RAMADAN Pilihan

Saat Ramadan, Mekkah dan Jakarta Sama Ramainya

28 Mei 2019   16:57 Diperbarui: 28 Mei 2019   17:11 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat Ramadan, Mekkah dan Jakarta Sama Ramainya
Rooftop Masjidil Haram pun padat. Foto | Dokpri

Usai menunaikan ibadah umrah, penulis merasa tergaket-kaget dengan suasana ibukota Jakarta pada saat Ramadan ini lantaran secara fisik kondisi lalu lintas sama parahnya dengan keadaan kota Suci Mekkah. 

Namun tak kalah hebatnya adalah dari sisi non-fisik, yaitu ramainya "mulut harum" yang keluar lantaran melaksanakan ibadah puasa. 

Sudah menjadi "adat", macet mewarnai kota suci itu lantaran berbagai ruas jalan dipenuhi pejalan kaki menuju dan kembali  ke Masjidil Haram. Ketika penulis meninggalkan kota itu, demikian banyaknya jemaah dari berbagai negara menunaikan ibadah umrah. Kondisinya, pengalaman penulis, tak jauh beda dengan ketika puncak haji berlangsung. 

Manajer hotel bagikan sumbangan di jalan. Foto | Dokpri
Manajer hotel bagikan sumbangan di jalan. Foto | Dokpri
Sedangkan Jakarta pada saat Ramadan ini juga diramaikan dengan perilaku orang-orang beringas tampil dalam unjuk rasa 21-22 Mei silam. Tentu saja tak dapat dihindari terjadi kemacetan di berbagai jalur jalan menuju pusat kota Jakarta. 

Yang menarik dari keramaian di Jakarta itu, yang penulis baca dan rasakan dari omongan teman-teman, tetangga sekitar dan berita melalui media massa adalah peristiwa-peristiwa seputar kerusuhan aksi pada 22 Mei 2019 silam dan kelanjutannya.  

Jakarta (sekarang) menjadi ramai karena rasa cintanya publik kepada para tokoh unjuk rasa. Sebut saja tokoh yang kita cintai itu adalah Amien Rais, Kivlan Zen, Eggi Sudjana. Masih ada lagi, seperti Ratna Sarumpaet yang menanti putusan pengadilan. 

Tausiyah dari seorang syeh di Masjidil Haram. Foto | Dokpri
Tausiyah dari seorang syeh di Masjidil Haram. Foto | Dokpri
Orang-orang hebat itu jauh sebelumnya memang sudah lama dinilai lantang, sering melontarkan suara bernada "minor" ke media massa. Kata ulama di kampung saya, mereka pada saat puasa Ramadan ini "harum mulutnya" makin wangi bagai minyak gandas turi. 

Jakarta jadi ramai karena hadirnya rasa cinta tadi dalam diri manusia. Kalau pun kemudian ada yang punya rasa benci, kita harapkan kembali pada fitrah jati dirinya. Pada Ramadan ini, eloknya kita bicara yang baik-baik sajalah. Dan, dengan logika waras, karena kita cinta kepada Amien Rais, misalnya, mana mungkin awak media mau mengutip pernyataannya yang oleh sebagian orang dianggap kontroversial itu. 

Jakarta jadi ramai lantaran adanya penangkapan orang-orang yang bekerja dan mendukung Kubu 02, Prabowo Subianto - Sandiaga S Uno. Termasuk penunggang gelapnya yang membuat rusuh itu. Dalam berita disebut, pegiat media sosial sekaligus Koordinator Relawan IT Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Mustofa Nahrawardaya, ditangkap pihak berwajib. 

Ia diduga melontarkan ujaran kebencian berdasarkan SARA dan/atau menyebarkan hoaks melalui Twitter.   

Jakarta ramai juga terkait berita ancaman terhadap pembunuhan terhadap tokoh nasional oleh oknum polisi yang menyamar saat aksi 22 Mei. Mereka mengenakan baju antipeluru dan membawa senjata laras panjang. Polisi telah menangkap dan tengah menyelidiki siapa pelaku di belakangnya.

**

Macet di Jakarta. Foto | Dokpri
Macet di Jakarta. Foto | Dokpri
Membandingkan keramaian Jakarta dan Mekkah memang tidak tepat. Tapi, jika membandingkan manusia-manusianya yang melaksanakan ibadah Ramadan bolehlah. Mengapa? Karena manusia-manusianya memiliki iman dan ketakwaan dalam menjalankan ibadah Ramadan. Keimanannya sama, yang mungkin membedakan dari sisi kualitas amal ibadahnya saja. 

Di Mekkah, di tengah keramaian orang menunaikan ibadah umrah, shalat tarawih di Masjidil Haram, masih ada orang memberi tausiyah, memberi sedekah kepada para tamu Allah. 

Di Jakarta, di tengah keramaian polisi mengamankan teroris, menangkapi orang yang diduga sebagai pengacau, warga Jakarta juga ternyata tak banyak terpengaruh untuk melaksanakan ibadahnya. Di masjid masih ada yang terawih, shalat berjamaah subuh dan tidak takut ada gangguan gerakan pengacau masjid. 

Tunjukan senjata perusuh. Foto | Kompas
Tunjukan senjata perusuh. Foto | Kompas
Sejatinya, Jakarta juga jadi ramai karena kesibukan polisi di tengah Ramadan ini. Satu sisi ingin memberi layanan dan kesejukan bagi warga, di sisi lain harus menuntaskan dampak buruk yang ditimbulkan aksi bersangkutan. Pemasok senjata aksi kerusuhan belum tuntas, di saat bersamaan polisi harus mengamankan jalannya ritual tahunan penting, yaitu acara mudik. 

Patut kita bersyukur, keramaian kota suci Mekkah masih menginspirasi orang-orang beriman di Jakarta. Sebentar lagi Ramadan berakhir, penulis cuma berharap, mari rebut kemenangan di pekan terakhir ini.

 

Selamat menjalani puasa Ramadan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun