Puasa Jalan Terus, Mental Tetap Waras!
Setiap kali Ramadan tiba, aku selalu merasa ada sesuatu yang berbeda. Dulu, perbedaannya lebih sering terasa dari segi fisik---lebih sibuk, lebih banyak yang harus dilakukan, dan sering merasa lebih emosional. Tapi tahun ini, ada sesuatu yang berubah. Bukan dari suasananya, tapi dari bagaimana aku melihat dan menjalani Ramadan. Aku mulai memahami bahwa bulan ini bukan hanya soal menahan lapar dan haus, tapi juga tentang bagaimana menjaga hati dan pikiran tetap tenang.
Beberapa tahun lalu, aku sering merasa Ramadan justru lebih melelahkan. Bangun lebih awal untuk sahur, aktivitas harian tetap berjalan, lalu berbuka dan lanjut tarawih. Semua terasa padat dan melelahkan. Tapi tahun ini, aku mencoba sesuatu yang berbeda: mengubah cara pandangku terhadap Ramadan, bukan sebagai tantangan fisik, tetapi sebagai momen untuk menyembuhkan diri.
Aku ingin menikmati bulan ini dengan lebih santai, lebih penuh kesadaran, dan lebih bermakna. Aku mulai menyadari bahwa Ramadan bukan hanya soal rutinitas ibadah, tetapi juga soal bagaimana aku bisa memperlambat langkah dan meresapi setiap momennya.
Menjalani Ramadan dengan Lebih Tenang
Salah satu perubahan yang aku lakukan adalah mengurangi stres dalam hal makanan. Dulu, aku sering bingung harus masak apa untuk berbuka. Kadang-kadang, aku terlalu sibuk memikirkan menu berbuka yang variatif, seakan-akan harus selalu ada sesuatu yang spesial di meja makan. Padahal, yang terpenting adalah kebersamaan dan rasa syukur atas makanan yang ada.
Tahun ini, aku mencoba sesuatu yang lebih sederhana---melakukan food preparation sebelum Ramadan dimulai. Aku menyiapkan bahan makanan yang praktis, sehingga saat sahur atau berbuka, aku bisa memasak lebih cepat tanpa stres. Ternyata, ini sangat membantu! Aku tidak lagi panik saat menjelang berbuka karena sudah tahu apa yang akan dimasak.
Sahur juga bukan momen untuk memasak yang rumit. Aku memilih menu yang sederhana tapi tetap sehat, seperti sup atau makanan berkuah yang menyegarkan. Aku percaya, yang penting adalah kualitas makanan, bukan kuantitasnya.
Selain itu, aku juga belajar untuk tidak berlebihan dalam membeli makanan, terutama takjil. Dulu, godaan bazar Ramadan selalu sulit ditolak. Aku ingin membeli ini dan itu, tanpa sadar akhirnya banyak yang terbuang. Sekarang, aku lebih bijak dalam memilih. Jika ingin takjil, aku memasak sendiri atau membeli secukupnya. Ramadan mengajarkanku bahwa sederhana itu cukup, dan cukup itu membahagiakan.
Menjaga Kesehatan Tubuh dan Pikiran
Selain soal makanan, aku juga mulai lebih memperhatikan bagaimana menjaga tubuh tetap segar selama berpuasa. Salah satunya adalah dengan memperbaiki pola tidur. Dulu, aku sering tidur larut malam, lalu bangun dalam kondisi lelah saat sahur. Sekarang, aku mencoba tidur lebih awal dan mengganti jam tidur siang dengan power nap singkat. Hasilnya? Aku merasa lebih segar dan tidak gampang stres.
Ramadan juga memberiku kesempatan untuk lebih mendengarkan tubuhku sendiri. Aku tidak memaksakan diri untuk terus beraktivitas tanpa istirahat. Jika merasa lelah, aku meluangkan waktu untuk duduk sejenak, menarik napas dalam-dalam, dan menikmati momen ketenangan. Aku belajar bahwa ibadah pun lebih khusyuk jika tubuh dalam kondisi sehat dan pikiran lebih tenang.
Di luar kebiasaan baru yang aku terapkan, Ramadan juga memberiku ruang untuk lebih dekat dengan Tuhan. Momen berdoa setelah salat terasa lebih dalam, bukan sekadar rutinitas, tapi benar-benar percakapan dari hati. Ada ketenangan yang sulit dijelaskan, seolah-olah aku menyerahkan semua kegelisahan dan mendapat kedamaian sebagai gantinya.
Ramadan, Momen untuk Menemukan Keseimbangan
Kini aku melihat Ramadan sebagai kesempatan untuk merawat tubuh dan pikiran. Dari cara makan yang lebih sadar, tidur yang cukup, hingga menemukan ketenangan dalam ibadah semuanya berperan dalam menjaga kesehatan mentalku. Ramadan bukan hanya soal menahan lapar, tapi juga tentang bagaimana kita menemukan keseimbangan dalam diri.
Aku menyadari bahwa ketenangan bukan sesuatu yang datang begitu saja. Ketenangan harus diciptakan, dan Ramadan adalah waktu yang tepat untuk itu. Aku belajar untuk lebih mendengarkan diriku sendiri, menghargai momen-momen kecil, dan lebih menikmati waktu bersama keluarga.
Jadi, Ramadan bukan hanya tentang ibadah dan menahan lapar, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa menemukan kedamaian dalam diri sendiri. Bagaimana denganmu? Apa yang paling membantu menjaga kesehatan mentalmu selama Ramadan?
Content Competition Selengkapnya
MYSTERY TOPIC
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.
Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025