Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com
Jalan Lurus: Iman yang Dinamis dan Amin yang Konstan
Iman berarti kepercayaan total kepada Tuhan. Nurcholish Madjid sebagai tokok muslim yang saya kenal dari buku-bukunya berbicara sangat menarik tentang iman. Iman sebagai tema sentral dalam bukunya "Pintu Menuju Allah."
Meskipun demikian, iman tidak dilihat hanya sebagai sikap percaya saja, sebagai bagian dari iman kita (kehendak Allah, melainkan harus didukung oleh ilmu yang benar untuk mewujudkan kehidupan yang baik dalam kenyataan hidup sehari-hari.
Sebuah gagasan yang menarik bahwa iman berarti bergerak menuju kepercayaan pada Tuhan atau (menaruh kepercayaan) kepada-Nya, untuk menginternalisasi kehadiran Tuhan (menghayati), dan untuk mengenali asal usul dan makna hidup (menyadari).
Oleh karena itu, sebenarnya dalam agama apa saja, ada hal yang sangat penting yakni panggilan untuk menjaga kemurnian iman. Melalui iman itulah orang membangun jalan menuju awal yang baru dan kebahagiaan batin. Ya, kemurnian iman itu selalu dalam kaitannya dengan tiga hal di atas: menaruh kepercayaan, menyadari dan menghayati.
Iman akan mendatangkan rasa aman. Dari literatur yang saya baca ternyata refleksi tentang hubungan iman dengan amin yang dipahami sebagai rasa aman itu punya referensinya dalam Al-Qur'an (Q 6:87). Hal yang penting bahwa melalui iman itu orang akan dibimbing kepada jalan yang lurus.
Iman tentunya bukanlah suatu ukuran terkait jumlah atau kuantitas yang kaku dan tak tergoyahkan, melainkan terus berubah, bahkan punya pasang surut. Artinya: Dalam waktu tertentu, iman bisa menjadi sangat dalam, tetapi bisa juga menjadi sangat dangkal. Hal ini karena iman selalu berkaitan dengan sikap batin atau hati manusia.
Dalam bahasa Indonesia disebutkan istilah "kalbu." Kata "kalbu dalam bahasa Indonesia itu berasal dari kata bahasa Arab (qalb) yang berarti timbal balik. Timbal balik dalam kaitan dengan tulisan ini tidak lain adalah timbal baik berupa sebuah dialog literer baik itu firman Tuhan dan juga dengan tradisi yang diwariskan kepada para rasulnya.
Dari pola timbal balik itulah, orang mengenal apa yang namanya dinamika, sesuatu yang bergerak, bisa pasang dan juga bisa menjadi surut.
Saya jadi ingat bagaimana sulitnya menyetir mobil di Flores, hal ini karena jalan raya di sana yang berliku dan juga bergelombang. Gambaran tentang dinamika iman kita, barangkali bisa diumpamakan seperti itu.
Jalan berliku itu adalah bagian dari kenyataan hidup manusia yang berbeda-beda setiap hari. Dari kenyataan kehidupan yang berbeda-beda itulah kita perlu punya pegangan atau prinsip "jalan lurus."
Jalan lurus di sini berarti pedoman hidup yang menjadikan hidup kita lurus, yakni Firman Allah dan tradisi agama kita masing-masing. Saya percaya bahwa apapun gelombang hidup ini, jika kita punya pegangan pada Firman Allah dan tradisi, maka hidup kita tidak dibawa oleh amarah dan perasaan semata. Bahkan bisa saja menjadi seseorang lebih mampu menghargai orang lain yang punya pikiran dan pendapat berbeda.
Untuk mendekati prinsip "jalan lurus" itu sangat dibutuhkan kerja keras berupa komitmen yang konsisten (istiq-mah).
Nah, dalam arti seperti itu manusia punya tanggung jawab untuk menjawab Amin secara konstan pula pada kehendak Allah dalam kehidupan sehari-hari. Tantangan besar justru berhadapan dengan kenyataan kehidupan kita di tengah dunia ini. Hal ini karena pada satu sisi disadari bahwa iman itu dinamis, tetapi bagaimanapun besar gelombang dinamikanya, manusia perlu tetap secara konstan menjawab Amin pada kehendak Allah.
Salam berbagi, ino, 15.04.2022