Masih belajar Antropologi. Pola pikir induksi yang diadaptasi dari socrates, menghasilkan pandangan yang lebih holistik dari berbagai macam perspektif.
Lebaran, Ketupat, dan Mudik dalam Tinjauan Antropologi
Antropologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari manusia, mengenai interaksi antar manusia, tindakan, hingga terbentuknya sebuah kebudayaan. Antropologi menjadi sangat penting untuk memahami perbedaan yang tercipta antar manusia. Oleh karena itu merupakan hal yang wajar jika terjadi perbedaan pendapat antar setiap individu.
Sama halnya Antropologi dalam memandang sebuah "agama", yaitu sebagai sebuah hasil karya cipta dan karsa dari aktivitas manusia.
Seorang antropolog asal Amerika Clifford Geertz, mengatakan bahwa nilai keagamaan diinterpretasikan sebagai sebuah simbol, yakni; modes for reality yaitu sistem yang membentuk masyarakat ke dalam tatanan tertentu, dan modes of reality, agama dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan perilaku manusia.
Dalam sebuah ritual keagamaan banyak sekali mengandung makna sosial hingga ekonomi yang dipengaruhi oleh kebutuhan manusia itu sendiri.
Misalnya, di Indonesia pada saat hari raya Idul Fitri yang merupakan nilai universal dalam agama islam memiliki banyak campuran lokal di dalamnya, seperti lebaran, mudik, dan halal bi halal yang memiliki arti bagi masyarakat Indonesia.
Dengan adanya campuran lokal tersebut, nilai-nilai agama islam dapat diterima oleh masyarakat, bahkan menjadi sesuatu yang dinantikan. Misalnya saja, siapa sih gak menantikan hari Lebaran? Yang secara universal merupakan hari raya Idul Fitri.
Lebaran yang menjadi momen kebahagiaan bagi semua orang merupakan agenda tahunan, setelah melaksanakan puasa selama 1 bulan saat Ramadhan oleh umat muslim. Kewajiban untuk berpuasa selama 1 bulan bagi umat muslim tentunya tidak mudah untuk disebarkan pada pertama kali sejak kemunculannya.
Penyebaran nilai-nilai agama Islam di Indonesia harus berkembang mengikuti budaya setempat, para penyebar agama islam di Indonesia seperti Sunan Kalijaga melihat bahwa budaya gotong royong sangat tertanam dalam etos semangat masyarakat Indonesia.
Banyak tradisi gotong royong menjelang lebaran yang memiliki nilai-nilai keagamaan dan juga sesuai dengan etos gotong royong masyarakat Indonesia, seperti bersih-bersih rumah, membuat ketupat, bahkan persiapan untuk mudik ke kampung halaman.
Hari Lebaran diartikan sebagai "usai" atau hari kemenangan dengan pintu maaf dan ampunan terbuka lebar bagi seseorang setelah berpuasa, untuk menahan lapar dan hawa nafsu selama 1 bulan. Bisa dibilang hari Lebaran adalah hari kemenangan setelah melaksanakan ujian berpuasa.
Kemudian yang tidak kalah penting adalah ketupat, yang menjadi hidangan utama pada saat lebaran memiliki arti dari Bahasa Jawa sebagai "ngaku lepat" yaitu mengakui kesalahan.
Ketupat yang berbentuk segi empat dari anyaman daun kelapa yang rumit diisikan dengan nasi putih, diibaratkan hati yang suci. Ketupat yang dianyam sedemikian rupa dipersiapkan untuk menyambut Lebaran.
Terakhir, mudik yang banyak mengandung makna dari segi sosial ekonomi, juga menjadi momen yang ditunggu menjelang lebaran. Mudik menurut antropolog Neil Muddler dimaknai sebagai proses migrasi lokal yang berlangsung sementara.
Serta dalam Bahasa Jawa memiliki arti "mulih didik" atau "pulang sebentar".
Oleh karena itu pemerintah Indonesia juga menetapkan hari libur bersama pada saat Lebaran dalam jangka waktu yang cukup panjang, untuk merayakan kegembiraan masyarakat pada saat hari kemenangan. Serta, masyarakat juga dapat mengekspresikan kerinduan dengan pulang ke kampung halamannya.
Bagi seseorang yang merantau karena untuk mencari pekerjaan atau pendidikan, mudik dapat melepaskan kerinduan tersebut. Nilai-nilai seperti silaturahmi dan saling memaafkan terjadi pada saat mereka kembali ke kampung halaman, bahkan dapat lebih mempererat hubungan persaudaraan.
Mereka akan melakukan apa saja untuk pulang ke kampung halaman, menaiki transportasi umum atau kendaraan pribadi meskipun memakan waktu berhari-hari. Pada saat hari lebaran dapat dilihat secara nyata jumlah penduduk di kota-kota besar menurun drastis.
Hal ini juga sejalan dengan pendapat bahwa kota-kota besar dibangun oleh keberadaan para pendatang (Abeyasekre, 1989)
Dari aspek ekonomi, juga terdapat pemerataan ekonomi ke daerah pada saat lebaran, karena mudik mempercepat kontribusi uang dari kota ke desa yang menjadi tempat pemudik pulang (Iriyanto, 2021).
Pemudik akan membagikan kebahagiaan kepada kampung halamannya dalam bentuk THR atau bentuk lainnya.
Tradisi pada hari hari raya Idul Fitri tersebut sejalan dengan nilai-nilai Islam untuk saling memaafkan dan membantu sesama, yang termanifestasikan dalam sebuah wadah lokal bernama Lebaran.
Dengan adanya campuran lokal, setiap tradisi keagamaan dapat hidup berdampingan dengan masyarakat. Agama memanfaatkan budaya dalam proses penyesuaian agar terciptanya sebuah relasi agama dan budaya secara utuh. Sebab, hal tersebut akan mempertahankan nilai-nilai agama tanpa menghilangkan unsur keaslian suatu budaya setempat.