Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.
Cicipi Apfel-Pfannkuchen untuk Berbuka Puasa, Yuk
Indonesia itu kaya sekali, buah lokalnya banyak sampai saya nggak bisa lagi menghitungnya. Pisang, nanas, jeruk, mangga, kedondong, manggis, sirsak, blewah, melon, pepaya, belimbing, cempedak, jambu air, jambu biji, duku, salak ....Rasanya pun sangat matang pohon, lezat. Berterima kasih pada Tuhan Yang Maha Esa bahwa negeri kita ini berada di titik equator, hingga kaya akan sinar matahari yang membuat buah-buahan masak benar.
Di Jerman, saya hanya bisa menghitung dengan jari, buah lokal yang bisa ditemukan; apel, stroberi, anggur, ceri dan mirabel. Kebanyakan impor. Oh, ya. Sekarang ini sedang musim stroberi. Rasa buah yang ternyata masuk kategori kacang-kacangan itu segar dan banyak mengandung vitamin C. Sedap.
Buah Jerman? Ya, Apel!
Kompasianer, masih ingat peribahasa an apple a day, keeps the doctor away? Makanlah sebutir apel tiap hari supaya sehat. Apel dikatakan memiliki kandungan kalori, karbohidrat, serat, vitamin C, kalium, vitamin K, mangan, tembaga, vitamin A, E, B1, B2 dan B6. Kaya sekali, ya?
Buah apel sangat mudah ditemukan di Jerman, hampir tiap hari kami bisa melahapnya. Harganya pun murah. Satu kg dibandrol 1,99 euro atau Rp 30.000 an isi 5-6 butir, yang impor bisa 2,50/kg. Sekitar 40 menit dari rumah, ada perkebunan apel dan anggur di Bodensee. Sembari ke sana, bisa jalan-jalan mengitari danau terbesar di Eropa itu. Indah nian.
Oh, iya. Selain apel bisa dibeli di toko atau swalayan, hampir tiap rumah di kampung kami, ada pohon apelnya. Bahkan anak-anak TK sudah diajari cara menanam apel dari biji. Itu investasi 10-20 tahun mendatang. Bayangkan wajah-wajah semangat mereka melihat biji tumbuh subur di kebun mereka. Di rumah kami ada tiga jenis, Holzapfel/Wildapfel, cox orange dan golden delicious. Karena masih bayi, buahnya hanya bisa dihitung dengan jari. Harus sabar.
Sebagai buah favorit rakyat Jerman karena awet, sepanjang tahun bisa dinikmati, murah dan meriah, apel ternyata punya beragam rasa tergantung jenisnya. Ada yang kecut, ada yang manis, ada yang kecut-manis, ada yang pahit. Suami saya suka jenis cox orange, saya suka pink lady, anak-anak suka Elstar. Jerman paling enggak memiliki 20 jenis apel. Ingat-ingat musim utama apel berbuah adalah September-April dan musim tambahannya adalah Mai-Agustus. Jadinya sama saja dengan Januari- Desember, hujan apel.
Satu hal yang harus diperhatikan waktu membeli apel adalah karena nggak boleh mencicipi seperti di Indonesia (bahkan bisa kena denda), periksa bagian kulitnya apakah berkilau normal atau bersinar seperti ada wax nya. Setelah membelinya, simpan di tempat yang dingin dan gelap, supaya nggak rusak. Kulkas adalah tempat yang ideal kalau kita nggak punya Keller atau ruang bawah tanah tempat nyimpan barang orang Jerman di lantai paling dasar.
Selain memakannya sebagai buah, membuat sebagai salat, menjadi bahan kue atau masakan, orang Jerman kadang membuatnya jadi Muss atau Kompott, bubur apel yang bisa dipakai untuk mengolesi roti, dimakan begitu saja, untuk obat mencret dan kudapan sore.
Baiklah, saya pilih buah lokal yang ada di daerah kami. Buah apel yang sehat, murah dan meriah untuk menu buka puasa kali ini. Buah apel biasa dibuat untuk menambah kesedapan masakan Jerman seperti gebratene Ente (bebek yang diberi isi potongan apel), Apfel-Auflauf (apel campur tepung, gula, kayu manis, susu, gula, minyak dipanggang dalam satu wadah) dan Apfel-Pfannkuchen.
Untuk bebek yang diisi apel masaknya berjam-jam. Jika tidak, rasanya jadi alot. Bebek utuh biasanya akan dimasuki isinya dengan ramuan bumbu dan potongan apel. Rasa apelnya akan menambah kelezatan bebek. Buah apel yang manis menimbulkan aroma yang luar biasa pada dagingnya. Hmmm ....
