Gobin Dd
Gobin Dd Buruh

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Sebab Puasa Jadi Membebankan dan Langkah Antisipasi

30 Maret 2023   09:54 Diperbarui: 30 Maret 2023   10:02 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebab Puasa Jadi Membebankan dan Langkah Antisipasi
Ilustrasi berpuasa. Foto: iStockphoto/yanik88 via Kompas.com

Berpuasa merupakan salah satu praktik hidup yang sudah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu. Menariknya, praktik ini tak hanya melekat pada kehidupan satu agama. 

Tak hanya untuk Muslim dan Kristen Katolik yang lagi berpuasa sementara ini, tetapi juga agama Budha dan Hindu. Bahkan, berpuasa pun sudah menjadi gaya hidup untuk sebagian orang. Motif utamanya untuk kesehatan. 

Sejatinya, berpuasa merupakan salah satu cara hidup manusiawi. Siapa saja bisa berpuasa sebagai cara untuk mengistirahatkan aktivitas fisik kita.  

Salah satu garis mendasar dari berpuasa adalah pengendalian diri. Kita kontrol diri untuk tak makan. Untuk konteks agama, pengendalian diri untuk tak melakukan hal-hal yang tak sesuai dengan ajaran iman kita. 

Dengan ini, berpuasa bukan perihal kontrol tak makan dan minum untuk jangka waktu tertentu. Akan tetapi, lebih mendalam hal itu menyangkut kontrol diri untuk tak melakukan hal-hal yang berseberangan dengan ajaran iman. 

Kontrol diri bukanlah hal gampang. Alasannya, itu tak hanya menyangkut soal kontrol ragawi, tetapi juga soal jiwa. 

Boleh saja, kita mengontrol raga kita untuk tak makan dan minum untuk sekian waktu, tetapi menjadi lebih menantang kala kita juga mesti mengontrol hasrat jiwa kita. Bahkan kontrol untuk tak makan dan minum atau kontrol ragawi kita bergantung pada kontrol kita pada hasrat dan niat diri kita. 

Kita mengontrol hasrat dan keinginan manusiawi kita untuk tak melakukan hal-hal yang berseberangan dengan ajaran iman. Jadi, urusan tak makan dan minum hanyalah salah satu wajah dari berpuasa. 

Oleh sebab itu, berpuasa membutuhkan komitmen yang kuat. Komitmen itu muncul lewat kedisiplinan hidup dan dibarengi dengan kontrol diri. 

Ditambah lagi, soal pola pikir. Pikiran kita tentang berpuasa harus diolah. Dalam arti, kita perlu tahu secara sadar bahwa berpuasa adalah aktivitas yang menguntungkan, bukan saja secara fisik tetapi terlebih khusus untuk jiwa kita. 

Kegagalan berpuasa kerap kali berhubungan dengan pola pikir. Pola pikir nampak ketika kita terlalu melihat berpuasa sebagai aturan agama yang membebankan dan menantang. Sebelum kita berpuasa, kita sudah memikirkan situasi rumit yang terjadi selama rentang waktu tertentu. 

Pikiran itu tentu saja menyiksa. Satu hari berpuasa seperti cambuk yang sangat berat. Apabila pola pikir ini tak dilenyapkan, jadinya berpuasa menjadi praktik yang membebankan daripada yang membebaskan dan menyehatkan raga dan jiwa. 

Pola pikir lain juga saat kita berbuka puasa. Kita makan dan minum selahap-lahapnya seolah itu merupakan kesempatan terakhir kita makan. Padahal, secara kesehatan makan dan minum banyak secara tiba-tiba bisa ikut mempengaruhi kerja organ dalam kita. 

Bagaimana pun, organ fisik kita perlu menyesuaikan diri dengan siklus yang terjadi. Tak bisa dipaksakan dengan makan dan minum sekenyang-kenyangnya. Kita perlu kontrol diri dengan mengonsumsi sesuai kebutuhan dan kondisi fisik dalam menghadapi masa puasa. 

Lebih jauh, kita perlu membangun pola pikir yang positif untuk berpuasa. Misalnya, sewaktu memulai berpuasa, kita menjalankan aktivitas sebagaimana adanya, tanpa terbebankan faktor puasa yang sementara dijalankan. Kita sekiranya tak menghitung waktu antara tutup dan buka puasa. Melihat jam dan memikirkan waktu untuk membuka puasa kerap kali membebankan. 

Beban pikiran itu seperti bagaimana ketika menghadapi rasa lapar, efek lapar untuk kesehatan lambung, dan juga memikirkan kelamahan diri karena lapar. Padahal, faktor pikiran yang membebankan itu pula bisa mempengaruhi kondisi fisik kita. 

Langkah pertama, kita perlu membangun pola pikir. Berpuasa merupakan aktivitas yang menyehatkan jiwa dan raga, bukannya hal yang membebankan. 

Jalani secara normal untuk kontrol diri. Bersikap tenang menjalani aktivitas harian, tanpa terpaku pada pikiran negatif atau juga tentang apa yang mau dimakan saat buka puasa. 

Selain itu, dalam rentang waktu berpuasa, kita perlu melakukan hal-hal yang bermakna, seperti mengisi waktu untuk berdoa, berbagi kasih dengan sesama, hingga berupaya melakukan hal-hal yang mempertebal makna dari berpuasa. 

Salam

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun