Isson Khairul
Isson Khairul Jurnalis

Saya memulai hidup ini dengan menulis puisi dan cerita pendek, kemudian jadi wartawan, jadi pengelola media massa, jadi creative writer untuk biro iklan, jadi konsultan media massa, dan jadi pengelola data center untuk riset berbasis media massa. Saya akan terus bekerja dan berkarya dengan sesungguh hati, sampai helaan nafas terakhir. Karena menurut saya, dengan bekerja, harga diri saya terjaga, saya bisa berbagi dengan orang lain, dan semua itu membuat hidup ini jadi terasa lebih berarti.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Pahami Kata, Upgrade Skill Menulis

3 April 2023   13:17 Diperbarui: 3 April 2023   13:24 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pahami Kata, Upgrade Skill Menulis
Tiap kata sesungguhnya bernyawa. Foto: Isson Khairul

Kita takut kepada momok karena kata
Kita cinta kepada bumi karena kata
Kita percaya kepada Tuhan karena kata
Nasib terperangkap dalam kata

Memilih Kata, Kekuatan Kata

Itu petikan sajak Kata, karya Subagio Sastrowardoyo. Sajak itu dimuat di majalah sastra Horison edisi Februari, 1967. Ia adalah dosen dan merupakan alumni dari Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, Cornell University New York, dan Yale University Connecticut. Ia juga penyair, penulis cerita pendek, esais, serta kritikus sastra kenamaan Indonesia.

Sajak Kata itu, sudah puluhan, bahkan ratusan kali, saya baca dan cermati. Karena, sebagai jurnalis, tiap saat saya berurusan dengan kata. Tiap saat, saya meng-upgrade skill menulis saya. Termasuk, pada bulan Ramadan ini. Saya percaya, tiap kali menulis, sesungguhnya tiap kali itu pula saya belajar dan belajar.

Misalnya, kapan saat yang tepat untuk menempatkan kata sepi, hening, dan senyap dalam suatu kalimat. Pada kompas.id, 30 Maret 2023 | 06:00 WIB, ada content dengan judul Pembacokan Mantan Ketua KY, Nasib Lansia di Antara Keramaian yang Sepi.

Dari penelusuran saya terhadap berbagai content dari berbagai media tentang peristiwa tersebut, hanya kompas.id yang menggunakan kata sepi di judul content. Menurut saya, kompas.id sengaja membenturkan tiga fakta pada judul, untuk menarik perhatian pembaca: nasib lansia, keramaian, dan sepi.

Secara usia, mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus tersebut, memang sudah lansia, sudah 57 tahun. Lokasi kediamannya, di Perumahan Griya Bandung Asri 2 Blok F, Bojongsoang, Kabupaten Bandung, sesungguhnya adalah permukiman yang padat dan ramai. Berbatasan dengan Kota Bandung.

Kasus pembacokan yang menimpa Jaja itu diketahui terjadi pada Selasa, 28 Maret 2023, sekitar pukul 15.00 WIB. Dan, situasi di sekitar rumah Jaja, memang sepi. Tidak banyak orang yang melintas. Hingga, pelaku pembacokan leluasa masuk ke rumah tersebut.

Di balik semua itu, kata sepi, dikorelasikan dengan nasib lansia, meski berada di permukiman yang padat dan ramai. Artinya, selain fakta lapangan, juga ada fakta psikis yang diungkapkan oleh kompas.id. Ini adalah salah satu contoh, tentang kejelian sekaligus kepiawaian seorang jurnalis dalam menulis content.

Sang jurnalis bukan hanya terpaku pada apa yang nampak di lapangan. Tapi, ia berupaya menggali hal-hal yang relevan, hingga content yang ia tulis lebih berwarna, menggugah emosi. Secara teori dideskripsikan colour of a situation; that is, one based on description, atmosphere, and emotion rather than straightforward factual reportage.

Mencermati Kata, Mengelola Kata

Dari contoh di atas, kita bisa mencermati, bahwa content tersebut langsung menyentuh. Langsung menumbuhkan empati. Padahal, itu kan peristiwa kriminal. Dan, kompas.id nampaknya tidak tergoda untuk mengeksploitasi kekejaman serta sadisme pada content tersebut. Meski, dua korban pembacokan itu, mantan Ketua KY dan anaknya, berdarah-darah hingga harus dirawat intensif.

Bandingkan, misalnya, dengan detik.com pada Rabu, 29 Maret 2023 | 09:15 WIB Insiden Berdarah di Rumah Mantan Ketua KY. Atau, suara.com pada Rabu, 29 Maret 2023 | 05:45 WIB Mantan Ketua KY dan Putrinya Berlumuran Darah Usai Dibacok, Warga: Telat Ditolong Mungkin Bisa Meninggal.

Dalam keseharian, begitulah saya mencermati suatu content, sebagai bagian dari proses belajar dan belajar. Bagian dari upaya untuk terus-menerus meng-upgrade skill menulis. Saya termotivasi untuk melakukan semua itu, antara lain, karena pengaruh sajak Kata, karya Subagio Sastrowardoyo tersebut.

Bagi saya, sajak itu demikian komprehensif dan dalam, tentang kekuatan kata. Melalui proses belajar yang demikian, saya berupaya mengelola kata-kata yang saya gunakan dalam menulis. Menempatkan kata setepat mungkin, sesuai dengan sudut pandang tulisan yang saya tulis. Terus berlatih mencermati dengan membaca, kemudian terus berlatih mengimplementasikannya.

Pada suatu masa, saya beberapa kali mewawancarai Hans Bague Jassin, yang lebih dikenal sebagai HB Jassin. Ia kritikus sastra terkemuka Indonesia. Ia alumni Universitas Indonesia Jakarta dan Yale University Connecticut. HB Jassin selalu membawa buku tulis ke mana pun ia pergi. Ia dengan tekun mencatat kata-kata tertentu yang menurutnya penting, yang ia temukan ketika membaca buku dan atau membaca media.

Sudah berpuluh-puluh buku tulis ia habiskan untuk mencatat kata-kata penting tersebut. Kesimpulan saya, HB Jassin tiada henti melakukan studi tentang kata. Ketekunan serta ketelatenannya, bisa kita nikmati di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, di lantai 4 Gedung Ali Sadikin, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jalan Cikini Raya 73, Jakarta Pusat.

Sekali lagi, kata memang luar biasa. Melalui sajak Kata, Subagio Sastrowardoyo menggugah serta menyadarkan kita, bahwa tiap kata sesungguhnya bernyawa. Dengan demikian, kita mesti cermat menempatkannya, agar tiap kata di tiap tulisan kita benar-benar hidup serta berdaya, sebagaimana petikan lain di sajak Kata tersebut:

Asal mula adalah kata
Jagat tersusun dari kata
Di balik itu hanya
ruang kosong dan angin pagi

Jakarta, 3 April 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun