Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Guru

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

The Eye

13 April 2022   14:19 Diperbarui: 13 April 2022   14:36 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Eye
Koleksi pribadi

"Engkau penaka manik mata penglihatanku. Dan butalah oleh kewafatanmu penglihatan itu.

Siapapun ingin setelah engkau, maka matilah. Sebab yang kutakutkan hanya atas engkaulah."

(Hassan bin Tsabit ra)

Dua baris syair di atas adalah ritsa (syair ratapan) Hassan bin Tsabit atas kepiluan hatinya saat mengetahui kewafatan Rasulullah saw.. Konon syair ini berbulan-bulan berkumandang di langit  Madinah sebagai ungkapan duka tak terhingga penduduknya yang ditinggalkan sang kekasih tercinta mereka, Nabi Muhammad saw..  

Hassan menggunakan diksi as-sawaad li-naazhirii untuk melukiskan bahwa Rasulullah saw adalah laksana lingkaran berwarna hitam pada matanya yang umum kita sebut sebagai iris dan pupil. Kedua bagian ini secara umum dianggap berwarna hitam meskipun sebenarnya justru umumnya berwarna cokelat tua. Hitam dalam bahasa Arab adalah aswad yang seakar dengan kata sawaad dan sauda. Sementara dalam bahasa Inggris umumnya untuk warna hitam pada mata lebih disebut dark atau gelap. Bagian dari mata yang berwarna inilah tempat masuknya cahaya yang bertanggung jawab terhadap penglihatan kita. Dan inilah yang diibaratkan oleh Hassan sebagai hilang daya penglihatannya saat Rasulullah saw. mangkat.

Bagaimana Otak Melihat Apa yang Dilihat Mata?

Menurut laman Sight Savers mata kita bertanggung jawab terhadap 4/5 dari semua informasi yang diterima oleh otak. Namun, menurut Salk Institute meskipun kita seringkali menganggap kemampuan melihat kita sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja, sebenarnya kemampuan ini tersusun dari rangkaian transformasi matematis yang pelik yang bahkan kita belum mampu untuk menirukannya berupa simulasi dalam sebuah komputer, menurut Sharpee. Kenyataannya, lebih dari sepertiga otak kita bertugas secara khusus melakukan analisis gambaran-gambaran visual.

Science Daily mengutip Salk Institute menyebutkan bahwa persepsi visual kita berawal di mata dengan bantuan cahaya dan piksel-piksel gelap. Sinyal-sinyal ini dikirimkan kembali ke otak ke sebuah area yang disebut V1 di mana mereka ditransformasikan agar sesuai dengan batasan-batasan dalam adegan visual. Entah bagaimana caranya, sebagai hasil dari rangkaian transformasi dari informasi ini, kita kemudian dapat mengenali wajah, mobil, dan objek lain dan apakah mereka bergerak [bergerak atau tidak]. Bagaimana tepatnya pengenalan ini terjadi masih menjadi misteri, sebagian karena neuron yang mengkodekan objek merespons dengan cara yang pelik.

Ternyata melihat sesuatu yang kemudian dikenali oleh otak sehingga kita bisa mendapatkan sebuah informasi itu sama sekali tidak sederhana. Meski dalam kenyataannya semua berlangsung begitu saja. Benarlah perkataan para bijak bestari bahwa sesuatu yang sederhana seringkali mengandung hikmah yang luar biasa. Simplex veri sigillum. Kesederhanaan adalah penanda kebijaksanaan.

