(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id
Membedah Mantra "Bulikakan ka Wadahnya" dalam Tradisi Basasimpun ala Urang Banjar
"Bulikakan ka Wadahnya" atau kalau dalam bahasa Indonesia, "mantra" ini bisa dimaknai sebagai "kembalikan ke tempat semula" atau bisa juga menjadi versi serupa tapi tak samanya "kembalikan seperti semula", merupakan mantra warisan dari keluarga istri yang secara ketat masih terus diamalkan sampai detik ini.
Kalau diperhatikan sungguh-sungguh, "mantra" ini sebenarnya tidak jauh beda dengan teori-teori yang diajarkan dalam housekeeping management modern yang biasanya diajarkan di kelas-kelas mewah dan mahal.
"Mantra" dalam wujud sebuah frasa diatas, aktual dimanfaatkan untuk "mengingatkan" sekaligus melatih tanggung jawab para pengakses "ruang publik berikut kelengkapannya" agar ikut peduli dan bertanggungjawab atas kenyamanan, kelengkapan dan kemungkinan juga keamanan fasilitas "ruang publik" dimaksud.
Mantra ini berlaku untuk semua barang atau benda yang karena keperluan atau kebutuhan kita, harus kita pindahkan tempatnya dan setelah selesai, maka wajib kita kembalikan ke tempat asal atau juga ke bentuk awal. Sekali lagi hukumnya wajib!
Contoh penerapan frasa "Kembalikan ke Tempat Semula" dalam internal keluarga antara lain, seperti mengembalikan sepatu yang baru saja dipakai ke rak sepatu asalnya.
Begitu juga setelah sendok makan, gelas, piring, mangkok dan peralatan makan juga dapur lainnya setelah dicuci, segera kembalikan ke tempat asal yang telah ditentukan.
Termasuk juga setelah kita memakai alat-alat bantu seperti gunting, cutter, penghapus, rautan, penggaris, termasuk lem kertas. Setelah selesai dipakai, "wajib" langsung dikembalikan ke tempat asalnya.
Atau mungkin mengembalikan remote AC ataupun remote televisi ke tempat asalnya setelah selesai memakainya.
Sedangkan untuk frasa "Kembalikan Seperti Semula", bisa kita temukan di ruang-ruang ibadah, seperti setelah memakai mukena dan sajadah atau mungkin memakai sarung dan kopiah untuk shalat, termasuk juga setelah membaca mushaf Alquran.
Setelah selesai, semua perlengkapan sholat tersebut wajib dilipat seperti semula dan dikembalikan ke tempat asalnya masing-masing, sesaat setelahnya dan tidak boleh ditunda-tunda.
Bisa juga mengembalikan posisi gorden penutup kamar ataupun jendela kamar seperti semula setelah selesai pemakaiannya.
Kalau diperhatikan model frasanya, pada "Kembalikan ke Tempat Semula" PoV-nya ada pada "tempat", yaitu tempat asalnya barang atau benda yang sengaja diambil untuk dimanfaatkan.
Sedangkan pada "Kembalikan Seperti Semula" PoV-ya pada bentuk dan atau kelengkapan asal dari benda yang sengaja kita manfaatkan fungsinya
Apa sih tujuannya penerapan mantra ini?
Tujuannya jelas, agar benda-benda yang sudah selesai kita manfaatkan, bisa segera tertata rapi kembali ditempatnya, tidak berserakan dan berhamburan yang bisa berakibat benda-benda tersebut tercecer dan tidak terdeteksi keberadaanya alias hilang, sekaligus meminimalisir kemungkinan kerusakannya, sehingga kelengkapannya juga lebih mudah di monitor.
Tidak hanya itu! Aktifitas ini juga bermanfaat untuk menjaga estetika ruangan, rak, lemari dan "wadah-wadah" lainnya agar tetap rapi dan enak dilihat, sehingga tidak saja mempermudah akses orang lain yang juga memerlukan, tapi juga bermanfaat untuk menjaga mood semua pengakses.
Begitu juga ketika kita mengembalikan seperti semula "lipatan" sekaligus mengembalikan ke tempat semula sarung, mukena, sajadah, kopiah bahkan Alquran setelah kita pakai, tentu akan membantu mempermudah orang lain untuk menemukan dan memanfaatkannya kembali, selain tetap menjaga kerapian dan juga estetika ruangan dalam mushalla atau masjid, sehingga tetap nyaman di pakai siapa saja untuk beribadah.
Poin utama dari mantra "bulikakan ka wadahnya" ini adalah konsistensi dari semua elemen dalam keluarga. Tanpa konsistensi, "penegakan" mantra "bulikakan ka wadahnya" tidak akan pernah bisa terwujud menjadi habitus.
Karena habitus dalam keluarga, termasuk pada anak-anak hanya akan terbentuk jika aktifitas pengulangan-demi pengulangan dalam rangka mematuhi mantra diatas, dilakukan secara konsisten, hingga terekam dalam alam bawah sadar hingga lengket dengan kuat.
Apa manfaatnya bagi tradisi Basasimpun?
Tradisi Basasimpun merupakan tradisi turun-temurun Urang Banjar setiap akan mengahadapi hajatan besar, acara besar atau hari-hari besar dalam Islam, termasuk lebaran yang secara tradisional merupakan gabungan dari semua aktifitas yang berujung pada bersih-bersih (babarasih), merapikan, beres-beres (baberes), termasuk memperbaiki yang bisa diperbaiki dan lain-lainnya.
Jika mantra "bulikakan ka wadahnya" ini telah menjadi habitus dalam keluarga, maka tradisi Basasimpun di setiap menjelang hajatan-hajatan besar tidak akan terlalu merepotkan, bahkan bisa di skip sejak dini, karena semua sudah tertata rapi dan bersih. Termasuk untuk lebaran kali ini. Keren kan!?
Semoga Bermanfaat!
Salam matan Kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas !