Bolehkah Ibu Memakai Uang Salam Tempel Anaknya?
Salam tempel berupa uang yang diberikan kepada anak-anak, sudah jadi tradisi di negara kita pada setiap bersilaturahmi dengan sanak saudara dalam rangka perayaan Idul Fitri.
Biasanya, yang disebut anak-anak itu definisinya sangat longgar, yakni dari bayi hingga remaja yang sudah sekolah di bangku SMA, bahkan juga yang sudah kuliah.
Sepanjang si anak belum mandiri (belum bekerja), masih ada harapan akan kebagian salam tempel alias angpao.
Tapi, biasanya mereka yang sudah kuliah agak malu-malu menerima salam tempel, karena sudah merasa tidak berhak.
Pemberian salam tempel tersebut didapat si anak saat ada famili yang bertandang ke rumahnya, atau saat orang tua membawa si anak bertamu ke rumah familinya.
Untuk yang masih bayi yang belum bisa menggenggam uang, biasanya uang tetap disentuhkan ke tangan si bayi, dan setelah itu diselamatkan oleh ibu si bayi.
Sedangkan anak-anak yang berusia di bawah lima tahun, yang sudah tahu bahwa uang itu berharga tapi belum mampu menggunakan uang secara rasional, biasanya uangnya disimpan oleh ibunya.
Pertanyaannya, bolehkah uang salam tempel anak yang disimpan ibunya tersebut, karena kepepet, lalu diambil ibunya?
Sebaiknya hal itu jangan dilakukan, biarkan berakumulasi dari tahun ke tahun dan nanti dijelaskan kepada si anak untuk dipakai membeli kebutuhannya atau ditabung.
Masalahnya, jika tak ada alternatif lain, apa boleh buat, si ibu boleh saja memakai uang anak, tapi sebaiknya dengan memberi tahu si anak sebelumnya.
Memakai uang anak secara diam-diam, jika nanti ketahuan oleh si anak, bisa melukai perasaannya. Malah, nantinya kepercayaan si anak pada ibunya bisa berkurang.
Jika anak sudah sekolah atau di atas 7 tahun, tentu si anak sudah bisa berhitung dan lebih memahami arti uang.
Terhadap anak-anak usia sekolah ini, sebaiknya diberi kepercayaan untuk menyimpan sendiri uang salam tempel lebaran yang diterimanya.
Namun, sebelum itu ada baiknya si anak diberi nasehat, bahwa jika berbelanja harus untuk hal yang bermanfaat. Atau, sebaiknya disimpan saja dan membelikan dompet untuk si anak.
Berikutnya, jika si anak sudah semakin besar lagi, saatnya mengajarkan anak menabung di bank, bermodalkan akumulasi salam tempel sejak masa kecilnya.
Jika mereka tidak menabung di bank, sedangkan dompetnya menggelembung dari hasil salam tempel, khawatirnya bisa cepat ludes.
Terlepas dari soal ditabung di bank atau sekadar disimpan di rumah, sudah saatnya anak remaja punya privacy dalam mengelola uang.
Percayai mereka dan yakini bahwa mereka mengetahui cara menggunakan uang dengan baik. Ya, sesekali diberi nasehat untuk mengingatkan, tentu perlu juga.
Masalahnya, seperti telah disinggung di atas, orang tua yang kehidupan ekonominya serba pas-pasan, adakalanya berharap juga dapat salam tempel.
Namun, kelazimannya, salam tempel itu hanya untuk membahagiakan anak-anak di hari lebaran.
Akhirnya, orang tua akan berusaha merayu bagaimana agar uang anak itu bisa dimanfaatkan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.
Jika uang dapur dari suami tak cukup, padahal kebutuhan untuk makan sehari-hari tak bisa ditunda, tentu si ibu akan mencari uang dari sumber terdekat.
Nah, daripada meminjam uang pada tetangga yang akan menimbulkan rasa malu, kenapa tidak "meminjam" uang anak sendiri?
Hal itu sah-sah saja dilakukan, sepanjang anak diajak berdiskusi dan memahami betapa berat perjuangan kedua orang tuanya dalam membesarkan dan mendidik mereka.
Anak harus paham kondisi sosial ekonomi orang tuanya. Mudah-mudahan menimbulkan motivasi bagi mereka untuk belajar lebih baik di sekolah demi kesuksesannya di masa depan.