Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana PAI UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Tradisi Membuat Ketupat Lebaran di Kampung Halaman
Lebaran selalu identik dengan ketupat yang dihidangkan bersama opor ayam atau gulai. Bagaimana cara pembaca mendapatkan ketupat untuk hari raya? Apakah membelinya dari pasar berupa ketupat yang sudah matang? Atau membeli cangkang ketupat kosong dan mengisi dan memasaknya sendiri di rumah seperti saya?
Membuat anyaman ketupat sendiri
Membuat anyaman urung (cangkang) ketupat adalah hal yang paling dirindukan. Terlebih kini saya sudah tinggal jauh dari kampung halaman.
Meskipun bisa membuatnya sendiri di perantauan, hanya saja tidak sama seperti yang sering dilakukan di kampung halaman, Panawangan.
Saya terlahir di Panawangan, sebuah kecamatan yang berada di kabupaten Ciamis. Dimana kota kecil kami ini terkenal dengan makanan khasnya; Kupat Panawangan.
Makanan yang sering ditemukan di hari raya lebaran ini, terbuat dari daun kelapa muda (janur kuning) yang dianyam dengan keterampilan tangan pembuatnya.
Membuat anyaman urung ketupat membutuhkan dua helai daun kelapa muda (janur). Jadi, untuk membuat satu ketupat hanya dibutuhkan satu daun kelapa yang sudah dilepaskan dari lidi.
Cara menganyamnya, dianyam langsung di tangan dengan menggabungkan dua helai janur menjadi anyaman.
Ada dua bentuk ketupat yang biasa dijadikan hidangan lebaran, yaitu ketupat segi empat, yang menjadi dasar bentuk bangun datar, kita dengan istilah belah ketupat.
Ada pula yang bentuknya segi 8. Ketupat segi delapan ini bagian atasnya berbentuk kerucut, tetapi di bagian bawah memiliki ruang yang lebih luas.
Orang Panawangan sendiri, mengharuskan diri untuk bisa membuat ketupat. Meskipun di Panawangan ada banyak pengusaha ketupat yang ramai orderan dari luar daerah, setiap tahun menjelang lebaran.
Sebenarnya mudah saja kami membelinya. Tidak jarang pula orang Panawangan sendiri membeli dan menikmati ketupat dari penjual yang memang teksturnya lebih kenyal dan rasanya lezat.
Penjual Kupat Panawangan memang memiliki trik rahasia yang membuat produknya berbeda dari yang yang lain. Itulah yang membuat Kupat (ketupat) Panawangan banyak dicari orang.
Namun ini bukan tentang kemudahan. Kami lebih percaya bahwa kami orang Panawangan aslilah yang wajib melestarikan budaya kami sendiri. Jadi untuk kami, belum sah menjadi orang Panawangan kalau dalam satu keluarga belum ada yang bisa membuat anyaman urung ketupat.
Saya sendiri terlahir dari orang tua yang bisa menganyam ketupat. Namun saya bisa menguasai teknik anyaman ini karena diajarkan oleh ibu guru bernama Dra. Tuti Nurhayati wali kelas kami saat itu.
Dengan telaten beliau mengajarkan teknik menganyam ketupat ini seorang diri dan semua anak yang duduk di kelas 5 (lima) SDN 1 Indragiri yang berjumlah 20 orang bisa semua.
Karena anyaman adalah pelajaran muatan lokal di sekolah, kami diajarkan berbagai teknik anyaman termasuk membuat hiid (kipas dari bambu), kempis (keranjang ikan), aseupan (benda kerucut untuk kukus nasi) dan anyaman lain, terutama membuat urung ketupat ini.
Tradisi tahunan membuat ketupat
Setiap minimal H-3 lebaran, kami berkumpul di pekarangan rumah untuk sama-sama menganyam urung ketupat. Para tetangga dekat datang dan berkumpul di halaman rumah saya. Saya, ayah, ibu, dan adik sudah terampil membuatnya.
Lucunya, setiap musim lebaran, kami harus menerima kursus dadakan dari tetangga yang ingin belajar menganyam ketupat juga. Al hasil, kerumunan membuat urung ketupat menjadi lebih banyak di halaman.
Kami pun harus berbagi tugas. Ayah dan Ibu menganyam, sementara saya dan adik mendapat giliran menjadi "tutor"untuk mengajarkan "peserta kursus" dadakan.
Hasilnya? Ada yang langsung bisa karena pernah belajar sebelumnya, ada juga yang haru berulang-ulang tetapi tidak bisa, sampai ia menyerah. He he. Namun bersyukur, bahwa tradisi ini masih terjaga di tempat kami, terutama di rumah saya dan tetangga di sekitar rumah.
Bahan anyaman diambil dari pohon Kelapa sendiri
Daun kelapa yang kami gunakan untuk bahan anyaman, kami ambil sendiri dari pohon kelapa di kebun atau pekarangan.
Salah seorang tetangga yang pandai memanjat pohon akan mendapatkan tugas untuk mengambil janur dari pohonnya.
Hal ini pun dimanfaatkan untuk mengambil kelapa muda yang akan digunakan untuk minuman takjil saat berbuka.
Semua datang dan sama-sama membuat urung. Setelahnya kami bagi-bagi setiap orang maksimal mendapatkan 10 urung ketupat yang berukuran besar atau minta tambahan sesuai dengan kebutuhan jumlah keluarganya di rumah.
Ya, walaupun membuat urung ketupatnya belum benar-benar bisa, asal ikut berkumpul di sana, maka pulang dengan membawa urung ketupat yang siap diisi. Karena ketika hari H lebaran, rata-rata satu orang memakan satu ketupat per sekali makan.
Kegiatan ini sangat menyenangkan dan masih terjaga setiap tahunnya di desa kami.
Termasuk kali ini, sebentar lagi mudik dan saya sudah tidak sabar ingin turut serta membuat anyaman ketupat di depan rumah bersama ayah, ibu dan para tetangga. Sambil ngabuburit menunggu buka di hari-hari terakhir Ramadan.
Kalau pembaca, ada yang bisa juga membuat anyamannya juga? Agar lebaran nanti bisa berkreasi dan tidak harus beli.
Semoga bermanfaat.
Content Competition Selengkapnya
MYSTERY CHALLENGE
Instagram Reels
Reportase Kondisi Pasar Jelang Lebaran
Cerita Mudik
Suka Duka Menyiapkan Sajian Idul Fitri
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.
Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025