Sedangkan Auflauf, kami kurang begitu suka, meski bikinnya juga mudah dan nggak lama.
Intinya, saya pilih yang mudah dan cepat saja, Apfel-Pfannkuchen alias pancake apel!
Bahan dan cara membuat Apfel-Pfannkuchen untuk 5 porsi
Bahan-bahan:
- 200 gram tepung terigu
- 200 ml susu
- 2 telur ukuran M
- 2 apel
- 2 sendok makan minyak goreng atau butter/margarin untuk menggoreng kue
- 50 gram gula pasir
- 100 ml air putih bergas (sparkling water)
- 1 set bubuk vanilla
- 1 percik garam
Cara membuatnya:
- Pisahkan telur menjadi dua bagian; putih dan kuning dalam dua mangkok. Aduk putih telur dengan mixer.
- Cuci garpu mixer, aduk kuning telur dan campurkan tepung ke dalamnya.
- Masukkan air mineral bergas, susu, gula, bubuk vanilla, garam. Aduk dengan mixer.
- Masukkan putih telur ke adonan tadi, aduk dengan tangan.
- Kupas apel, potong dadu ukuran kecil.
- Masukkan apel ke adonan pancake, aduk dengan tangan.
- Simpan selama 10 menit di dalam kulkas. Jika tidak, adonan nggak bisa naik saat dimasak.
- Ambil adonan dari kulkas, panaskan penggorengan yang sudah diolesi dengan minyak/butter/margarin. Atau jika memakai cetakan, olesi cetakan dengan memakai kuas dengan minyak/butter/margarin.
- Ambil adonan dengan sendok makan, tuangkan di penggorengan/wajan datar atau cetakan. Setelah adonan berubah warna kuning keemasan, angkat.
- Siap dihidangkan, selamat makan.
Begitu matang, semua berkumpul untuk berbuka. Memasaknya hanya 30 menit sebelum masa berbuka, sudah cukup. Jangan terlalu lama karena jika disantap sudah dingin rasanya beda. Kurang nendang.
"Wahhh ... lezat. Rasanya beda, ya dengan Pfannkuchen yang biasanya." Anak bungsu nyeletuk. Memang berbeda jika mencampuri adonan dengan Kompott atau apel bentuk dadu. Apel yang bentuk lebih besar itu akan terasa rasa buahnya. Segar.
"Iya, kan ada apelnya. Tapi kayaknya kurang manis." Saya memang sengaja mengurangi porsi gula pada adonan. Namanya anak-anak pasti suka yang manis tapi membiasakan mereka nggak terlalu manis, bagus untuk pertumbuhan gigi dan tubuh.
"Bisa ditambah Puderzucker." Kata kakaknya si bungsu. Ia pun mengambil gula halus dari rak dapur.
"Hmmm ... lagi, boleh?" Suami saya sekali ham, sudah habis. Ia tahu, saya membuat 5 porsi.
"Iya, tapi jangan kebanyakan nanti bisa mules." Saya tahu sekali rasanya kalau seharian nggak puasa, lalu kalap makan banyak sampai piringnya menggunung. Paling aman, makan sedikit dulu biar perut nggak kaget. Istirahat, nanti lagi setelah sholat atau setengah jam lagi. Suami saya juga beberapa kali ikut puasa menemani saya. Anak-anak hanya setengah hari, puasa bedug.
Kompasianer, sudah menjadi tradisi sejak nenek moyang orang Jerman bahwa Pfannkuchen ini biasa disantap pada pagi hari untuk sarapan atau ketika acara "Kaffe trinken", ngopi sore-sore. Namun, kali ini, nggak ada salahnya menempatkannya sebagai menu berbuka puasa di bulan ramadan. Berada di Jerman, saya nggak bisa selalu bilang, "Nggak makan nasi, berarti belum makan." Pola makan dan menu masakan yang identik dengan tempat saya merantau lambat-laun mulai teradaptasi. Dengan menambahkan apel pada menu masakan berbuka puasa, inshaallah penyakit minggir.
***
Bagaimana? Sudah ngiler hanya dengan menonton gambarnya saja? Coba kalau menggigit Apfel-Pfannkuchen atau pancake apel ini, hmmmm. Penasaran, kannn? Silakan mencoba menu di atas dan rasakan kelezatannya. Mudah dan cepat, kok. Sebagai makanan pembuka saat berbuka puasa, ini cocok karena rasanya manis dan nggak bikin eneg.
Selamat berbuka puasa dengan Pfannkuchen isi apel. (G76)