Video | "Mi" Kebersamaan
Kali ini, aku coba membangun sesuatu yang sangat sederhana menjadi berkesan. Yaitu dengan menyajikan hidangan masakan sahur bareng teman-teman rumah. Karena kebetulan, kami di bulan puasa sampai lebarang tidak mudik, alias tidak pulang kampung.
Ritual makan bersama sebenarnya sudah kami lakukan sejak lama, bukan hanya ketika sahur saja. Tetapi, setiap kali makan kita usahakan untuk gelar nampan besar, masak seadanya, dan hantam langsung habis.
Hal ini sudah menjadi kebiasaan bukan tanpa alasan. Melainkan, karena memiliki faktor sosial yang sangat besar terhadap kelangsungan hidup bersama kawan satu atap di kala sedih, marah, canda, dan bahagia.
Kebetulan menu yang ada hanya sederhana, yaitu Mi. Kami sebut masakan ini dengan "Mi Kebersamaan." Bukan seberapa enak dan kanyang santapan ini. Tetapi, seberapa mahal harga sebuah teman dalam lingkungan bersama.
Berikut langkah-langkah yang dilakukan; Mi instan dengan aneka rasa yang diinginkan. Catatan, bahwa kami tidak selamanya menggunakan bumbu mie kemasan. Karena seringkali, kami menggunakan bumbu manual.
Bumbu manual kami pun alakadarnya, sebatas bawang merang secukupnya, ditambah bawang putih tidak terlalu banyak, bisa juga ditambah daun bawang, tomat, atau sawi jika ada. Dan tidak lupa dengan menggunakan telor. Kemudian aduk dengan cumpuran rasa; garam, dan lada. Ingat, bukan rasa yang tak terbalaskan.
Selanjutnya, masukkan mie yang sudah direbus dengan air panas. Dan aduk bersama bumbu kehidupan. Bukan itu maaf, tetapi bumbu yang sudah menunggu di wajan. Aduk secara merata, pastikan semua sisi kena.
Tidak menunggu lama, hanya 2 menit mengaduk. Hidangan makan sahur kami pun jadi. Asapnya menggoda, tebar baunya khas masakan low budget. Lalu, segera kami hidangkan dan santap bareng.
Sebentar, di atas bukan poinnya. Yang terpenting dalam makan bersama di waktu sahur atau waktu lainnya adalah kebersamaan. Melatih rasa solidaritas kita sesama anak rantau, jauh dari tempat kelahiran dan keluarga.
Melatih Kepedulian
Secara tidak langsung, pada saat terbesit dibenak untuk makan pastinya teringat kawan satu rumah. Apa mereka sudah makan atau belum. Hal ini, kami selalu rasakan bersama.
Ketika dari kami sudah merasa lapar spontan bertanya kepada yang lainnya, "Kalian sudah makan?" Dipastikan, hampir keseluruhan kawan kamar akan menjawab "Belum." Ketika itu, kami racik seadanya dan "Gelar." (Gelar: istilah kami ketika makan bareng)
Dari sini, kita membiasakan diri untuk peduli terhadap kawan di sekitar kita. Sederhana sekali kan, dari hal makan. Tetapi ingat, hal yang paling banyak menimbulkan pertikaian adalah perut, atau makan.
Tanggung Jawab
Tanggung jawab terhadap diri sendiri lebih utama. Inilah yang kami lakukan saat makan bersama. Ketika sudah waktunya untuk makan, tanggung jawab diri kepada tubuh kita adalah memeberikannya makanan. Itu terpenting.
Tetapi, kemudian ada upaya tanggung jawab terhadap kawan satu rumah dengan mengingatkannya atau mengajaknya makan. Karena faktnya, tidak banyak yang bisa melakukan hal seperti ini.
Tidak hanya itu, tanggung jawab terhadap barang-barang setelah memasak dan makan pun menjadi perhatian kami. Biasanya, orang yang tidak ikut dalam tugas masak-memasak kami berikan tanggung jawab untuk mencuci semua habis pakai.
Perhatian, bahwa kami setiap kali ajang gelar bareng selalu memposisikan di tempat masing-masing; membeli bahan, tugas memasak, dan tugas mencuci. Ada tidak kawan yang modelnya hanya makan saja, tidak memposisikannya di tugasnya. Pastinya ada.
Melihat Karakter Masing-Masing
Saat makan bareng berlangsung, tidak disadari karakter pribadi masing-masing kawan kita mulai terlihat. Ada kawan yang selalu berinisiatif, menunggu kalau diajak, hanya diam menunggu hidangan siap, dan ada juga yang peduli terhdaap lingkungan sekitar.
Semua corak kepribadian akan kita temukan, jangan heran. Lantas setelah kita mengetahuinya, pastikan kita mampu bersikap menghadapi beragam macam kawan. Dari mana kita mulai belajar? Berawal dari sesuatu yang sangat sederhana, yaitu makan bareng.
Bercengkrama
Hal ini yang paling menarik bagiku, saat makan bareng ada kedekatan emosional sesama kawan, saling tukar pikiran, bahkan saling meledek. Semua kejadian kala itu, bisa kita utarakan kepada kawan rumah.
Setidaknya, manusia bisa mengurangi beban pikirannya dengan bercerita kepada orang lain. Bukan untuk ditanggapi, melainkan hanya untuk untuk didengarkan keluh-kesahnya,
Dengan demikian, kita bisa lebih mengenal satu salam lain dalam majelis makan bareng. Terlebih lagi, dalam momentum bulan Ramadan, sangat banyak sekali peluang kegiaatan bersama kawan rumah. Salah satunya seperti mencari ta'jil dengan uang iuran. Sangat sederhana.
Selengkapnya hasil tangan Mi Kebersamaan: