Ngaji di Hari Kedua Ramadlan
MERAIH ILMU UNTUK MENINGKATKAN IBADAH
Modal ibadah yang utama adalah senang atau cinta kepada Allah SWT. Karena orang yang ibadahnya mantap atau sungguh-sungguh, akan mendapatkan mutiara dari Allah SWT.
Adapun awal seseorang mendapatkan hidayah dalam beribadah tidak bisa lepas dari syariat islam yang dijalankannya. Maka raihlah cita - cita ibadah yang tinggi agar terus mendapat petunjuk dari Allah. Sedangkan petunjuk menurut Imam Al-Ghozali tidak bisa lepas dari syariat pula. Artinya tanpa syariat, hidayah dan petunjuk tak mungkin didapat.
Syariat dalam hal ini merupakan jalan yang ditempuh manusia untuk menuju Allah. Adapun syariat Islam adalah hukum atau peraturan yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Islam, baik di dunia maupun di akhirat. Kalau dalam kehidupan ekonomi bila
akal tidak ada ilmu, maka uang akan cepat habis, terbuang dengan sia-sia.
Bila masalah ibadah, hatinya dihinggapi rasa malas atau suka menunda-nunda, maka nafsu amarahlah yang condong menguasai.
"an Nafsu al-ammaarah bi as-su" (Nafsu amarah memerintahkan pada keburukan)
Sebagai pembelajaran untuk semua manusia, memang benar dunia untuk manusia. Namun perlu diingat bahwa Nabi Adam sebagai manusia pertama, dikeluarkan dari surga karena melakukan satu dosa, beliau diturunkan di dunia. Sehingga menjadi sebuah keharusan bersemangat beribadah di dunia untuk meraih surga, dan jangan menganggap sepele, dosa yang dilakukan di dunia dengan memohon ampun saja, akan dimasukan di surga.
Ingat tipu daya syetan, yang menjual kejelekan di depan kebaikan, merasa menjadi orang hebat, dengan suka mencaci maki orang lain, bahkan saudara muslim sendiri. Perilaku ini membuat syetan terus merasakan kesenangan. Padahal sangat jelas, syetan itu musuh manusia yang akan menjerumuskan ke neraka.
Perlu diingat kembali, bahwa dalam diri syetan selalu membuat prasangka yang mereka menyangka baik, padahal mereka akan menjadi manusia yang merugi. Sebagaimana Imam Ghozali mengatakan, "mereka sesat tapi merasa berbuat baik".
Iblis dalam hal ini, merupakan makhluk Allah yang alim. Namun karena sombongnya ia dilaknat. maka jangan sombong seperti syetan yang telah dilaknat.
Dalam sisi keilmuan, syetan ataupun iblis itu termasuk katogori makhluk Allah yang cerdas, ia dapat menerangkan keutamaan ilmu, namun dalam dirinya tidak dapat menunjukan ilmu yang dimiliki sesuai dengan perbuatannya.
Hal tersebut dikatakan sama, bila seseorang dapat disebut memiliki ilmu yang luas, namun tidak meningkatkan nilai-nilai ibadah kepada Allah, bahkan semakin menambah jauh dari Allah, maka nampak dalam diri orang tersebut sebenarnya telah dikuasai pemikiran-pemikiran syetan ( Nafsu Amarah).
Karena dalam teori keimanan, orang yang ilmunya luas, akan berbanding lurus dengan peningkatan keimanan. Namun bila orang yang memiliki ilmu yang tinggi, kemudian nilai-nilai ibadah tidak meningkat, maka sesungguhnya orang tersebut jauh dari Allah SWT.
Perlu diingatkan kembali, ketika seseorang mau belajar (ngaji), kemudian tidak aktif dalam sholat jamaah, ahli shodaqoh, maka dapat dikatagorikan ketidak7manfaatan ilmu yang dimiliki. Maka ketika sudah tahu ilmunya, yang ada pada seseorang seharusnya semakin dekat dengan Allah, dan tidak ketergantungan terus menerus pada urusan dunia. Ingat sbda Nabi Muhammad SAW.
( )
"Orang yang paling keras siksanya di hari kiamat adalah orang alim yang ilmunya tidak Allah berikan manfaat padanya".
Ilmu sendiri menurut Imam Malik dalam Al-Muwatha, terbagi menjadi dua, yaitu ilmu hati dan ilmu lisan. Ilmu di dalam hati yaitu ilmu yang bermanfaat dan ilmu lisan yang digunakan hanya untuk berdebat.
Usahakan kita berdoa, sebagaimana yang diajarkan Nabi SAW dalam doanya :
( )
`Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari amal yang tak diterima, dan dari doa yang tak didengar.`
Di akhir catatan ngaji kedua di Bulan Ramadlan 1440 H bersama KH. Subhan Ma'mun mengatakan "Semakin seseorang bertambah ilmunya maka akan
semakin zuhud, tidak terbelenggu oleh urusan dunia, cinta Akhirat, memiliki sopan santun dan
semakin takut kepada Allah".
Wallahu 'alam bishowab.
(Lukman Nur Hakim)