Ramadan Menjadi Healing untuk Memperbaiki Ikatan Cinta yang Merenggang
Sudah berapa kali kita menjalani Ramadan? Taruh saja rata-rata usia jemaah ibu-ibu yang hadir saat ini adalah 45 tahun. Baligh di usia 15 tahun. Berarti sudah 30 kali Ramadan. Sudah banyak. Apakah shaum kita diterima sebagai yang terbaik oleh Allah? Wallaahu a'lam bishshawwab. Dan Allah Mahatahu yang sebenarnya. Bertekadlah Ramadan ini menjadi Ramadan yang terbaik, terbaik, dan terbaik. Tak terkecuali memperbaiki ikatan cinta yang sedang tidak baik.
Ikatan cinta tidak boleh renggang. Jika renggang maka akan ada yang mengisi di antara keduanya. Yang bahaya jika yang mengisi adalah orang lain di kedua belah pihak. Ada pelakor dan pebinor. Bisa jadi pernikahan terombang-ambing bak layangan putus. Tidak mustahil perceraian bisa terjadi.
Ada beberapa kasus pernikahan dimana pasangan suami istri tetap bersatu tanpa ada "rasa suami istri" lagi. Alasannya menjaga perasaan anak atau agar mereka dianggap orang tua yang baik-baik saja oleh anaknya. Padahal aslinya sudah ambyar. Ini berbahaya. Mana mungkin pernikahan yang tidak sehat akan melahirkan keluarga yang sehat?
Allah membenci perceraian meskipun perceraian itu dihalalkan. Suami istri yang bercerai meskipun kelak takdir mereka masuk surga, mereka tidak akan dipertemukan oleh Allah. Allah marah terhadap pihak yang menjadi sebab perceraian. Bisa jadi dari sang suami atau sang istri.
Ketika ikatan cinta merenggang, berarti awalnya ikatan ini pernah kuat. Umumnya terjadi pada awal-awal pernikahan. Mengapa? Karena, saat itu cinta mereka ikhlas tanpa syarat materi yang menyertai. Justru saat fasilitas dunia dianugerahkan dengan begitu komplit, pernikahan tergoyang karenanya.
Ciri-ciri ikatan cinta merenggang:
1. Mengedepankan ego masing-masing. Berbicara lebih ke aku. Berarti ada kamu yang merupakan lawan. Seharusnya menjadi kita. Memandang segala sesuatu dari kaca mata diri sendiri. Itung-itungan banget. Pilihannya hanya kalah atau menang. Tidak ada titik temu atau kata sepakat.
2. Mudah curiga. Curiga biasanya mengarah ke hal negatif. Suami telat pulang dicurigai berbuat macam-macam. Suami keluar rumah sebentar sudah parno. Suami dekat dengan anak dibilang ada maunya. Suami jauh dari anak dibilang perhatiannya sama orang lain. Serba repot.
3. Sering salah paham dengan hal sepele. Seperti suka memotong pembicaraan pasangan tanpa memperhatikan etika yang ada, berbicara tanpa henti dan tidak memberi pasangan kesempatan untuk berbicara, mengabaikan bahasa tubuh pasangan, juga menggunakan intonasi suara yang tidak tepat saat berbicara.
4. Merasa hampa/ilfil/hambar/dingin. Hati-hati mengungkapkan rasa hampa/ilfil/hambar/dingin pada pasangan. Khawatir malah seperti menantang. Karena, dari kalimat pertamanya saja sudah mengandung dan mengundang konflik.
5. Mudah marah. Saat ikatan cinta lagi kuat, hal-hal yang membuat marah tidak akan menjadi kemarahan. Sebaliknya saat ikatan cinta merenggang, hal-hal yang tidak membuat marah bisa menjadi bom kemarahan yang setiap waktu bisa meledak dengan keras.
Solusi merekatkan ikatan cinta yang merenggang:
1. Memulai bersama Allah. Allah yang menikahkan, Allah yang merawat cinta, Allah juga yang menyelesaikan masalah cinta. Ramadan adalah momen terbaik untuk merekatkan cinta, memberi kesempatan lebih banyak waktu untuk bersama. Sahur, buka, salat, ngaji, dll. Sujud dan mohon ampunlah pada Allah. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah asal hamba-Nya mau berusaha memperbaiki. Ngaku salah aja dulu. Bertobat kemudian. Dekati Allah. Datanglah kepada Allah apapun masalahnya. Tidak ada yang bisa menyelesaikan cinta kecuali Allah, pemilik cinta sejati.
2. Menciptakan waktu yang berkualitas. Ada kasus 20 tahun pernikahan terselamatkan dengan metode healing melakukan salat berjamaah. Pasutri ini kehilangan hal sederhana yaitu kebersamaan. Kesibukan kerja telah melalaikan mereka. Tidak ada waktu nongki-nongki bareng, ngupi-ngupi bersama, nonton bareng, dll. Meskipun tinggal seatap tetapi mereka hidup sendiri-sendiri hanya demi terlihat menjadi orang tua yang sempurna di mata anak-anak mereka. Terapi 1-4 kali salat berjamaah masih belum ngefek. Setelahnya, sang istri baru tumbuh rasa senang dan rindu salat berjamaah. Ternyata suami dan istri belum hafal doa diberi anak-anak yang saleh. Makanya, mereka tidak menjadi contoh yang baik bagi anak-anak mereka. Namun, setelah mengikuti program smartlove akhirnya mereka bisa berpelukan pertama kali setelah 10 tahun masa hambar.
4. Istri memaafkan suami lebih dulu agar punya energi untuk memulai lagi ikatan cinta. Memaafkan bisa jadi jalan menyadarkan suami atas kesalahannya. Istri tidak salah juga nggak apa-apa minta maaf, agar suami tersentuh dan merasa dirinya juga salah. Akhirnya saling memaafkan. Banyak pernikahan bisa dipertahankan karena keajaiban dari memaafkan.
5. Istri rela melepas hak diri untuk menyelamatkan pernikahan selama bisa ditoleransi. Hak mendapat perhatian, juga hak disayang. QS An-Nisa (4) ayat 34 tentang istri yang nusyuz (membangkang suami, membenci) boleh dipukul atau pisah ranjang. Namun, jika suami adalah ahli maksiat seperti menjadi bandar narkoba, LGBT, penjudi, maka mutlak harus berpisah apalagi jika sang suami tidak mau bertobat.
Pernikahan adalah ibadah besar. Kita tidak akan mampu menjalankan ibadah besar jika tidak dipersiapkan ilmunya secara matang. Terpenting lagi adalah doa. Mengapa kita harus berdoa? Karena, kita perlu pertolongan Allah dalam menyelesaikan segala problematika kehidupan. ***
Catatan kajian Majelis Taklim Mufidah: Shaf Awal Ramadan 1443 H. Disampaikan oleh Ummi Mimin Aminah, trainer smartlove, Diadakan di Masjid Darussalam Puri Cipageran Indah 2, RW 20, Tanimulya, Ngamprah, Bandung Barat. Senin, 4 April 2022, pukul 08.00-11.00 WIB.