Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Guru

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Ramadan: Syahrusy Syifa (Bulan Penyembuhan)

23 Maret 2024   06:03 Diperbarui: 23 Maret 2024   06:20 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramadan: Syahrusy Syifa (Bulan Penyembuhan)
Ilustrasi pengobatan pada era Islam https://id.wikipedia.org/

Sebuah pembelaan terhadap homeopati akhir-akhir ini. "Semuanya ada di dalam air," tulis Mark Smith dalam Can Homeopathy Be Explained by Quantum Physics? Smith mengutip pernyataan Marc Henry, profesor emeritus di Universitas Strasbourg Prancis. Henry adalah seorang ahli dalam bidang kimia dan berpengetahuan luas dalam fisika kuantum.

Fisikawan Italia Emilio Del Giudice, menurut Henry, yang mengusulkan bahwa molekul air membentuk struktur, dan struktur ini kemudian mampu menyimpan sinyal elektromagnetik yang sangat kecil. Selama proses pengenceran homeopati, obat mentah diencerkan dalam larutan air/etanol, diikuti dengan pengocokan yang kuat pada setiap tahap pengenceran. Proses ini mengurangi toksisitas zat asli sambil mempertahankan sifat elektromagnetik zat tersebut. Hal ini seharusnya terjadi bahkan untuk pengenceran yang melebihi angka Avogadro, suatu tingkat di mana molekul zat asli tidak ada lagi. Ini berarti pengobatan homeopati dapat mengirimkan pesan elektromagnetik ke tubuh manusia yang sesuai dengan frekuensi elektromagnetik suatu penyakit. Dengan demikian, hal ini dapat merangsang respons penyembuhan tubuh sendiri.

"Aspek kontroversial dari teori homeopati berkaitan dengan sesuatu yang disebut memori air, kemampuan air untuk menyimpan memori zat yang sebelumnya terlarut di dalamnya-bahkan ketika air telah diencerkan sedemikian rupa sehingga tidak ada jejak yang dapat dideteksi.

Prof. Henry percaya bahwa air memainkan 'peran penting' dalam menyampaikan informasi berkode yang diperlukan untuk membuat homeopati menjadi efektif. Namun, percobaan oleh peneliti lain telah menunjukkan bahwa teori 'memori air' tampaknya tidak dapat diandalkan.

Para ilmuwan berpendapat bahwa konsep memori air bertentangan dengan hukum termodinamika ketiga, yang mengatakan bahwa 'gangguan cenderung maksimal.' Mereka merujuk pada 'model ilmiah yang sudah mapan' tentang atom dan molekul yang bergerak secara acak dalam cairan, sebuah fenomena yang dikenal sebagai gerak Brown. Hukum ini, menurut mereka, akan mencegah ingatan air akan zat yang sebelumnya terlarut yang tidak lagi menunjukkan keberadaannya di dalam cairan.

Di sisi lain, Manzalini dan Galeazzi, dalam sebuah studi tahun 2019, menyatakan bahwa semua organisme hidup adalah 'sistem terbuka' yang bertukar energi, materi, dan informasi dengan lingkungan eksternal, 'beroperasi jauh dari keseimbangan termodinamika.'  

Bagaimana bisa demikian? Mereka menjelaskan bahwa pertukaran semacam itu terjadi melalui interaksi non-linear yang kompleks dari miliaran komponen biologis yang berbeda, di berbagai tingkatan, dari kuantum hingga dimensi makro.

'Sistem terbuka' ini, sebagaimana mereka menyebutnya, menunjukkan sesuatu yang dikenal sebagai 'koherensi kuantum', yang merupakan 'properti yang melekat pada sel hidup, yang digunakan untuk interaksi jarak jauh seperti sinkronisasi proses pembelahan sel,'" papar Smith.

Terlepas dari keraguan yang mendalam dari profesi medis dan farmasi, ungkap Smith, para ilmuwan seperti Prof. Henry percaya bahwa dunia kuantum-dengan segala keunikan dan perilaku anehnya-memegang kunci untuk memberikan penjelasan ilmiah atas apa yang sebelumnya tidak dapat dijelaskan. Untuk mendapatkan penjelasan tersebut, diperlukan dana, dedikasi, dan kemauan untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat apakah homeopati dapat menjadi alat yang dapat diterima oleh komunitas medis umum.

Kita tidak pernah lepas dari kelindan misteri. Bila pengobatan pada masa purba kita anggap misterius, ternyata sistem pengobatan di masa depan pun tak kalah misteriusnya. Homeopati di antaranya yang kini masih dipandang secara skeptis. Misteri, bagaimanapun, kita perlukan untuk menambah sensasi saat menanti pergantian hari.   

Kini, sembari menutup tulisan ini, satu pertanyaan mendesak untuk diajukan: "Sudahkan Ramadan menjadi sarana penyembuhan bagi kita?" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun