Gudeg Yogya di Antara Jelajah Menu Nusantara
Sesungguhnya, gudeg merupakan sebuah masterpiece masakan Jogja. Di samping keterampilan, dibutuhkan kesabaran dan ketenangan dalam memasaknya. Tidak bisa kemrungsung. Dari pemilihan bahan hingga cara dan proses pengolahannya pun tak boleh sembarangan.
Penjual gudeg adalah 'maestro' yang mengkonsentrasikan dirinya pada kepuasan pelanggan. Mereka bersaing dalam menciptakan gudeg dengan citarasa terbaik, bukan dengan cara-cara lain.
Gudeg yang dikenali dari brand image nama perintis atau penjualnya antara lain gudeg Djuminten (di Asemgede), Bu Achmad (Barek), Bu Lies (Wijilan), dan Bu Tjitro (Laksda Adisucipto dan Janti).
Gudeg Jogja sebenarnya memiliki dua varian berbeda, yaitu gudeg basah dan gudeg kering yang masing-masing memiliki penggemarnya sendiri-sendiri. Gudeg basah penyajiannya dilengkapi dengan sayur, daun singkong, dan sambal krecek pedas, sedang gudeg kering disajikan dilengkapi sambal goreng krecek tidak berkuah, areh, dan cabe rawit rebus.
Gudeg basah berwarna tidak terlalu merah, berbeda dengan gudeg kering yang berwarna coklat kemerahan. Hal ini terjadi karena gudeg kering terdiri dari tahu dan tempe yang dibacem kering, telurnya dipindang sampai serta proses memasaknya lebih lama sehingga memunculkan warna kemerahan. Ini yang juga menyebabkan gudeg kering mempunyai daya tahan yang agak lama.
Menurut salah seorang penggemar gudeg, Sri Harini, yang acapkali mengirimkan gudeg ke Jakarta untuk sanak famili, gudeg basah pun, seperti gudeg Djuminten, cukup tahan lama.
"Ini mungkin tergantung dari cara memasak atau proses penataan di kendil. Sekarang ini kuah gudeg sering diplastiki tersendiri," jelas ibu pemilik catering Dapur Orchid Garden di wilayah Jaban, Sleman.
Gudeg Yu Djum
Dimulai pada tahun 1950-an, diawali dengan usaha Yu Djum berjualan rumput yang hasilnya ditabung dan kemudian dibelikan peralatan berjualan gudeg. Gudeg kering menjadi pilihan karena bisa tahan sampai 24 jam.
Berbagai wadah disediakan untuk tempat gudeg ini: kardus, besek, maupun kendil, yang selalu dilambari daun pisang, bukan kertas minyak atau foil tahan panas. Daun pisang menjadikan gudeg beraroma khas.
Proses pembuatannya diawali dengan mengolah nangka muda (gori), diberi bumbu-bumbu standar seperti pembuat gudeg lainnya. Hanya saja, proses memasaknya menggunakan kayu bakar. Gula yang digunakan adalah gula merah murni dari Wates atau Purworejo dan garamnya memakai garam kristal.