Metamata

Dari apa yang diajarkan dalam Al-Qur'an kita bisa mengetahui bila selain mata yang terhubung ke otak, ada juga mata yang terhubung ke hati. Inilah mata hati atau mata rohani. Ia ada dalam dada setiap kita. Ia bisa melihat apa yang mata kita tidak bisa melihatnya. Mata rohani memiliki kemampuan jauh di atas otak kita dalam mengindera. Sebagaimana tergambar saat mengisahkan keistimewaan surga, Allah SWT dalam hadits qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra menyatakan:

"Aku (Allah) telah menyediakan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh suatu balasan (surga) yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terlintas di dalam hati." (HR Bukhari)

Untuk tujuan ini pula kita wajib mengalami kematian yang adalah nama lain dari memberikan kesempatan kepada mata rohani kita untuk dapat melihatnya dengan lebih leluasa. Sebab selama hidup ini, roh kita terbatasi dan terperangkap dalam raga kasar ini.

Satu hikmah dari adanya mata rohani ini adalah Sang Pencipta berkenan untuk menampakkan Diri kepada hamba-hamba-Nya secara lebih terbuka di Hari Keabadiaan kelak namun dengan mensyaratkan adanya kematian yang harus mereka jalani.

Sebuah Jendela Bernama Mata

Berbicara tentang mata tentu tidak lengkap tanpa mengulas mata sebagai jendela hati. Ya, mata adalah jendela hati. Menjaga mata semakna dengan menjaga privasi rumah hatinya. Dan, kalaupun jendela itu harus terbuka, maka pastikan yang nampak di baliknya mesti yang terbaik. Untuk alasan ini Islam menekankan pentingnya menjaga pandangan. Istilah yang populer kita kenal adalah ghadhul bashar. Pemeliharaan pandangan akan menjadikan kita terjaga dari pengaruh-pengaruh buruk yang mungkin tertransmisikan lewat padangan mata. 

Saya akan mencoba untuk menilik sebuah korelasi antara metamata dan mata sebagai jendela hati dengan konsep ihsan sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah saw..

Dalam sebuah riwayat yang masyhur dikisahkan bahwa Rasulullah saw yang tengah duduk-duduk bersama para sahabat. Lalu Jibril datang dan menanyakan tentang Islam, Iman dan Ihsan. Saya akan kutipkan pada bagian ihsannya saja:

Jibril berkata: "Apakah ihsan itu?"

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Kamu menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya dan bila kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Dia melihatmu."   

Inilah puncak dari ekspresi metamata yang secara umum diajarkan oleh Islam kepada para penganutnya. Dan inilah jendela terindah dari keberagamaan menurut Islam. Darinya tampak keindahan demi keindahan khazanah kerohanian Islam sebagai Khatamul Adyan (Agama yang Terbaik).

Bidadari Bermata Indah

Mata juga identik dengan bidadari sorga. Al-Qur'an menyebutnya sebagai Huurun 'Iin yang secara awam diartikan Bidadari Bermata Indah. Akan tetapi sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa sorga itu tidak dan bukan seperti yang banyak dibayangkan benak kita. Keindahannya tidak untuk tersentuh oleh angan dan pikiran melainkan sebuah keindahan dalam dimensi yang benar-benar baru.

Lesley Hazleton---seorang Yahudi agnostik---dengan elegan menepis konsepsi sorga yang profan dalam paparannya di TED dengan judul A "Tourist" Reads the Koran. Dengan gaya tuturnya yang kharismatik kadang diselingi humor berkelas, Hazleton sungguh telah berhasil. 

Nampaknya filosofi di balik keindahan mata para bidadari adalah isyarat halus bahwa sejak citra keindahan tergambar secara utuh melalui mata, maka sebagai puncak simbolisasinya adalah mata itu sendiri. Wallahu a'lam!  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Content Competition Selengkapnya

15 March 2024

MYSTERY CHALANGE

Mystery Challenge | Video Youtube to KGNow Semarak Pasar Takjil
ramadan bercerita 2024  ramadan bercerita 2024 hari 5 
16 March 2024
Lokasi Ngabuburit Favorit
ramadan bercerita 2024 ramadan bercerita 2024 hari 6
17 March 2024
Menu Sahur Tinggi Serat
ramadan bercerita 2024 ramadan bercerita 2024 hari 7

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun