RAMADAN Pilihan

Hasrat dan Nafsu: Akhir Nalar

12 Maret 2024   10:03 Diperbarui: 31 Maret 2024   12:23 1239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasrat dan Nafsu: Akhir Nalar
Ermansyah R. Hindi (DOK.PRI)

Sedangkan tubuh melebihi penampilan itu sendiri yang dimainkan oleh hasrat. Memang betul hasrat tidak tergantung pada nafsu. 

Demikian juga sebaliknya, ia sampai mengekor kepada seluruh pemikiran tentangnya. 

Satu pergerakan fantasi dari nafsu secara otomatis seiring dengan hasrat. Detak jantung yang menandakan kita bisa hidup dari hasrat dan nafsu besar. Nafsu yang menggoda dan hasrat paling nyata melalui tubuh. 

Hasrat sebagai jagat mikro yang tertanam dan menyebar melalui tubuh. Nafsu bukan saja penyeimbang antara tubuh dengan hasrat, tetapi juga saling menopang jagat makro, kehidupan bumi dan benda-benda luar angkasa yang lain. 

Hasrat memasuki kutubnya sendiri dan nafsu juga memasuki kutub yang sama. Atas nama tubuh, warna, bunyi, dan skema yang lain paling mudah dikenal secara dekat.  Begitu juga, hasrat dan nafsu sebagai sesuatu yang nyata. Di balik indera terdapat hasrat dan nafsu bertubi-tubi saling menandakan sebagai sesuatu yang ada dan nyata .

Anehnya, mesin perang sama kuatnya dengan hasrat dan nafsu, yang membayangi tubuh saat terjadi kelengahan fatal.  

Sementara, nafsu membuat penderitaan melipatgandakan kekuatan dirinya. Tubuh diritualisasi dengan hasrat dan nafsu untuk menunda penderitaan.

Hasrat dan nafsu yang terlibat dalam kebebasan tidak lebih dari ilusi. Nah, dari sini, manusia tidak bebas akibat nafsu memerangi nafsu yang lain.

Citra, selera, dan indera menyatu sebatas pengetahuan yang didasari oleh kekuatan persepsi indera atau intuisi. Kecuali hasrat dan nafsu. 

Contoh, sebuah patung lilin dari tokoh fiktif atau nyata, sesungguhnya hal yang nyata juga muncul dalam imajinasi dan teknologi sebagai suatu jeritan dalam dunia seni. Ia bisa dijelaskan melalui lisan dan tulisan sekalian. Daripada sebuah gambar hidup yang terperosok dalam kesadaran palsu ala Nietzsche, mending tubuh ditampilkan kekuatannya demi hasrat yang bergelora dan nafsu yang menggoda.

Tanpa melalui kontemplasi metodis ala Descartes, pikiran tidak akan pernah berakhir pada sesuatu yang pasti dan jelas. Betapapun kita mulai dan sedang berpikir, tidak lebih sebagai hasrat untuk pengetahuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun