Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Lainnya

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Puasa: Belajar Marah dan Taat Sosial

28 Maret 2023   20:24 Diperbarui: 28 Maret 2023   20:42 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puasa: Belajar Marah dan Taat Sosial
Marah bisa melumpuhkan akal, marah yang tepat adalah bermartabat (sumber gambar : Hamim Thohari Majdi)

Marah adalah kebutuhan manusia untuk megekspresikan apa yang terkandung di hatinya, kemarahan yang dipendam bisa menggerogoti jiwa karena ketegangan syaraf-syaraf dalam tubuh pada akhirnya justru sulit untuk mengontrol diri. Marah harus menemukan jalan keluarnya.  

Pernah suatu ketika ada seseorang tiba-tiba terlihat sangat tegang, padahal ia termasuk low profile. Jarang sekali melakukan komunikasi verbal. Telisik punya telisik ternyata sedang dilanda dendam membara, selalu berusaha untuk membalas namun ada halangan yang bernama gengsi, malu dan takut. 

Tidak untuk disimpan dan dipelihara, marah harus menemukan cara agar tidak menjadi gundah, detak jantung yang mengencang, mata memerah siap memangsa, janganlah membiarkan marah menjadikan wujud diri semakin tidak jelas.

Adakah manusia sama sekali tidak pernah marah ? nampaknya sulit sekali mencarinya. Semua orang memiliki rasa marah yang perlu diluapkan dan dilampiaskan. 

MARAH DAN BANTUAN JIN

Ada anggapan marah itu ketempelan "jin", karenanya bertindak tidak dalam ukuran kenormalan (tidak seperti biasanya). Karena marah seseorang yang hari-harinya tidak pernah mengangkat benda-benda berat, lalu benda itu diangkat tanpa harus meminta bantuan, dilempar atau dijatuhkan.

Di zaman kuno mempercayai adanya kekuatan sihir yang melibatkan makhluk bernama jin, memberi bantuan kepada manusia dalam mengatasi problema kehidupan. Termasuk sering merasuk dalam diri manusia.

Bila didapati orang yang marah, dikatakannya oleh para leluhur mereka sedang kerasukan, dikendalikan oleh jin. Karenanya orang marah disebut juga dengan orang "edan", kehilangan akal. 

Dalam konsep kecerdasan emosional, marah adalah bagian dari kecerdasan emosi untuk mengetahui suasana hati "apa yang aku rasakan " dan "apa yang harus aku lakukan", jangan mengarahkan kepada hal-hal supra natural mengaitkan dengan jin ataupun sejenisnya.

MARAH ADALAH ENERGI

Tak sekuat orang yang sedang marah, energinya  berlipat-lipat. Kemarahan bisa menjadikan seseorang bisa dan mampu melakukan apa saja yang sudah matang dalam pikirannya.

 Energi marah membuat seseorang menjadi pemberani, dalam hal ini banyak orang ketika marah istilahnya tidak pandang bulu, siapapun akan di"marah"i  atau menjadi sasaran kemarahan.

Marah menyingkap tirai malu dan rasa "sungkan" terhadap orang yang memiliki kewibawaan. Ketika seseorang sudah mengetahui suasana hatinya, maka ia bisa merasakan dengan penuh kesadaran, lantas mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri, "apa yang akan ku perbuat atas derita marah ini ?" 

Untuk menjadikan marah sebagai energi dahsyat, dimulai dengan kesadaran diri atas  apa yang dirasakan, "sakitnya tuh di sin", ada rasa sakit yang harus disembuhkan, rasa yang harus hilang dari badan. Ketika sudah terasa sakit maka dua pilihan yang harus dieksekusi, dibiarkan dengan segala konsekuensinya atau diolah menjadi sebuah motivasi dan cadangan energi.

Bila pilihannya jatuh kepada cadangan energi, maka perlu membuat perencanaan agar marahnya sesuai dengan obyek, tidak berdampak luas secara negatif dan diusahakan justru menjadi penambah citra diri.

