Saya terlahir dengan nama LELY SURYANI. Saat ini saya sebagai guru di SD N 1 Gumelem Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah, Kode Pos 53475
Bagaimana Hukum Tahlilan 1-7, 40, 100, 1000 Hari Orang Meninggal dan Bagaimana Pelaksanaannya?
Bagaimana Hukum Tahlilan 1, 3, 7, 40, 100 Hari Orang Meninggal dan Bagaimana Pelaksanaannya?
Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh
Halo sahabatku yang baik hati,
Semoga semua tetap dalam keadaan sehat wal afiat, sehingga puasa Ramadhan tetap lancar dan ibadah lain yang mengiringinya juga tetap jalan. Aamiin.
Para sahabat Rahimakumullah,
Tulisanku kali ini masih terkait dengan mati, karena ada teman dari anakku yang menanyakan tentang tahlilan buat orang yang sudah meninggal, bagaimana pelaksanaannya dan apa hukumnya?
Memang sahabatku, di tempat saya, tahlilan buat orang yang sudah meninggal, masih dilaksanakan dengan hikmat. Hal ini sudah dilaksanakan sejak dahulu kala.
Pelaksanaan dimulai di hari pertama, di depan orang - orang mengurus jenazah, di belakang, ibu - ibu bergotong royong masak memasak. Menu wajib yang harus ada adalah yang bernama gebing. Gebing terbuat dari kelapa yang diiris kecil - kecil sebesar gigi. Kemudian diberi bumbu dan digoreng kering. Gurih rasanya.
Buat siapa makanan yang telah dimasak ini? Sebagian dibawa ke pemakaman untuk dimakan para penggali lubang kubur. Mengingat kerja keras mereka, dalam waktu sekejap, liang lahat harus sudah siap. Tentu mereka mengerahkan tenaga dan waktu secara sukarela. Nah masih di tempatku lagi, agar tertibnya penggalian liang lahat, maka petugas penggalinya sudah dibagi antar blok/ dukuh. Jika ada orang yang mati di dukuh 1, maka orang - orang dari dukuh 2 penggalinya. Kemudian jika ada yang mati di dukuh 2 maka petugas dari dukuh 3 sudah siap bergerak. Luar biasa bukan? Gotong royongnya masih sangat kental.
Sebagian masakan diperuntukkan bagi pengurus jenazah yang sudah bekerja dari awal hingga terkuburnya jenazah. Mereka akan kembali ke rumah duka untuk mengadakan doa bersama dengan selamatan "saur tanah". "Saur tanah" dimaksudkan untuk memohon ridho kepada Allah, karena telah diberikannya "rumah baru" buat jenazah di dalam tanah.
Tidak sampai di sini saja, malam harinya hingga malam ke 7, terus dilaksanakan doa tahlil bersama. Jumlah yang hadir sesuai dengan rekomendasi dari ahli waris. Jika cukup dari tetangga terdekat juga bisa. Atau jika ingin yang mendoakan lebih banyak lagi, maka bisa didatangkan dari dukuh sebelah. Tidak sembarang orang bisa mengikutinya karena hanya mereka yang sudah terbiasa dan mahir tahlilan.
Setelah hari ke 7 selesai, menyusul kemudian pada hari ke 40, 100 dan 1000 hari. Para pendoa yang diundang juga bebas,mau berapa dan siapa saja. Disesuaikan dengan permintaan ahli warisnya. Jika mampu, maka lebih banyak lebih baik. Sehingga yang menghadiahi bacaan doa yang lebih banyak.
Pada peringatan 3 hari, 7 hari, 40, 100 dan 1000 hari, masakan yang disediakan juga bertambah, karena selain untuk dimakan di tempat, juga pulangnya mereka membawa "berkat".Berkat bisa berupa makanan atau mentahnya, bisa juga masakan dan mentahnya. Mentah yang dimaksudkan disini adalah berupa sembako. Bahkan ada juga yang ditambah dengan sesuatu barang yang bermanfaat.Berkat kemudian ditaruh dalam wadah, yang memudahkan untuk dicangking pulang.
Ini adalah salah satu praktik baik yang sudah dilaksanakan secara turun temurun. Semua pahala dihadiahkan buat orang meninggal yang sedang diperingati. Sebagai wujud hormat dari anak cucu dan keluarga kepada leluhurnya. Hal ini bisa juga sebagai sarana untuk mengingat mati, menjalin silaturahmi dengan para tetangga.
Para Sahabat yang baik hati,
Itu baru dari sisi pelaksanaan. Lalu bagaimana hukumnya? Keterkaitan dengan hukum tahlilan buat orang yang sudah meninggal, saya sempat sharing dengan Ustadz Lalu Burhan dari NTB, Beliau kemudian menjelaskan panjang lebar melalui ruang virtual. Berikut penjelasan lengkap dari beliau.
