Puasa Media Sosial demi Kewarasan Mental, Begini Caranya!
Pijakkan kaki kembali: Selama detoks medsos, lakukan koneksi kembali dengan dunia sekitar. Inilah saatnya untuk menyadari bahwa dunia nyata sama pentingnya--bahkan bisa lebih penting--dibanding dunia maya yang selama ini kita gandrungi. Terpaku pada medsos membuat kita mengabaikan detail pekerjaan atau mungkin prestasi kecil anak. Saatnya kita rombak!
Sabar menjalani proses: Detoks medsos adalah proses panjang, bukan kejadian instan. Jadi, tak mengapa kalau masih sesekali tergoda untuk mengakses gawai kita. Mengecek social media masih normal tapi segera arahkan perhatian pada aktivitas lain yang lebih berarti. Tidur bahkan bisa jadi opsi.
Rasakan dampaknya: Setelah menjalani detoks medsos selama beberapa waktu, coba renungkan dan rasakan seberapa manfaat yang ditimbulkan. Apakah lebih stabil emosi atau ada hal-hal yang terlewat? Apakah selama masa detoks ada minat lain yang anda temukan? Dari sini kita bisa rancang langkah strategis untuk menggunakan medsos dengan lebih bijak di masa mendatang. Mungkin lebih banyak untuk pekerjaan atau pengetahuan.
Bangun spiritualitas: sebagai makhluk yang terbatas, sudah selayaknya kita bergantung sepenuhnya pada Tuhan. Lakukan ibadah sesuai agama/keyakinan kita sebagai rutinitas yang memperkaya batin. Manfaatkan medsos dengan bijak untuk menimba pengetahuan seputar agama atau pencerahan.
Rumuskan hubungan saat Ramadan
Teknologi memang memudahkan dan pada tahap tertentu menciptakan kenikmatan yang sulit dibayangkan, apalagi dibandingkan dengan kondidi 20 tahun lalu misalnya. Detoks medsos perlu dilakukan untuk menjaga agar hidup kita mandiri, tidak serta-merta bergantung pada teknologi.
Detoks medsos demi menjaga kesehatan mental adalah upaya untuk mereset hubungan kita dengan perangkat teknologi digital sehingga kesejahteraan emosi akan meningkat. Kita belajar untuk menciptakan kebahagiaan dari hal-hal lain yang lebih riil ketimbang hiburan instan di layar gawai.
Bisa berupa interaksi dengan anak, pasangan, kerabat, atau sehabat dalam aneka konteks yang memungkinkan. Ramadan patut jadi momentum untuk mendefinisikan ulang pola hubungan kita dengan perangkat digital yang selama ini begitu kita andalkan. Saatnya bertanya: siapakah tuan dan budak?
Jangan-jangan kita kesulitan merumuskan pemaknaan lantaran sudah begitu tersedot dan terjerembab begitu dalam sebagai budak gawai tanpa kita sadari. Berbagai manfaat yang kita rasakan bisa saja mengaburkan pemahaman kita tentang apa yang betul-betul kita miliki dan butuhkan.