Indah Gayatri
Indah Gayatri Freelancer

Rayakan Perbedaan

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Adakah Masjid yang Ramah untuk Semua Orang?

23 April 2021   19:49 Diperbarui: 23 April 2021   19:53 4045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adakah Masjid yang Ramah untuk Semua Orang?
Ilustrasi jamaah beribadah di dalam masjid. (Credit: Rifky Nur Setyadi/Unplash)

Meskipun Indonesia dikenal dengan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, dan tentunya memiliki ribuan masjid, namun hanya sedikit yang ramah bagi masyarakat umum. Terlebih bagi orang asing yang hendak menginap sementara atau beristirahat sejenak.

Sebagian besar justru kita temui masjid dalam keadaan terkunci rapat. Hanya ada aktivitas ketika waktu shalat saja. Selebihnya hanya menjadi bangunan tanpa manusia.

Toh, kalau kita nekat menginap di sana pasti akan disuruh berpindah. Tak jarang bahkan untuk beristirahat saja, misalnya tidur sejenak setelah perjalanan, akan dihampiri oleh marbot agar tidak tiduran.

Entah mengapa, kini masjid terasa begitu asing dan jauh dari umatnya sendiri. Masjid tidak lagi menjadi tempat yang terbuka bagi siapa saja.

Di sisi lain, tempat hiburan justru terbuka begitu inklusif dan tersedia non-stop selama 24 jam. Ini sungguh ironis, bukan?

Apakah saat kita lelah, dan ingin mencari rumah Tuhan harus berbalik arah kesana?

Padahal, masjid selain sebagai tempat ibadah, tentunya memiliki fungsi yang lebih luas dari itu. Terbukti bila kita meninjau kembali sejarah umat Islam di masa Rasulullah dan para penerusnya dulu.

Masjid kala itu ditempatkan sebagai pusat peradaban, dimana di dalamnya terdapat berbagai aktivitas dan terbuka bagi siapa saja, seperti aktivitas belajar-mengajar (pendidikan), pusat perekonomian umat, kegiatan sosial, hingga pemerintahan.

Singkat kata, masjid menjadi "hub" bagi umat. Andaikata dari 741.991 masjid dan mushola yang ada di Indonesia (Data Kemenag, 2020), setidaknya ada setengahnya saja yang memiliki fungsi sosial-ekonomi seperti itu, maka ada berapa banyak potensi yang bisa dikembangkan bagi bangsa ini?

Fenomena inilah yang disindir dengan cerdas dalam episode perdana web series Atap Padang Mahsyar (APM), yang baru saja rilis hari ini, Jumat (23/4). Pada momen ini, jujur saja, saya diajak berpikir dan merenung terkait fungsi masjid bagi umat Islam.

Hal itu karena pada episode kali ini, APM diawali dengan adegan seorang pemuda yang tengah melakukan perjalanan. Saat itu, dia teringat pesan dari Ibunya, jikalau lelah dalam perjalanan, maka cari dan istirahatlah di rumah Tuhan.

Kata ibunya, masjid adalah sebaik-sebaiknya tempat istirahat, sebelum kita benar-benar kembali kepada-Nya.

Namun, ketika Arul (nama tokoh anak muda itu) mencari masjid untuk singgah selalu tidak bisa. Sebabnya, karena pagar atau pintu masjidnya selalu terkunci.

Dia pun berkeliling ke banyak masjid yang terlihat mentereng tetapi sama saja. Tak bisa untuk beristirahat, apalagi menginap bagi orang asing.

Hingga dia bertanya ke warga, dan diberitahu ada satu mushola yang bisa disinggahi. Ia pun bergegas ke sana, dan ditemuinya Mushola Baiturrahman.

Benar! Di sana mushola yang tidak begitu bagus ini pintunya tidak terkunci. Dia pun tidur di sana.

Namun tak lama kemudian dia dibangunkan oleh seseorang. Arul pun kaget karena dikira disuruh pindah. Ia pun mengomel tak karuan.

Ternyata, dugaannya salah. Orang yang bertampang seram dengan rambut gondrong itu tidak memintanya pergi, tetapi hanya memintanya pindah. Musababnya, tempat yang digunakan tidur oleh Arul tadi atapnya sudah lapuk. Takutnya justru akan menimpa Arul ketika ada angin besar.

Meski adegan di atas terkesan singkat, tetapi memiliki pesan yang kuat. Setidaknya bagi saya. Ia tepat memotret fenomena sosial terkait susahnya mencari masjid yang ramah bagi musafir dan paradoks fungsi masjid selama ini.

Paradoks itu terlihat ketika masjid-masjid yang terlihat mentereng justru sangat ekslusif dan menjauhi umatnya, tetapi sebaliknya mushola yang terkesan reyot dan sederhana itu justru benar-benar mengamalkan asma Tuhan, yakni Baiturrahman atau Rumah Sang Maha Pengasih.

Mushola yang reyot justru bisa disinggahi oleh siapa saja. Pun memberikan ruang dan kesempatan untuk semua orang tanpa memandang latar belakangnya. Bukankah itu sebagaimana salah satu asma Allah, Ya Rahman?

Banyak hikmah lain yang bisa kita pelajari dari episode perdana Atap Padang Mahsyar ini. Pun ceritanya juga menjejak dengan keseharian kita. Sebagaimana diklaim sutradaranya, M. Dedy Vansophi, bahwa kisah ringan penuh hikmah ini memang diangkat dari cerita jalanan.

Atap Padang Mahsyar akan menemani kita setiap menjelang berbuka puasa selama Bulan Ramadhan, atau pukul 17.30 di channel Youtube Aksi Cepat Tanggap.

Semoga tayangan penuh hikmah seperti ini bisa menjadi tuntunan bagi umat Islam di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun