Jangan Biarkan Rasa Takut yang Menduduki Singgasana
Dalam momen ramadhan ini, semoga kita semua selalu dalam ketaatan untuk terus melakukan kebenaran. Semangat untuk terus menumbuhkan kebiasaan baru ataupun memupuk kembali kebiasaan yang sudah terbentuk.
Juga semangat untuk saling mengingatkan dalam segala hal. Karena itulah, saya ingin katakan bahwa tulisan ini bukanlah sebuah bukti keluasan akan wawasan. Aku menyadari bahwa aku adalah hamba yang fakir akan ilmu. Hanya saja dorongan untuk berbagi inspirasi sehingga sebisa mungkin meluangkan waktu untuk menuliskan inspirasi.
Terutama inspirasi tentang keberanian. Mengingat banyaknya fakta yang menunjukan bahwa betapa banyak orang yang tidak memiliki keberanian dalam dirinya. Sehingga tangan dan kaki seolah menjadi kaku, lisan menjadi bisu, pikiran pun menjadi buntu.
Jangan biarkan ketakutan menjadi raja di dalam diri. Sebab pedang yang di asah ribuan tahunpun tidak akan berguna bila yang berada di atas singgasana adalah ketakutan.
Fakta Yang Perlu Dicermati
Berapa banyak orang yang dapat kita lihat, memiliki keterampilan yang mumpuni namun rasa-rasanya keterampilan itu hanya bisa membuat mereka bertahan hidup. Mulai dari keterampilan menjahit, keterampilan mencukur, keterampilan di bidang otomotif, dan masih banyak keterampilan lainnya.
Tapi kok, tidak membawa kemajuan? Masih tetap saja menggantungkan hidup pada orang lain. Hidup di ujung jari orang lain. Setiap hari bekerja untuk menyenangkan hati si bos. Waktu untuk berkumpul dengan keluarga pun hanya sedikit bahkan boleh di bilang tidak ada kesempatan untuk bermain atau hanya sekedar bercanda dengan si buah hati.
Lantas penyebabnya apa?
Kita tahu bahwa seharusnya keterampilan yang dimiliki bisa dimanfaatkan untuk melakukan sesuatu yang bisa menjamin masa depan yang indah. Contoh keterampilan mencukur, maka anda bisa membuka usaha sendiri dan menjalankannya.
Bayangkan ketika sudah memasuki usia lanjut, anda hanya perlu mengelola usaha yang dibangun sejak masih muda. Tapi ketika tidak berpikir dari sekarang maka tunggulah momen keterpurukan ketika kita tak mampu melakukan lebih banyak hal.
Ternyata penyebab utamanya adalah ketakutan dalam mengambil langkah baru.
Ketika ketakutan itu sudah bersarang dalam hati maka akan berpotensi melahirkan banyak prasangka yang mendahului Tuhan. Setiap ide yang lahir dari kerabat, teman, keluarga, dianggapnya sebagai suatu kegilaan. Hingga akhirnya memilih berdiam di tempat yang dianggapnya aman dengan tetap bekerja pada orang lain.
Tapi tanpa ia sadari bahwa pilihan itu jauh lebih beresiko sebab orang hanya akan menggunakanmu pada masa kuatmu, ketika sakit dan tubuh sudah mulai lemah maka akan mencari orang lain yang lebih kuat untuk menggantikan posisimu.
Karena itu, ketakutan bisa menjadi pengubur mimpi. Semua saran menjadi tak masuk akal. Seperti ada kekuatan dalam diri yang menolak semua informasi atau ide yang baik untuk masa depan. Entah terlalu nyaman dengan kondisinya sekarang ataupun alasan lain.
Tapi perlu disadari bahwa itu adalah salah satu jebakan. Sebab waktu akan berputar dan keadaan demi keadaan akan berganti, umur pun akan semakin banyak, tenaga akan berkurang, dan dalam kondisi tertentu kita tidak bisa lagi melakukan lebih banyak hal bahkan kemampuan untuk berpikir juga semakin menurun.
Dalam fase tersebut, mungkin hanya mengharapkan anak yang bisa membantu untuk terus bertahan hidup. Tapi kita tahu bahwa tidak sedikit anak yang tidak peduli dengan orang tuanya. Apabila itu terjadi maka akan menjadi derita panjang untuk para orang tua. Saat itulah kita mulai menyesali kesalahan di masa lalu karena tidak mempersiapkan diri saat memasuki usia lanjut.
Analogi Seorang Ibu tentang Keberanian
Melihat fakta yang ada, aku teringat dengan novel di Di Bawah Bayang-Bayang Ode karya Sumiman Udu, percakan antara seorang ibu dengan anak. Ibu yang memberikan motivasi berupa analogi kepada anaknya agar memiliki keberanian. Berikut kutipannya:
"Pernahkah kau melihat atau mendengarkan cerita buah kelapa yang tumbuh walaupun masih di atas pohonnya? Ia memiliki keberanian untuk hidup walau ia tidak tahu di tanah mana ia harus hidup."
Analogi dari kutipan tersebut, seolah menjadi sebuah pertanyaan untuk kita semua. Mengapa buah kelapa saja memiliki keberanian untuk tumbuh sedangkan kita manusia yang dibekali dengan akal tapi masih belum berani dalam membuat keputusan untuk hidup lebih maju?
Selain itu, juga mengajarkan bahwa hidup harus selalu ada keberanian. Mulai dari keberanian mengambil keputusan hingga keberanian dalam menerima resiko atas keputusan yang diambil. Bahkan Ali bin Abi Thalib pernah berkata bahwa apabila anda terlalu memikirkan resiko dari setiap tindakan maka anda tidak akan pernah menjadi orang yang berani.
Tidak berlebihan apabila mulai saat ini, kita berpikir sedikit lebih maju. Bila dahulu kita hanya sebagai seorang karyawan di bidang mekanik maka tidak salah bila mulai dari sekarang kita sedikit lebih berani untuk berpikir bagaimana membuka usaha sendiri dan belajar mengelolanya dengan baik sehingga kita tidak akan lagi hidup di ujung jari orang lain.
Kita tahu bahwa semua aspek kehidupan selalu membutuhkan keberanian. Untuk menjadi pengajar juga mesti ada keberanian untuk berhadapan dengan anak didik, untuk menjadi pengusaha mesti ada keberanian untuk menghadapi resiko bangkrut yang mungkin terjadi. Singkatnya, untuk menjalankan ide yang brilian mesti ada keberanian untuk memulai langkah pertama. Semua mesti didasari dengan keberanian.
Berapa banyak orang yang kita dapati, tidak bisa berkembang karena mereka tidak memiliki keberanian untuk memulai langkah baru. Mengharapkan kehidupan yang lebih maju tentu saja diperlukan keberanian untuk mengubah mindset baru dan kebiasaan baru. Sekali lagi mesti ada keberanian. Karena itulah penting untuk memupuk keberanian dalam diri sebab sukses hanya bisa diraih dengan modal keberanian.