Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Freelancer

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Empat Penyakit Hati yang Wajib Dihindari saat Berpuasa

4 April 2023   07:37 Diperbarui: 5 April 2023   18:16 2588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Empat Penyakit Hati yang Wajib Dihindari saat Berpuasa
Penyakit hati|freepik.com

Puasa yang baik memberi banyak manfaat bagi yang melakukannya. Sebagaimana pahala yang berlipat ganda, puasa juga mengandung banyak keutungan bagi individu. 

Meskipun demikian, ibadah puasa akan sia-sia jika kita tidak menjaga beberapa hal yang dapat meghilangkan pahala puasa. Jadi, jangan asal menahan lapar dan dahaga saja. Berikut empat penyakit hati yang harus diwaspadai agar pahala puasa terjaga:

1. Bergosip

Jagalah lisan ketika berpuasa. Sebisa mungkin untuk tidak membicarakan keburukan orang lain, apalagi yang bersifat berjamaah. Daripada nongkrong untuk membahas keburukan orang lain, lebih baik memperbanyak baca Al-quran.

Bergosip ini dosanya bisa berkali lipat. Terlebih jika mengandung unsur fitnah didalamnya. Lisan manusia mudah sekali mengeluarkan perkataan yang menyakitnya. Maka lebih baik berpikir sebelum mengeluarkan kata-kata.

Jika ada teman-teman yang memang suka membicarakan orang lain, usahakan untuk tidak ikut-ikutan. Carilah teman yang tidak suka bergosip karena itu jauh lebih baik.

Cara untuk tidak terjerumus pada gosip adalah dengan memperbanyak berzikir dan istighfar, memohon ampun pada Allah setiap hari selesai shalat. 

Perbanyak membicarakan kebaikan orang lain. Setiap orang pasti punya kejelekan, maka tutuplah aib orang lain. Fokuslah pada kebaikan orang agar pikiran kita selalu positif. 

Jika menemukan keburukan pada orang lain, cara terbaik adalah dengan menyampaikan langsung pada orangnya. Lebih baik lagi jika kita mampu memberi nasehat dengan cara yang baik berlemah lembut tanpa menghakimi.

2. Berbohong

Berbohong tentu saja sesuatu yang tidak dianjurkan. Momen ramadan sebaiknya kita melatih diri untuk berkata jujur. Pastinya, ini tidak mudah. 

Khusus bagi pedagang, berhati-hatilah dengan timbangan. Seringkali, banyak pedagang yang menyiasati dagangannya dengan mengurangi takaran, akhirnya ia tidak jujur. Mengharap berkah akhirnya berujung musibah.

Sesuatu yang dimulai dengan kebohongan akan berakhir dengan kebohongan lainnya. Rata-rata orang yang suka berbohong, hidupnya sengsara. Satu kebohongan yang dilakukan membawa efek buruk dalam hidup. Waspadalah!

Termasuk orang-orang yang berjanji, tapi tidak menepati janjinya. Mereka tidak menepati omongannya dan menganggapnya biasa saja. Pada kenyataannya, mereka mendhalimi diri sendiri.

Efek berbohong memang tidak langsung dirasakan. Akumulasi dari kebohongan menyebabkan hidup seseorang morat marit. Di awal terlihat baik-baik saja, namun pada saatnya akan terbuka. 

3. Riya

Penyakit yang satu ini sangatlah halus. Kadang kita tidak menyadari ketika tenggelam di dalamnya. Ukuran riya sulit ditentukan, namun riya bisa diukur dari dorongan ibadah. Apakah untuk memperlihatkan ke orang lain, atau memang karena Allah.

Biasanya, penyakit riya mudah hinggap pada orang yang suka pujian. Apalagi, di jaman media sosial, sebuah foto atau video bisa dengan mudah berakhir pada riya.

Ya, kita bisa mengukurnya sendiri, apakah terselip keinginan untuk dipuji ketika memperlihatkan pada orang lain. Urusan ibadah memang kembali pada ranah privasi, tapi perlu juga dicek keadaan hati, mungkin ingin dipuji orang ramai. 

Riya tentu berbahaya. Amalan atau ibadah karena riya tidak membawa kebaikan bagi pelakunya. Bahkan, riya bisa memakan amalan. Artinya, jika terbesit riya dalam hati, ibadah hanya akan sia-sia belaka. 

Ibadah yang dilakukan haruslah ikhlas karena Allah. Ikhlas itu hanya individu yang mengetahui dan Allah yang maha mengetahui niat yang terbesit dalam hati hambanya. 

Oleh karenanya, hindari memamerkan ibadah di media sosial. Lagi-lagi, niat tiada yang tau, tapi riya itu halus sekali. Lebih baik menghindari daripada mengobati. Riya itu obatnya susah sekali, bahkan sulit diobati. 

4. Tamak [rakus]

Sebagaimana riya, tamak juga patut diwaspadai. Ketamakan yang hinggap pada manusia mudah membawa pada kehancuran. Tamak bermakna mencintai harta secara berlebihan dengan keinginan yang berkelanjutan.

Sifat tamak ini masuk pada katagori penyakit hati yang sulit disembuhkan. Orang yang tamak biasanya tidak mengenal kata cukup. Ia menumpuk harta terus menerus. 

Tamak juga bisa diartikan dengan serakah. Perlu diketahui, serakah tidak melulu pada harta. Ada yang serakah pada jabatan, makanan, atau lainnya.

Yang menjadi masalah adalah, orang serakah condong mengenyampingkan cara mendapatkan sesuatu. Artinya, antara halal dan haram tidak diperdulikan lagi.

 Alhasil, harta yang bukan haknya juga diambil tanpa rasa bersalah. Contoh seperti perilaku korupsi yang tidak lagi mengandung unsur malu. 

Orang yang tamak pada harta hatinya menjadi kotor. Ketika hati menjadi kotor, keinginan untuk beribadah perlahan berkurang dan bisa saja menghilang.

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, Sampai kamu masuk ke dalam kubur. (QS. At-Takatsur [102] : 1-2) 

Maka, satu-satunya obat tamak adalah kubur. Pemutus ketamakan yaitu tercabutnya ruh dari jasad. Ketika jasad masuk ke dalam kubur, disanalah orang akan sadar. Buruknya, itu sudah terlambat. 

Makanya, selagi masih bernyawa, jangan terlalu berambisius pada harta sehingga menempuh cara yang haram. Daging yang tumbuh dari harta yang haram adalah makanannya neraka. Waspadai bagaimana cara kita mencari rejeki, bisa jadi caranya salah dan ada sumber harta haram di dalamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun