Mahir Martin
Mahir Martin Guru

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Menguatkan dan Meluruskan Iman

11 April 2022   18:48 Diperbarui: 11 April 2022   18:50 1059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menguatkan dan Meluruskan Iman
Kitab Shahih Bukhari (sumber: muslim.or.id)

Ramadan hari kesembilan. Kita akan melanjutkan pembahasan hadits dari Kitab Shahih Bukhari. Kita sudah memasuki pembahasan hadits ketujuh. Hadits ini membahas bab baru yaitu tentang iman.

Sebelum membahas hadits perkara iman, Imam Bukhari memberikan pengantar tentang apa itu iman. 

Beliau berkata, "Iman itu bukan hanya sekedar tasdik/pembenaran dalam hati, tetapi juga dibuktikan dengan ucapan dan perbuatan."

Selain itu, iman itu bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan, dan berkurang karena kemaksiatan atau perbuatan dosa.

Dalam Al-Quran terdapat penjelasan tentang menambah keimanan atas keimanan yang telah ada. Maka, kita mengakui bahwa sesama muslim derajat keimanannya berbeda-beda (QS Al-Fath: 4). Mukmin yang istiqomah berbeda keimanannya dengan yang tidak.

Dalam ayat lain disebutkan bahwa Allah SWT menambahkan hidayah/petunjuk kepada pemuda-pemuda yang beriman. (QS Al-Kahfi: 13). Hidayah/petunjuk ini bisa diartikan sebagai keimanan.

Imam Bukhari juga mengutip ucapan Umar bin Abdul Aziz yang berkata "Yang disebut keimanan itu melaksanakan kewajiban-kewajiban, syariat-syariat, hukum-hukum, dan juga sunnah-sunnah." 

Umar bin Abdul Aziz ini adalah Amirul Mukminin dari Daulah Bani Umayyah yang dikenal memiliki sifat yang sangat zuhud dan takwa kepada Allah SWT. Banyak kisah masyhur tentang kezuhudan Umar bin Abdul Aziz. 

Salah satunya adalah ketika beliau sedang bekerja, menulis sesuatu berkaitan dengan tugas negara di dalam ruangan.

Lalu, ada yang mengetuk pintu ruangannya. Beliau bertanya siapa yang datang dan ada urusan apa. Ternyata yang datang adalah anaknya dan ingin membicarakan urusan keluarga.

Beliau mempersilakannya masuk dan memadamkan lampu di dalam ruangan. Anaknya bertanya, "Mengapa lampunya dipadamkan?

Beliau menjawab, "Ini lampu negara dan dibiayai dengan uang negara, kita tidak punya hak menggunakannya untuk kepentingan keluarga kita."

Di zaman modern, masih bisa kita lihat sifat zuhud seperti ini, walaupun sudah sangat jarang. Saya pernah mendengar seorang teman kantor bertanya kepada seorang ustadz, apakah ia boleh menggunakan internet kantor untuk keperluan pribadinya?

Mungkin, bukan wewenang kita untuk menjawab boleh atau tidaknya. Namun yang pasti, pemikiran tentang zuhud dari teman saya tersebut perlu mendapat perhatian. Kita seolah dipertontonkan dengan jiwa Umar bin Abdul Aziz yang hidup kembali di zaman ini.

Sayangnya, pemimpin zuhud seperti Umar bin Abdul Aziz hanya menjabat seumur jagung, sekitar 2-3 tahun lamanya. Menurut riwayat, Umar bin Abdul Aziz meninggal karena diracun oleh orang yang tidak suka dengannya. Padahal, dalam masa pemerintahannya rakyat sangat sejahtera. 

Beliau juga mempelopori penulisan hadits, hal penting yang membuat namanya tertulis dengan tinta emas dalam sejarah Islam. Hal ini karena ada kekhawatirannya para ahli hadits akan habis karena meninggal dunia. 

Ketika masa Khalifah Abu Bakar As Siddiq yang mengusulkan untuk mengumpulkan Al-Quran adalah kakeknya Umar bin Abdul Aziz. Namanya Umar bin Khattab.

Keistimewaan Umar bin Abdul Aziz ini menyebabkan ada juga yang berpendapat bahwa dirinya sebagai khalifah yang kelima, setelah khulafaur rasyidin.

Demikian sekelumit cerita tentang Umar bin Abdul Aziz. Mari kita lanjutkan pembahasan pengantar hadits dari Imam Bukhari. 

Imam Bukhari mengatakan, "Barangsiapa yang tidak menjalankan syariat dengan baik, maka tidak sempurna imannya."