Adapun Hukum tahlilan 3, 7, 40, 100 hari orang meninggal masih banyak yang belum paham. Ini merupakan ritual yang sudah menjadi hal lumrah bagi masyarakat kita.
Tahlilan diadakan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal. Adapun kegiatan dalam tahlilan adalah membaca serangkaian ayat Alquran dan kalimat thayyibah (tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir).
Pelaksanaan tahlilan biasanya pada hari-hari tertentu seperti tujuh hari berturut-turut dari kematian seseorang, tiga hari berturut-turut, hari ke-40, hari ke-100 dan seterusnya.
Lantas bagaimana Islam memandang tradisi ini? Apakah tradisi ini berangkat dari syariat? Bagaimana sebenarnya hukum melaksanakan tahlilan dalam Islam?
Hukum tahlilan 3, 7, 40, 100 hari orang meninggal seringkali menjadi perdebatan. Ada yang sampai menyebut sebagai bid'ah hingga mengaitkannya dengan tradisi agama lain. Buya Yahya meluruskan dengan melihat tahlilan ini sebagai kegiatan untuk menghadiahkan pahala kepada orang yang sudah meninggal. Bukankah itu suatu perbuatan baik? Rasanya kurang bijaksana kalau dianggap bid'ah.
"Orang yang bilang bid'ah, yang bilang seperti Hindu itu hanya mencari kesalahan. Maka kita tidak usah risau selama kita berbuat kebaikan," ujar Buya Yahya dalam konten YouTube.
Buya Yahya juga menanggapi soal perdebatan mengenai hari yang dilakukan untuk tahlilan apakah di hari ke 3, 7, 40, atau 100.
"Tidak masalah mau hari ke berapapun, hitungan hari ke berapa itu hanya soal tradisi. Kalaupun mau diubah harinya ya gak apa-apa," katanya.
Jika melihat acara tahlilan dalam rangka membaca Al Quran dan kalimat thayyibah di waktu tertentu, kita dapat melihat hukumnya melalui hadis berikut:
Hadis riwayat Ibnu Umar:
Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, ia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam selalu mendatangi masjid Quba' setiap hari Sabtu, dengan berjalan kaki dan berkendara. Abdullah ibnu Umar radhiyallahu anhuma juga selalu melakukannya.
Mengomentari hadits tersebut, al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, hadits ini menunjukkan kebolehan mengkhususkan sebagian hari atau sebagian waktu untuk melaksanakan amal saleh, dan melanggengkannya. (Lihat: Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, juz 4, h. 197).
Mayoritas ulama membolehkan pengkhususan waktu tertentu untuk beribadah atau membaca Alquran dan kalimat thayyibah berlandaskan hadist tersebut.
Dapat disimpulkan, mengkhususkan hari tertentu seperti tujuh hari berturut-turut dari kematian seseorang, hari ke-40, ke-100, ke-1000, malam Jumat, atau malam lainnya untuk membaca Al Quran dan kalimat thayyibah, hukumnya boleh.
Lalu, tahlilan dalam rangka kegiatan shodaqoh, maka kita dapat melihat kesesuaiannya dengan hadis nabi berikut ini :
1) Hadits riwayat Imam Ahmad, yaitu:
Dari 'Amr bin 'Abasah, beliau berkata: aku mendatangi Rasulullah SAW, lalu aku bertanya: Ya Rosulallah, apakah islam Itu..?. beliau menjawab: Bertutur kata yang baik dan menyuguhkan suatu makanan. (HR. Ahmad)
2) Hadits riwayat Imam Turmudzi, yaitu:
Dari Ibnu Abbas sesungguhnya ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW, Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku sudah meninggal dunia, apakah ada manfaatnya jika aku bersedekah untuknya..?. beliau menjawab Iya, lalu lelaki berkata, Aku memiliki sebidang tanah, maka aku persaksikan kepadamu bahwa aku akan menyedekahkan kebun tersebut atas nama ibuku. (HR Turmudzi)
Dapat disimpulkan jika melihat dari kegiatan bershodaqoh, maka tahlilan diperbolehkan.
Melaksanakan tahlilan atau tidak, seharusnya tidak perlu dipermasalahkan. Pada intinya, selagi perbuatannya ke arah kebaikan, tak masalah jika dilakukan.
Begitulah sahabatku, Tahlilan untuk orang yang sudah meninggal dan kajian hukumnya.
Semoga bermanfaat, dan tetap semangat.
Terimakasih.
Kreator: Lely Suryani- Banjarnegara