Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta
Calvin,Aku Mencintaimu Karena Allah
"Suamimu ini sakit dan infertil, Silvi. Mana mungkin kau punya anak dariku?"
Menghempas nafas lelah, wanita blasteran Jawa-Belanda-Turki itu menyerah. Ia takkan memperpanjang perkara kalau Calvin sudah bicara begitu.
"Sudahlah. Satu jam lagi waktu berbuka. Minta pelayan kita menyiapkan makanan. Aku mau urus Alif dulu." Setelah berkata begitu, Calvin maju dua langkah dan mencium kening Silvi. Lalu menuntun Alif ke lantai atas.
Sesaat Silvi masih berdiri di tempatnya. Mata biru pucatnya menatap hampa langit sore berlapis awan Cirrus. Mau tak mau hatinya diselubungi keharuan. Calvin Wan, suami super tampannya, selalu dermawan. Selalu sabar, lembut, dan penyayang.
**
Bibir kanak-kanak itu membuka lebar. Takjub menatapi kamar tidur mewah berkarpet tebal. Menghirup dalam-dalam sejuknya pendingin ruangan bercampur wangi bunga lavender. Terpesona menatapi ranjang king size, televisi plasma, seperangkat komputer, dan grand piano. Ini kamar termewah yang pernah dimasukinya.
Sepasang tangan kokoh dan hangat membimbing langkahnya. Kali ini Alif dibawa masuk ke sebuah ruangan putih bersih yang dipenuhi desis blower. Putih, dimana-mana putih. Shower, bathtub, bathrobe, dan wastafel semuanya putih. Wangi jasmine merasuk lembut indera penciuman. Dalam hati Alif bertanya-tanya. Mengapa semua ruangan di rumah ini wangi?
Momen detik berikutnya takkan disangka publik yang mengenalnya. Calvin Wan, sang pengusaha retail dan kontributor media jurnalisme warga ternama itu, memandikan anak pemulung yatim-piatu yang ditemukannya. Ya, Calvin sendiri yang melakukannya. Bisa saja ia menyuruh satu dari enam asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya. Namun ia putuskan memandikan Alif sendiri.
Setelah itu, Calvin memakaikan Alif longsleeve. Alif terpana menatapi pakaian yang melekat di tubuhnya. Calvin tersenyum kecil, pelan membelai rambutnya.
"Om Ganteng, baju ini pasti mahal."
"Nggak juga. Ini buat Alif. Yang itu juga." Calvin menunjuk setumpuk baju anak-anak yang tertata rapi di tempat tidur. Semuanya branded.