Dalam hadits pertama bab iman, Imam Bukhari menempatkan hadits tentang rukun Islam. Hal ini karena dalam rukun Islam, sebenarnya ada juga memuat rukun iman, yaitu kalimat syahadat

Kalimat syahadat adalah ikrar seseorang untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Syahadat adalah bukti kita mempercayai Allah dan Rasulnya.

Kemudian, Imam Bukhari juga mengutip dialog Nabi Ibrahim dengan Allah SWT yang ada di dalam Al-Quran.

Suatu saat Nabi Ibrahim AS berdoa kepada Allah SWT, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati". 

Lantas, Allah SWT berfirman: "Belum yakinkah kamu?" 

Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku). 

Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Baqarah: 260).

Hal ini menunjukkan bahwa kita diperbolehkan mencari bukti-bukti untuk memperkuat keimanan kita. Misalnya, banyak ayat-ayat yang membuktikan ilmu sains modern dalam Al-Quran. Ayat-ayat ini membuktikan bahwa kebenaran Al-Quran sebagai firman Allah SWT.

Misalnya, ada yang meneliti manfaat berpuasa pada tubuh kita dari sisi kesehatan. Inilah yang disebut dengan ayat-ayat hikmah dalam Al-Quran.

Hal ini boleh saja dilakukan, tetapi kita dilarang menjadikan hikmah ini sebagai tujuan kita beribadah. Kita beribadah hanya untuk Allah SWT. Hikmah itu ibarat bungkus, dan adanya di dunia. 

Yang termasuk hikmah di dunia adalah adanya hukum sebab akibat. Misalnya, kita makan makanan, maka merasa kenyang. 

Hakikatnya, yang menyebabkan kita kenyang adalah Allah SWT, bukan makanan. Makanan hanyalah bungkusnya saja.

Contoh lain, dalam perang khandaq/parit. Kaum muslimin begitu kelelahan untuk mempersiapkan parit yang besar itu. 

Lalu, sahabat Jabir bin Abdullah Al Anshari mempunyai inisiatif mengundang Rasulullah SAW untuk makan di rumahnya.

Sahabat Jabir memerintahkan istrinya untuk masak sekitar 2-3 porsi lebih untuk mengundang Rasulullah SAW dan beberapa sahabat. 

Lalu, sahabat Jabir mengundang Rasulullah SAW. 

Tanpa sepengetahuan Jabir, Rasulullah SAW ternyata mengumumkan undangan kepada seluruh kaum muslimin yang bekerja saat itu. Jumlahnya ratusan orang.

Ketika rombongan sahabat Rasulullah SAW datang ke rumah, Jabir kaget dengan jumlahnya yang banyak. Rasulullah SAW lalu yang membagikan sendiri makanan yang dibuat istri Jabir. 

Ternyata makanannya mencukupi untuk seluruh sahabat yang jumlahnya ratusan. Inilah yang disebut mukjizat. Inilah keberkahan. Inilah sebagai bukti bahwa yang mengenyangkan itu adalah Allah SWT, bukan makanan.

Contoh lain, jika kita sakit, maka yang menyehatkan kita Allah SWT. Namun, kita tetap harus ke dokter dan minum obat. 

Contoh-contoh ini disampaikan Imam Bukhari supaya akidah kita lurus, dan tidak ingkar kepada Allah SWT.

Selain itu, Imam Bukhari juga mengutip dari sahabat Ibnu Umar, "Tidak sampai seseorang hamba itu kepada hakikat takwa, sampai dengan dia meninggalkan hal-hal yang mengeruhkan hatinya."

Seorang hamba yang sampai kepada hakikat takwa inilah yang disebut kekasih Allah, Wali Allah.

Wali Allah itu tidak khawatir dan tidak bersedih. Mereka adalah orang yang beriman, dan mereka selalu bertakwa (QS Yunus: 62-63). 

Kata selalu dalam ayat ini menunjukkan keistiqomahan. Maka ada ungkapan yang menyatakan bahwa istiqomah itu lebih bagus dari seribu karomah. 

Dal hadits lain juga dikatakan bahwa kebajikan itu ketika dilakukan membuat jiwamu tenang, hatimu damai. Sebaliknya amal buruk itu jika dilakukan membuat jiwamu ragu, hatimu gelisah, dan engkau tak suka jika orang melihatnya.

Kiranya, saya cukupkan disini pembahasan tentang pengantar hadits tentang iman. Besok kita masih akan melanjutkannya.

* Refleksi Kajian Tarawih Masjid Inti Iman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun