksa diri' membiasakan membaca dan menulis guna menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
Saat ramadan kita dianjurkan untuk meningkatkan amal ibadah; beramal, bertadarus, mentadaburi al qur'an dan mengikuti kajian di majlis ilmu yang mencerahkan dan mencerdaskan.
Tidak banyak orang memiliki kegemaran membaca dan menulis, apalagi di era sekarang sebagaian besar masyarakat lebih suka menonton dan mendengar.
Allah Subhanallahu wata'ala secara khusus memerintahkan hambanya untuk membaca seperti yang termaktub dalam surat Al-Alaq. ''Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan.''
Pesan ini sangat penting agar manusia memfungsikan sejumlah perangkat indrawi yang Allah Subhanallahu wata'ala anugerahkan, seperti penglihatan, pendengaran, hati, dan akalnya secara optimal.
Dengan membaca manusia menjadi cerdas, berpengetahuan, dan berwawasan luas. Ujungnya dengan kecerdasan seharusnya kita menjadi semakin bijak dalam merespon setiap persoalan.
Karena itu, proses membaca itu harus disertai dengan niat mulia. Sebab, banyak orang cerdas sesudah membaca, tidak memberikan manfaat apa-apa. Bahkan, tidak jarang pengetahuan dan kecerdasan yang dimilikinya digunakan untuk menipu, menjerat, memperdaya, memanipulasi, dan mendatangkan bahaya. Disinilah pentingnya adab agar ilmu yang didapat melalui membaca tidak menjadi sumber kemunkaran.
Sedangkan perintah menulis secara tersirat terdapat dalam surat al alaq ayat 4-5, Alladzii 'allama bilqalam 'yang mengajar manusia dengan pena'. 'Allamal insaana maa lam ya'lam 'yang mengajar manusia apa yang belum diketahui (manusia)'.
Ayat ini dapat dimaknai bahwa Allah mengajarkan dengan pena, mengajarkan tulisan, mengajari manusia tentang beragam hal yang telah diketahui maupun belum kita ketahui.
Aktivitas menulis bisa menjadi jembatan berkomunikasi dengan diri sendiri maupun orang lain. Kebiasaan menulis akan mengasah dan mempertajam kemampuan diri sendiri dalam mencerna setiap informasi. Dengan menulis akan membantu orang lain dalam menghadapi dan memecahkan masalah.
Menulis dapat mengasah daya nalar dan daya ingat, melatih ketajaman untuk berkonsentrasi. Menulis merangsang kreatifitas sekaligus sarana aktualisasi diri. Kemampuan menulis menjadi sebuah prestasi, mendatangkan kepuasan batin serta menambah pengetahuan dan wawasan.
Kembali memaknai ramadan sebagai bulan literasi, tentunya selaras dengan peristiwa nuzulul qur'an, dimana Allah pertama kali menurunkan mukjizat Al qur'an sebagai petunjuk bagi umat manusia. Sulit dibayangkan jika kita sebagai umat muslim malas membaca al qur'an, bagaimana kita bisa menjalani kehidupan sesuai dengan wahyu Tuhan?
Membaca ayat-ayat al qur'an dan mentadaburi ayat-ayat kauniyah, yaitu ayat-ayat Allah yang tersebar di alam semesta melalui ciptaan-Nya. Maksud ayat kauniyah adalah memberikan tanda bahwa Allah itu ada baik seperti yang tercatat dalam kitab Allah maupun melalui tanda yang ditunjukkan makhluk ciptaan-Nya.
Wabah pandemi Corona adalah salah satu ayat kauniyah yang saat ini sedang ditunjukan kepada umat manusia. Virus tak kasat mata yang berbentuk bulat dengan diameter 100-120 nm atau nanometer. Virus corona tidak bisa memperbanyak diri kecuali dengan menginfeksi makhluk hidup, sama seperti virus lain.
Karenanya untuk memutus mata rantai penyebaran virus tersebut, kita dianjurkan untuk mematuhi protokol kesehatan. Menjaga jarak (physical distancing), membiasakan cuci tangan dan memakai masker dalam aktivitas keseharian.
Apalagi kita mulai diseru agar bisa berdamai dengan virus Corona, itu berarti ketika masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dicabut tidak otomatis pandemi telah lenyap dari muka bumi.
Kita bisa menelaah kejadian yang menimpa umat dimasa Khalifah Umar saat terkena wabah penyakit. Ketika itu Khlaifah Umar memerintahkan umatnya untuk pindah ke tempat lain agar terhindar dari wabah. Namun, ada sahabat yang mengatakan bahwa penyakit tersebut adalah takdir Allah dan sudah sepatutnya mereka menerimanya.
Khalifah Umar lantas menegaskan bahwa keputusan untuk berhijrah demi menghindari wabah penyakit adalah upaya untuk mengubah takdir buruk ke takdir baik.
Takdir yang dialami umat saat itu adalah salah satu contoh takdir yang dapat diubah, sedangkan takdir yang tidak dapat diubah adalah kematian dan datangnya hari akhir (kiamat).
Membaca tanda-tanda kekuasaan Allah dan menulis ayat-ayat Allah adalah cara kita untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan. Pada bulan Ramadan kita diwajibkan untuk berpuasa, akan lebih bermakna dengan membiasakan menulis dan membaca. Menyelami setiap ayat al qur'an agar kita bisa memahami dan mengamalkan.
Menulis peristiwa pandemi yang sedang kita alami agar bisa memberi hikmah dan pelajaran bagi orang lain di kemudian hari. Ramadan tak datang setiap saat, selagi kita masih bisa menikmati perbanyak berzikir dan berpikir. Hiasai ramadan dengan budaya literasi, membaca dan menulis ayat-ayat Illahi agar tercipta keselarasan intelektual dan spritual.
Pada musim pandemi kita dianjurkan untuk belajar dari rumah, bekerja dari rumah dan beribadah di rumah. Mungkin kita merasakan banyak waktu luang tersisa, jangan sampai terbuang percuma. Ada banyak cara untuk mengisi, kita bisa mencoba membiasakan menulis dan membaca, sebelum kita mampu untuk mencintainya.**