MARAH DAN KONTROL SOSIAL

Ketertiban umum bisa tegak dan ditegakkan dengan marah. Bisa dibayangkan ada seseorang yang melanggar ketertiban umum , lalu dibiarkan begitu saja, maka dapat dipastikan pelanggaran serupa akan berulang dan semakin meluas obyeknya.

Mencegah seseorang melakukan pelanggaran membutuhkan emosi yang berupa marah, mengumpulkan energi dan keberanian untuk mengingatkan.

Ewoh pakewoh, adalah sikap ambigu yang tidak jelas. Khawatir orang lain tersinggung ketika diingatkan. Namun yang tidak pernah atau jarang dipikir adalah logika kebalikannya, misal ketika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan anda dan harusnya anda memberikan reaksi atau respon  keras, namun anda tidak melakukannya karena khawatir orang yang bersangkutan tersinggung. Logikanya anda juga harus bertanya balik "apakah mereka merasa menyinggung perasaan anda", mereka tidak memedulikan anda mengapa anda harus peduli, mereka tidak mengkhawatirkan anda, mengapa anda harus mengkhawatirkannya.

Menyuruh seseorang bolehlah dengan cara yang sabar  atau smooth, namun melarang harus menunjukan ekspresi marah, di sini marah memiliki makna "ketidak senangan: karena adanya pelanggaran atas peraturan, benci karena menciderai peraturan. 

Karena dalam konsep publik speaking di antaranya adalah bagaimana menentukan strategi agar pesan yang hendak disampaikan bisa dimengerti dan adanya respon langsung. Maka memerintah diubah menjadi memohon, butuh komunikasi batin yang halus agar yang diminta tolong atau yang diperintah merasa lega dan senang,lalu dengan riang dan ringan melaksanakannya

Mengapa melarang perlu marah ?, di sinilah rahasianya, bahwa marah memiliki kekuatan dan tekanan kuat dalam berkomunikasi, penekanan perlu diulang-ulang dan penegasan atas pesan yang disampaikan, sehingga penerima pesan mengerti bila pesan yang disampaikan itu diabaikan menjadikannya tidak senang atau benci. 

PUASA DAN PELATIHAN MARAH BERMARTABAT

Jangan pura-pura tidak pernah marah, maka bahagia yang dirasakan juga pura-pura bahagia. Memang jauh lebih baik pura-pura bahagia daripada pura-pura sedih. Kalau kepura-puraan anda menjadi nyata, maka hasilnya akan kecut atau pahit bila kepura-puraanya adalah negatif.

Puasa di bulan Ramadan  itu melatih menahan, secara formal adalah menahan makan dan minum serta berjimak meskipun semuanya menjadi milik sendiri dan halalan thoyyiba. Tapi mengapa dilarang pada waktu yang ditentukan ?, maka hakekatnya adalah membangun hamba-hamba yang taat dan patuh, ini juga berarti menerima perintah dan juga mentaati apa yang dilarang. 

Seperti halnya hak pribadi makanan dan  minuman  dan berjimak, tetapi kepada pemilik isi dunia dan penciptanya haruslah kita tunduk dan memasrahkan kepadaNya. Sama halnya ketika seseorang memiliki hak marah kepada seseorang, maka bisa dilaksanakan dan bisa diabaikan, puasa mengajarkan memilih yang tepat dan paling dibutuhkan atau skala prioritas.

Tidak semua kemarahan harus dituang sedemikian rupa, ada masa dan kadar yang tepat untuk menakarnya. Dengan demikian kemarahan yang memang terpaksa dilakukan dipilih cara yang tepat yang mengena kepada obyek kemarahan, secara jelas bukan dengan sindiran. 

Marah adalah tegas baik ucapan atau kalimat yang diucapkan, bukan untuk menyakiti atau mencari kepuasan, tetapi benar-benar tulus untuk mengingatkan dan mengajak kepada kebaikan bagi diri yang diingatkan dan bagi banyak orang (umum). 

Puaslah dengan marah di waktu yang tepat, dan marahlah sesuai dengan waktu yang ditentukan. Jangan terlambat atau terlalu dini, hasilnya pasti berbeda, rasanya juga berbeda dan kehormatan yang diperoleh juga berbeda. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun