Mamdukh Budiman
Mamdukh Budiman Dosen

Penulis Peneliti Sosial Budaya, Islam, Bahasa Arab dan Kajian Timur Tengah

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Arabesque Ramadan: Menjelajahi Dimensi Sosiologi dan Semiotika dalam Tradisi Budaya Indonesia

20 Maret 2024   09:00 Diperbarui: 20 Maret 2024   09:18 1166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap tahun, ketika bulan Ramadlan tiba, Indonesia menyaksikan perayaan yang meriah dan mendalam akan makna spiritualitas. Di antara berbagai praktik yang menyertai bulan suci ini, Arabesque Ramadlan muncul sebagai simbol unik yang mencerminkan perpaduan budaya Timur Tengah dan lokal. Namun, melampaui aspek  sosial dan budaya, praktik ini juga dapat dianalisis melalui lensa sosiologi dan semiotika, menyoroti bagaimana simbol-simbol dan tanda-tanda digunakan untuk menyampaikan makna dalam konteks budaya Indonesia.

Asal Usul dan Makna Arabesque Ramadlan
Arabsque adalah pola hiasan yang terinspirasi dari seni dan arsitektur Timur Tengah, khususnya gaya seni Islam. Pola arabsque sering kali terdiri dari motif geometris yang rumit dan bersifat repetitif. Senada dengan Kuhnel and Riegl (2022)  this ‘Arab style’, indicate there being a separation between the geometric and vegetal varieties of arabesques, restricting their analyses to only vegetal ornament that is of sufficient abstraction, sinuousness and interconnection. In a broader sense of the word, Burckhardt proposed the arabesque as being inclusive of ornamentation in stylized plant forms and strictly geometrical interlacing work, as the two are often found juxtaposed. Ini merupakan  'gaya Arab' , menunjukkan adanya pemisahan antara varietas geometris dan vegetal dari arabesque, membatasi analisis hanya pada ornamen vegetal yang memiliki tingkat abstraksi, kelenturan, dan keterhubungan yang memadai. Dalam pengertian yang lebih luas, Burckhardt mengusulkan arabesque sebagai termasuk ornamen dalam bentuk tumbuhan yang disederhanakan dan karya jalinan yang strictly geometris, karena kedua hal tersebut sering ditemukan berdampingan. 

Arabsque Ramadlan merujuk pada perpaduan elemen-elemen Arab dan Indonesia dalam merayakan bulan suci Ramadlan. Praktik ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia, mencerminkan interaksi antara agama Islam dengan tradisi lokal. Arabesque Ramadlan diperkaya dengan berbagai kegiatan, mulai dari santap sahur dan berbuka puasa bersama, hingga kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan seperti berbagi makanan dan membantu sesama. Makna dari Arabesque Ramadlan melampaui sekadar aspek keagamaan. Ini juga mencerminkan identitas budaya Indonesia yang inklusif dan toleran, di mana masyarakat dari berbagai latar belakang etnis dan agama turut merayakan dan menghormati tradisi ini.

Konstruksi Sosiologi Arabesque
Sosiologi memandang Arabesque Ramadlan sebagai fenomena yang mencerminkan dinamika sosial dalam masyarakat Indonesia. Selama bulan Ramadlan, terjadi perubahan dalam pola interaksi sosial dan struktur kegiatan sehari-hari. sosiologi Arabesque memperhatikan peran arabesque dalam pembentukan identitas keagamaan dan praktik keagamaan. Ini bisa mencakup analisis tentang bagaimana arabesque digunakan dalam seni dan arsitektur dalam konteks ritual keagamaan, serta bagaimana motif ini membentuk solidaritas dan penghayatan bersama dalam komunitas keagamaan. 

Misalnya, praktik berbuka puasa bersama di masjid atau tempat-tempat umum memperkuat ikatan sosial antara anggota masyarakat. Aktivitas keagamaan seperti tarawih juga menjadi momen penting di mana orang-orang berkumpul untuk melakukan ibadah bersama, menciptakan solidaritas dan rasa kebersamaan yang kuat. Selain itu, Arabesque Ramadlan juga menciptakan peluang bagi individu dan kelompok untuk mengekspresikan identitas dan afiliasi sosial mereka. Melalui berbagai kegiatan seperti pertemuan keluarga, acara beramal, dan festival makanan, masyarakat dapat memperkuat ikatan sosial mereka dan merayakan keragaman budaya yang ada.

Semiotika Tanda-tanda dan Simbol dalam Arabesque Ramadlan
Dalam konteks semiotika, Arabesque Ramadlan menampilkan berbagai tanda-tanda dan simbol-simbol, sebagaimana disampaikan oleh Buschgens, Mark Alexander (2011) "the arabesque is not merely an attractive motif used to decorate blank surfaces. It is also a symbol, a collection of signs that contain cultural and religious mythologies pertaining to the Arab-Islamic worldview. It is the visible manifestation of the values, beliefs and behaviors held by the majority in the Arabian Peninsula. In this context, the arabesque operates as a codified message device, or interface for communicating important religious and cultural meaning to select readers in the region"

Arabesque bukan sekadar motif menarik yang digunakan untuk menghiasi permukaan kosong. Ini juga merupakan simbol, kumpulan tanda yang mengandung mitologi budaya dan agama yang berkaitan dengan pandangan dunia Arab-Islam. Ini adalah manifestasi visual dari nilai-nilai, keyakinan, dan perilaku yang dipegang oleh mayoritas di Semenanjung Arab. Dalam konteks ini, arabesque berfungsi sebagai perangkat pesan yang terkode, atau antarmuka untuk mengkomunikasikan makna agama dan budaya penting kepada pembaca tertentu di wilayah tersebut.

Arabesque Ramadlan dalam konteks semiotika budaya Indonesia tanda simbol  yang membawa makna mendalam bagi masyarakat Indonesia. Misalnya, dekorasi Ramadlan yang khas, seperti lampu-lampu warna-warni yang menghiasi jalan-jalan kota dan masjid, bukan hanya elemen dekoratif biasa, tetapi juga menandakan kedatangan bulan suci bagi umat Islam. Selain itu, makanan khas Ramadlan, seperti kolak, kurma, dan takjil lainnya, bukan hanya memuaskan kebutuhan fisik, tetapi juga menjadi simbol kebersamaan dan kemurahan hati yang melekat pada bulan suci ini.

Konstruksi Makna dan Identitas Budaya
Dalam perspektif semiotika, Arabesque Ramadlan juga dapat dipahami sebagai proses konstruksi makna dan identitas budaya. Melalui praktik-praktik seperti santap sahur dan berbuka puasa bersama, masyarakat Indonesia tidak hanya mematuhi aturan agama, tetapi juga memperkuat identitas kolektif mereka sebagai komunitas Muslim. Selain itu, melalui dekorasi, pakaian tradisional, dan bahkan lagu-lagu religius yang diputar di berbagai tempat umum, praktik Arabesque Ramadlan membantu membentuk citra kolektif tentang kehidupan spiritual dan sosial masyarakat Indonesia.

Representasi dan Ideologi
Namun, seperti halnya semua bentuk komunikasi budaya, Arabesque Ramadlan juga merupakan representasi dari ideologi dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Misalnya, praktik berbelanja dan konsumsi selama bulan Ramadlan, meskipun memiliki aspek religiusnya sendiri, juga mencerminkan budaya konsumerisme yang semakin mempengaruhi masyarakat modern. Begitu pula dengan representasi media tentang Ramadlan yang seringkali idealis dan mengesampingkan realitas sosial yang mungkin dihadapi sebagian masyarakat selama bulan suci ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun