Mahéng
Mahéng Penulis

Saat ini, selain tertarik mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat, ia terus belajar menulis serta sangat terpikat pada jurnalisme dan sastra. Perspektifnya sangat dipengaruhi oleh agama dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Ramadan dan Olah Rasa: Menggali Makna Puasa Lewat Sastra bersama Joni Ariadinata di Sekolah Kebon

25 Maret 2024   12:52 Diperbarui: 26 Maret 2024   05:06 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramadan dan Olah Rasa: Menggali Makna Puasa Lewat Sastra bersama Joni Ariadinata di Sekolah Kebon
Suasana Ngopi Ramadan di Sekolah Kebon. Foto: Dokumentasi Ponpes Bil Qolam. Foto: Dokumentasi Ponpes Bil Qolam.

"Ini rumah Pak Joni?" tanya saya imbang-imbangan.
"Eh, Mas Mahéng, sendirian aja?" tukas Siva sambil melipit telekung.

Jarum jam telah menunjukkan pukul 15.59, suasana di Sekolah Kebon masih nyenyat. Hanya beberapa orang yang terlihat duduk-duduk di teras, berbincang santai.

Ketika jam menunjukkan pukul 16.15, tanda-tanda acara dimulai masih belum terlihat. Para peserta Ngopi Ramadan masih berdatangan dan mengisi ruang. 

Akhirnya, sekitar pukul 16.33, Moh. Asy'ari, moderator diskusi, baru menyalakan pengeras suara sebagai tanda acara dimulai.

SAYA TERINGAT apa yang disampaikan KH A Mustofa Bisri (Gus Mus) tentang olah dzauq (rasa), bahwa orang yang tidak punya dzauq tidak akan paham sastra. Maka, berbicara tentang sastra adalah tentang mempertajam rasa, sehingga kita tidak mudah menyakiti pe-RASA-an orang lain.

Saya sendiri tidak terlalu gemar (kadang-kadang saja) marah-marah soal ontime karena masih memikirkan perasaan mereka yang tidak bisa tepat waktu. 

Memang ada yang bilang on the way tapi ternyata masih di kasur. Tapi ada juga yang tidak bisa ontime karena pekerjaan, kuliah, atau jarak. Rasanya mungkin saja.

Kiai Muhammadun, pengasuh Ponpes Bil Qolam, dalam sambutannya saat membuka acara mengatakan, "Kita ditempa di bulan Ramadan ini oleh rasa, mulai dari niat puasa sampai menjelang buka semuanya adalah tentang rasa."

Hadits-hadits tentang puasa pun berbicara tentang rasa. "Siapa yang memberi buka orang lain (berarti) punya rasa peduli."

Sebab itu, belajar rasa, atau dalam konteks ini sastra, adalah belajar memperhalus perasaan: empati. Penting bagi kita agar mengalami Ramadan bukan sebagai rutinitas biasa, tetapi dengan 'rasa istimewa'.

Senada dengan Kiai Muhammadun, Joni Ariadinata berbenguk dengan generasi Z yang "dididik oleh mesin" atau "diasuh oleh teknologi" sehingga kehilangan "rasa". Dampaknya luar biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun