Mengupas Fenomena Reuni Bukber yang "Katanya" sebagai Ajang Pamer
Bagaimana dengan puasa tahun ini, apa sudah mulai mendapat undangan bukber (buka bersama)? Mulai dari teman SD, SMP, SMA, kuliah, sampai rekan kerja. Hal ini memang menjadi 'tradisi' yang tak akan terlewat. Meski banyak sekali waktu kosong untuk kita berkumpul bersama teman lama, rasanya tak akan sah jika tak berkumpul di bulan Ramadan.
Bukan sesuatu yang salah sebenarnya. Berkumpul kembali setelah lama tak bertemu ketika buka bersama punya ciri khas dan kenangan tersendiri yang hanya bisa didapatkan setahun sekali. Maka tak heran banyak orang akan berlomba membuat agenda bukber di tempat terbaik dan dengan orang-orang terpilih.
Saking banyaknya jumlah teman, membuat kita harus bisa memfilter kira-kira akan menghadiri undangan bukber yang mana. Karena dipikir-pikir juga tak mungkin kita menghadiri semuanya, kan? Belum lagi kita punya agenda bersama kelurga, ataupun sekadar ingin bukber santai di rumah saja tanpa ke mana-mana.
Sayangnya semakin ke sini makna bukber jadi tak sehangat dulu. Banyak perdebatan terjadi bahwa zaman sekarang reuni seperti ini (khususnya saat bulan Ramadan) bukan lagi jadi ajang nostalgia, namun sebagai ajang pamer. Setiap orang berlomba menceritakan dan menunjukkan pencapaian terbaiknya mulai dari karir hingga kehidupan rumah tangga.
Dari fenomena inilah beberapa orang sengaja memilih untuk tidak ikut berpartisipasi dalam nostalgia bersama kawan lama. Akan terjadi ketidakpercayaan diri jika melihat orang lain, terutama yang seumuran, punya pencapaian yang lebih tinggi dari kita. Maka pilihan tidak ikut tadi menjadi langkah preventif agar tak perlu menyakiti diri lebih dalam lagi.
Jadi harus bagaimana dong? Apakah selamanya kita menolak ajakan buker dari kawan lama?
Tentu tidak sesederhana itu ya, Kompasianer. Di tulisan kali inilah saya mencoba mengupas lebih dalam tentang fenomena ini, langkah apa yang harus dilakukan, serta solusi untuk diri sendiri menghadapi insecurity ini. Tentu ini berdasarkan pandangan pribadi yang bisa jadi akan berbeda dengan pandangan Kompasianer lain. Yuk, langsung check this out.
TIDAK SETIAP UNDANGAN BUKBER HARUS DITERINMA
Hal pertama yang harus diperhatikan adalah tidak semua undangan bukber itu harus diterima. Terlepas siapa yang mengajak dan di mana tempatnya, kamu tak bisa selamanya menghadiri undangan bukber yang sangat banyak. Masih ada aktivitas buka puasa lain yang bisa dimanfaatkan, contohnya bersama orang rumah.
Di samping ada ajang pamer atau tidak, jangan memaksakan agenda bukber jika kamu memang tak ada waktu. Misal hari ini ada undangan bukber yang bertepatan dengan lembur dan mengharuskan menghabiskan waktu lebih lama di tempat kerja. Jika pekerjaan tak bisa di-back up oleh orang lain, maka itu adalah kewajiban yang harus diselesaikan dulu.
Pahami juga skala prioritas atas ajakan kawan lama ini. Jika masih bisa ditemui di lain waktu dan berdomisili di kota yang sama, tak ada salahnya untuk melakukan pertemuan di lain waktu.
LIHAT CIRCLE PERTEMANAN
Hal penting selanjutnya yang harus diperhatikan adalah circle pertemanan. Kita pasti punya dong bestie ataupun geng dari zaman sekolah, kuliah, hingga kerja. Jika sahabat/geng kamu ini justru tidak ikutan bukber karena satu dan lain hal, maka rasanya akan sedikit hambar jika memaksakan ikut.
Meski memang masih ada kawan lain yang bisa kita temui, akan ada beberapa hal yang rasanya kurang berkesan jika tak dihadiri oleh orang yang memang benar-benar lebih dekat dengan kita. Tapi kembali lagi ke pilihan masing-masing ya. Jika masih oke ya bisa saja dilanjut.
TEMAN YANG BAIK TAK AKAN MENGUNGKIT PENCAPAIAN
Ini masih ada keterkatian dengan poin sebelumnya, yaitu tentang teman dekat. Jika kita punya teman yang benar-benar mengerti kita, dia pasti sudah tahu atas segala kondisi yang terjadi di hidup kita sekalipun jarang bertemu.
Hal ini seharusnya menjadi hal yang otomatis diperhatikan, dan teman kita tak perlu mengungkit soal pencapaian yang berlebihan. Cukuplah berbincang santai dengan nostalgia dan topik ringan.
Teman yang baik juga tidak akan membiarkan kita untuk melupakan kewajiban ibadah kepada Sang Pencipta. Jangan sampai temanmu itu menghalangi kegiatan ibadah seperti sholat magrib, isya, dan tarawih.
MEMAHAMI SETIAP ORANG PUNYA WAKTU DAN TEMPATNYA SENDIRI
Ini adalah hal yang bisa kita lakukan jika terlanjur ikut bukber dengan kawan lama tapi malah terlanjur mendengar pencapaian orang lain. Tentu tak bisa dihindarkan dan kita pun tak mungkin menuntut kawan untuk berhenti menceritakan soal pencapaiannya. Itu artinya yang bisa dilakukan adalah dari diri sendiri.
Pahamilah bahwa masing-masing dari kita punya waktu dan perannya sendiri. Tidak semua pencapaian harus diraih sebelum umur 30, tidak semua yang sudah menikah lebih bahagia, dan tidak semua pencapaian dilakukan dengan mudah karena masih ada perjuangan yang dilewati.
Kita juga kan tidak tahu bahwa setiap orang akan memberikan versi terbaiknya di publik, entah secara langsung atau lewat sosial media. Di belakang bisa saja ada kesedihan yang juga dialami. Intinya, tak semua yang terlihat bahagia akan selamanya bahagia.
...
Nah itu tadi pertimbangan yang bisa Kompasianer pikirkan sebelum menerima ajakan bukber dari kawan lama. Saya pribadi pun pasti akan memikirkannya matang-matang sebelum menerimanya.
Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat. Sampai jumpa di tulisan selanjutnya!