Tips agar Tidak Kalap Belanja Makanan di Bulan Ramadan
Mendengar kata belanja, apa yang terlintas dalam pikiran kita?
Belanja. Yup! Satu kata yang setiap orang pernah melakukannya. Dan pasti senang saat melakukannya.
Belanja memang suatu kegiatan yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Apakah itu belanja pakaian, makanan atau belanja bahan kebutuhan pokok sehari-hari yang lain.
Namun, fenomena kalap belanja kerap terjadi dan mencapai puncaknya pada setiap bulan Ramadan. Dimulai sejak awal datangnya puasa hingga jelang Hari Raya Idul Fitri.
Saya sendiri kerap ikut terjebak dalam arus berbelanja kalap ini. Saat berada di pasar atau mall, misalnya. Pada hari pertama berpuasa, semua yang ada di depan mata rasanya ingin saya beli.
Melihat bertumpuk sayuran hijau, tempe yang masih fresh, tahu, ikan segar, ikan kering, daging ayam, jagung manis, buah-buahan, dan apa saja, tangan saya mendadak antusias memasukkan bahan-bahan makanan tersebut ke dalam tas belanja.
Saya berpikir seolah-olah segala bahan makanan tersebut tidak akan saya temukan dan saya dapatkan lagi esok hari.
Ujung-ujungnya, baru tersadar ketika harus membayar dan uang di dalam dompet terkuras cukup banyak.
Sebenarnya tidak jadi masalah jika bahan makanan yang kita beli memang sangat dibutuhkan. Tapi akan menjadi sebuah penyesalan ketika apa yang terlanjur kita bayar ternyata tidak memungkinkan untuk disimpan di dalam lemari es karena memang bukan jenis barang yang bertahan lama.
Sebagai contoh, saking senangnya melihat sayur mayur dan buah-buahan segar, saya suka membelinya dalam jumlah lumayan banyak. Padahal seperti diketahui, sayur dan buah termasuk jenis makanan yang tidak bisa disimpan terlalu lama di dalam lemari es. Paling juga bertahan dua sampai tiga hari. Lebih dari itu sayur dan buah akan berubah warna dan membusuk.
Demikian juga pengalaman kalap belanja makanan siap saji untuk berbuka puasa.
Suatu petang, sepulang dari kerja, kebetulan saya melewati pedagang takjil di pinggir jalan. Rencana memasak sendiri setelah sampai di rumah mendadak ambyar begitu melihat dagangan yang berjejer menggiurkan di atas meja. Jadilah saya memborong beraneka ragam makanan untuk berbuka di hari itu.
Dan, lagi-lagi, makanan yang kadung saya beli sebagian harus terbuang percuma karena porsinya terlalu banyak dan bukan jenis makanan yang bisa disimpan dalam jangka waktu lama.
Kapok? Jujur, iya. Setelah kejadian petang itu saya mesti berpikir seribu kali untuk belanja makanan dalam jumlah besar. Utamanya makanan yang sudah matang.
Untuk itu saya tak segan mengingatkan diri sendiri agar tidak mudah tergiur serta pandai-pandai me-manage keinginan berbelanja yang berakibat mubazir.
Dan saya pun berinisiatif membuat coretan kecil (semacam list), yang sengaja saya tempelkan di pintu lemari es untuk mengingatkan diri sendiri.
Inilah list tersebut.
1. Belanja ke pasar cukup seminggu sekali untuk membeli bumbu-bumbu dapur, stock telur, ikan kering dan kerupuk mentah. Sayur mayur dan lauk pauk bisa mencegat tukang sayur yang lewat di depan rumah.
2. Merencanakan menu berbuka selama satu satu minggu ke depan. Minggu-minggu selanjutnya bisa dirolling, atau mencari variasi menu lain.
-Minggu ke-1 : Bobor bayam, telur rebus, pepes tongkol.
-Minggu ke-2 : Sup ayam, sambel teri, tempe goreng.
-Minggu ke-3 : Oseng kangkung, ayam bumbu merah, krupuk.
-Minggu ke-4 : Sayur asem, pepes tahu, sayap ayam goreng.
-Minggu ke-5 : Sayur lodeh, peyek teri, tempe goreng, telur asin, sambel bajak.
-Minggu ke-6 : Ikan segar bumbu kuning, krupuk.
-Minggu ke-7 : Ayam geprek, penyet tempe dan terong, krupuk.
3. Sebisa mungkin berusaha memasak makanan sendiri untuk berbuka dan makan sahur. Karena memasak sendiri jauh lebih enak, higienis, fresh dan terjamin kebersihannya.
Nah, dengan cara begitu, saya berharap bisa menghindari belanja makanan secara kalap di luar sana. Selain itu keuntungan lainnya, saya jadi lebih kreatif mengolah makanan sendiri.
Selamat menunaikan ibadah puasa. Semoga selalu dilimpahi keberkahan. Amiiin.
***
Malang, 02 Mei 2020
Lilik Fatimah Azzahra