(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id
"Basambang" di Rawa-rawa, Bersama Julak Mamutiki Iwak
Ngabuburit di rawa, bersama Pak de mengambil/memanen ikan
Ngabuburit di rawa, bersama Pak de mengambil/memanen ikan. Begitulah kira-kira makna terjemahan dari judul tulisan diatas. Basambang atau basasambang, merupakan kosakata dalam bahasa Banjar yang mempunyai makna sepadan dengan kata ngabuburit dalam bahasa Sunda maupun bahasa Indonesia.
Sedangkan kata mamutiki sebenarnya memang identik dengan kata kata memetik dalam bahasa Indonesia tapi untuk makna jamak/banyak, sehingga bisa juga dimaknai sebagai mengumpulkan dan penggunaan kata mamutiki ini dalam bahasa Banjar juga cenderung lebih luas.
Baca Juga Yuk! Berusaha Melazimkan Setiap Detik Waktu Kita Bernilai Ibadah
Sedangkan tampiray adalah sebutan Urang Banjar untuk lukah atau bubu dan sejenisnya, yaitu sebuah alat untuk menjebak ikan di rawa-rawa atau tepian sungai yang biasanya dirangkai dari bahan rotan, bambu atau sekarang sudah ada juga yang membuat dari bahan kawat
Tampiray atau lukah ini sebenarnya banyak tersebar di berbagai daerah di nusantara. Pembedanya mungkin hanyalah bahan, ukuran dan juga desain bentuk tampiray-nya yang secara umum disesuaikan dengan target ikan yang diincar, baik jenis maupun ukurannya, juga target lokasi peletakan tampiray-nya yang biasanya di titik-titik strategis pinggiran sungai atau rawa-rawa.
Jadi, cerita ini memang perihal "basambang", ngabuburit versi kearifan lokal Urang Banjar di Kalimantan Selatan berikut diasporanya di senja hari Bulan Ramadan. Yuk, Basambang di rawa...
Merujuk pada julukannya yang telah lama melekat sebagai Kota 1000 Sungai, tentu masyarakat nusantara dan dunia sudah mafhum dengan fakta unik topografis dan juga geografis Kota Banjarmasin, mantan ibu kota Propinsi Kalimantan Selatan ini.
Rata-rata ketinggian daratan kotanya yang hanya 60-80 cm dibawah permukaan air laut, menyebabkan sebagian besar daratannya didominasi perairan darat, berupa sungai dan rawa-rawa. Inilah asal muasal julukan Kota 1000 Sungai yang kelak menjadi identitas Kota Banjarmasin.
Baca Juga Yuk! Lho Mbah, Arah Kiblat Sholatnya Kok ke Arah Barat?
Persentuhan selama berabad-abad antara Urang Banjar dengan ekosistem perairan darat, melahirkan kearifan lokal yang kelak kita kenal sebagai budaya sungai dan salah satu kearifan lokalnya yang sampai sekarang masih eksis dan terbukti ikut berperan menjaga kelestarian ekosistem sungai dan rawa adalah tradisi maiwak atau cara menangkap ikannya yang sangat ramah lingkungan.
Content Competition Selengkapnya
MYSTERY CHALLENGE
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Ketemu di Ramadan hadir kembali. Selain sebagai ajang buka puasa bersama Kompasianer, ada hal seru yang berbeda dari tahun sebelumnya. Penasaran? Tunggu informasi selengkapnya!