RAMADAN Pilihan

Aku dan Ketidakhadiran Sang Lain

9 April 2023   12:05 Diperbarui: 9 April 2023   15:38 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku dan Ketidakhadiran Sang Lain
Mendekati cahaya "Sang Lain" (Sumber gambar: pinterest)

Berbeda dengan “Aku” sebagai fantasi atau aliran libido di hadapan “sang Lain:” seorang wanita saleha sedang beribadah dalam masjid menjadi obyek hasrat dari pria saleh dalam kehidupan sehari-hari diganti atau diubah dengan energi puasa Ramadhan secara nyata dan simbolik. Demikian pula, “Monster” memungkinkan dirinya menjelma dalam wujud nyata dan nilai simbolik. 

Lain halnya dengan berkat waktu sebagai tanda yang menguasai manusia masih berada dalam ‘otomatisasi keterlemparan diri, yaitu hitungan mundur, tempat dimana “Aku” tidak dapat didefinisikan lagi. 

Sejauh petualangan “Aku” melihat tidak sebanyak yang “Aku” munajatkan dan renungkan di dalam perjalanan panjangku di tengah obyek-obyek belanja tanpa batas, temaran cahaya lampu kota, dan terik panas di malam hari dari realitas baru menjelma menjadi “sang Lain” (akhir dari metafora). Di situlah, kita memulai suatu perjuangan demi perjuangan di sebelas bulan di luar bulan Ramadhan.

 “Aku” akan membebaskan diriku dari jeratan rantai subyek secara imajiner dan simbolik (seperti orang Kaya melihat depositonya di Bank). Sedangkan, “Aku-di sana” (Heideggerian) hanya mengidentifikasi sebagai orang lemah atau sangat bergantung pada sesuatu yang bukan “Aku berpikir.” ‘Kepedulian’ dan ‘kedirian’ merupakan kabut tebal bagi “Aku” hingga tidak melihat diriku sebagai ‘obyek temporalitas Ada yang meruang’ (melalui medsos, internet, iklan atau dunia virtual) menjadi obyek, akhirnya terjatuh dalam makna yang kosong.

“Aku” kini tidak menyebar, beredar, dan bermain. Hanya “Aku” dan terhadap titik "sang Lain" (the Other, al-Ãkhar, manusia). Tetapi, sepanjang pernyataan-pernyataan secara terbuka dihadapkan pada jejak-jejak ketidakhadiran dan ‘cara identifikasi’ atas “Aku” yang bergumul di antara jejaring metamorfosis. 

Rangkaian tanda-tanda kenikmatan, produktivitas, pengendalian diri, dan pelatihan ruhani agar terbebas dari godaan nafsu angkara murka.

Dari sini, “Aku” tidak hanya keluar dari kesementaraan, tetapi juga keseharian dan kedirian melalui kesenangan pada patahan, reruntuhan, celah, dan tempelan makna dan dunia. Jejaring metamorfosis: ber-Islam, beriman, dan bertakwa dilatih untuk tidak melakukan aktivitas makan, minum, bersenggama atau larangan berbicara kotor dan menonton sesuatu yang membatalkan puasa, tetapi pengendalian atau pembebasan diri dari nafsu birahi yang represif menuju ‘wujud personal-seksual-sosial yang terspiritualkan’ sebagai ajaran utama Ramadhan. 

Kembali ke “Aku.” Dia tidak melebur, tidak menggandakan dan menjelma di antara salah satu subyek dan obyek, kecuali “Aku sendiri” dibentuk oleh diskursus. Bukan hanya Ada-Di sana dan diskursus dalam keseharian, tetapi kata-kata tertulis tertuturkan datang dari teks ilahi yang memikat. 

Teks ilahi bergerak keluar dari tulisan mistis atau religi untuk disaksikan, tetapi tidak terpikirkan. Ada kemungkinan pengetahuan tentang pergolakan nafsu terjadi perubahan terus-menerus yang berlangsung antara “Aku” dan "sang Lain" (manusia). Seseorang melihat tanda-tandanya sendiri, karena tersingkapnya rahasia selera sejalan dengan titik tolak dari nafsu birahi yang membayang-bayangi orang-orang beriman dengan tanda Keilahian.

Sebaliknya, untuk “mengingat” dan “membebaskan” hasrat melalui struktur tatapan tanpa subyek-citra-obyek-layar, titik dimana jaringan ego Cartesian mengorbankan dirinya demi dunia eksternal yang dihindari sudah ada sebelum waktunya. 

Suatu ‘ego’ yang bermain bahaya antara ide dan mimpi, simbolik dan nyata. Ego adalah sebuah karakter paling nyata, yang dilihat dari setiap sudut pandang (bukan “wujud nyata” dari uang).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun