Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331
Stop Razia Menutup Warung Makan-Minum di Bulan Ramadan
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS Al Baqarah : 183).
Puasa atau Shaum adalah menahan diri dari dua syahwat yaitu perut dan kemaluan, serta dari segala yang memasuki tenggorokan mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Hampir pasti setiap bulan Ramadan terjadi keributan dan pro-kontra terhadap razia penutupan atau pengaturan jam operasional warung atau restoran selama bulan puasa.
Lebih bijak pemerintah dan organisasi massa (ormas) yang biasanya melakukan razia penutupan warung seperti restoran, kafe, rumah makan sampai warung kopi pada bulan puasa selama bulan Ramadan 1443 Hijriah.
Tidak perlu ada razia lagi oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemerintah Daerah (Pemda) dan termasuk ormas, karena puasa merupakan ujian keimanan (pribadi) bagi umat Islam khususnya yang beriman dan bertaqwa untuk mengendalikan segala macam larangan di bulan puasa.
Malah banyak daerah menerbitkan atau memberlakukan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang larangan warung-warung atau restoran agar tidak berjualan di siang hari sampai sore.
Perda semacam ini sangat tidak produktif, lebih baik dicabut. Pemerintah daerah seharusnya bisa berlaku bijak dan adil. Setiap peraturan yang berlaku harus diperhitungkan dan mempertimbangkan banyak hal.
Perlu diketahui bahwa tidak semua juga manusia dan umat Islam berpuasa, ada yang sakit, non muslim, dalam perjalanan atau muzafir, dan lain sebagainya. Begitupun yang melaksanakan puasa, ya ujian bagi dirinya bila warung atau restoran tetap terbuka.
Bila mampu menahan napsunya, semakin berkualitaslah puasanya. Juga tidak ada dalil melarang membuka warung makan-minum di bulan ramadan. Keimanan susah diuji bila memang warung di tutup dan juga kita tidak berlaku adil bagi pedagang dan yang tidak berpuasa.
Seorang mukmin misalnya berpuasa di negara minoritas muslim maka akan memiliki nilai lebih dibandingkan di negeri mayoritas muslim. Sama seperti mereka yang berpuasa di tengah lingkungan yang memperbolehkan warung untuk buka di siang hari.
Urusan puasa (wajib) itu kaitan manusia dan Tuhan-Nya. Sementara puasa (sunat), untuk manusia itu sendiri. Sebelas bulan manusia diberi kesempatan atau momentum untuk puasa sunat (baca: puasa untuk pribadi manusia itu). Ya tiba bulan Ramadan, maka perbaikilah kualitas puasa kita karena Allah Swt.
Pada saat puasa sunat, manusia tetap menjaga napsunya termasuk keinginan makan-minum, walau warung tetap terbuka. Jadi sesungguhnya tidak ada pengaruh warung untuk tetap membiarkan warung terbuka. Karena persoalan puasa merupakan ujian iman dan taqwa seorang mukmin.
Allah Azza Wajallah tidak memanggil semua umat Islam untuk berpuasa, tapi yang dipanggil hanya orang-orang yang beriman. Bagi yang berpuasa, bukan hanya mendapatkan pahala, saat menjalankan puasa seseorang juga akan mendapatkan manfaat kesehatan.
Puasa Ramadan dikaitkan dengan perubahan signifikan dalam komposisi tubuh, asupan makanan, dan pola tidur yang merupakan indikasi positif dari segi kesehatan.
"Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur." (QS. Al Baqarah: 185)
Nah coba kita memulai sesuatu urusan dengan mengerjakan penuh ihlas, termasuk berpuasa di bulan ramadan. Tanpa harus menutup warung, ingat bahwa berpuasa itu bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tapi semua napsu negatif harus dipuasakan.
Maka rugilah umat Islam bila tiba masa bulan Ramadan tidak melaksanakan kewajiban puasa (baca: untuk pengakuan atas kuasa Allah Swt), namunpun bisa diganti pada bulan lainnya bila di bulan Ramadan berhalangan. Allah Swt Maha Mengetahui lagi Bijaksana.
Menutup warung berarti menghalangi orang tidak makan-minum bagi yang tidak puasa, sekaligus merugikan orang yang mencari nafkah yang memang kerjaannya menjual makan-minum.
Jauh lebih penting sebenarnya adalah menguji iman dan taqwa manusia yang berpuasa bila kesempatan makan-minum tetap ada, tapi mereka tetap berpuasa. Justru di situ hakikat kualitas puasa sesungguhnya, maka pemerintah bebaskan saja pedagang yang ingin menjual makanan di bulan puasa.
Hanya saja warungnya tetap jangan fulgar, untuk menghormati yang berpuasa. Karena pada momentum tersebut berpotensi semuanya saling berbuat dosa.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), bahwa per 31 Desember 2021 tercatat jumlah penduduk Indonesia yang memeluk agama islam sebanyak 237,53 juta jiwa dari 273,32 juta jiwa.
Dari data tersebut diatas terdapat 86,9% masyarakat Indonesia beragama islam. Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk beragama Islam terbesar di dunia dan tidak semua penduduk beragama Islam tersebut melakukan puasa.
Bagi pedagang warung makan-minum, perbaiki niatnya saja, kalau niatnya untuk menyediakan makan bagi orang yang tidak puasa (musafir, non muslim, dan lain sebagainya), hukumnya mubah atau boleh. Termasuk pada Satpol PP dan lainnya, jangan lagi ada razia.
Selamat menunaikan ibadah puasa, semoga diberi kesehatan dan kekuatan dalam menjalankan rangkaian ibadah-ibadah di bulan suci Ramadan. In Syaa Allah berkah, Aamin.
Jakarta, 1 April 2022