Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Wiraswasta

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Belajar dari Bumbu Dapur, Ramadan Jadi Semarak di Tengah Keberagaman

30 Mei 2019   11:11 Diperbarui: 30 Mei 2019   15:25 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar dari Bumbu Dapur, Ramadan Jadi Semarak di Tengah Keberagaman
Ilustrasi (bumbu dapur, dok.pri). Semakin lengkap bumbu maka rasanya semakin pas

Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Darma Mangrua, berbeda-beda tetapi tetap satu jua itulah Indonesia. Demikian semangat keberagaman yang sudah sejak lama terpelihara dan hidup di bumi Indonesia bahkan jauh-jauh sebelum deklarasi kemerdekaan oleh Sukarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 itu.

Keberagaman? yap..semangat inilah yang harus kita jaga agar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tetap utuh sampai kapanpun. Kata orang untuk itu NKRI harga mati, nggak bisa ditawar-tawar lagi.

Seperti kita ketahui bersama, Indonesia merupakan negara besar yang terdiri dari puluhan ribu pulau. Pulau-pulau itu berjajar membentang dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote. Bisa dibayangkan betapa adat istiadat, budaya, bahasa dan agama yang ada di Indonesia juga beragam.

Meski demikian kehidupan berbangsa dan bernegara relatif kondusif, aman dan terkendali. Memang pernah terjadi upaya yang mencoba mengoyak kewibawaan dan kedaulatan NKRI seperti aksi separatisme yang mencoba melepaskan diri dari keutuhan dan kedaulatan NKRI, aksi kerusuhan massa dan juga terorisme namun semua itu tetap tak menggoyahkan persatuan dan kesatuan ibu pertiwi yang kita cintai ini.

Setiap saat kondusivitas keberagaman di negara kita harus dijaga bersama, apalagi di bulan suci Ramadan yang penuh rahmat, berkah dan ampunan ini. 

Mayoritas penduduk Indonesia memeluk Agama Islam. Di antara umat Islam yang ada di negara kita itu berbeda suku, bahasa dan adat istiadat (budaya) nya. Selain berbeda suku, bahasa dan adat-istiadat (budaya), umat Islam yang ada di Indonesia sendiri juga terdapat beberapa wajah (aliran), ada Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Sunni, Syi'ah, Wetu Telu dan lainnya.

Umumnya sesama umat Islam tadi juga sedang menunaikan kewajiban menjalankan ibadah puasa. Namun suasana kondusif di antara mereka yang beragam itu selalu terjaga.

Di masa Rasulullah Muhammad SAW, kehidupan dan toleransi umat beragama juga terjaga dengan sangat baik. Rasulullah sangat menghormati pemeluk agama lain selagi mereka tidak mengganggu umat Islam. Islam merupakan agama yang santun dan rahmatan lil alamin. Tidak hanya menjadi rahmat bagi pemeluk Islam sendiri melainkan juga merahmati pemeluk agama lain (Kristen, Hindu, Budha, Konghucu) bahkan alam semesta beserta isinya ini.

Bulan suci Ramadan merupakan momen yang tepat untuk merajut kembali kain keberagaman yang mungkin saja terkoyak. Semangat keberagaman harus tetap kita jaga karena perbedaan atau keberagaman itu justru menjadikan Bangsa Indonesia tampil sebagai bangsa besar yang berdaulat, bermartabat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain di muka bumi ini.

Semangat keberagaman yang terpelihara dengan sangat baik memungkinkan iklim ipoleksosbud dan hankam (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan) menjadi kondusif pula.

Kalau boleh diibaratkan dalam pengertian sederhana dalam kehidupan nyata sehari-hari, semangat keberagaman ibarat bumbu dapur. Bumbu akan terasa pas (cocok) bila rempah atau komponen bumbu lainnya lengkap, tidak ada yang terlewatkan.

Bumbu akan terasa cemplang (kurang pas) bila ada salah satu rempah atau komponen bumbu yang tidak dimasukkan dalam racikan. Kurang garam atau salah satu bumbu saja maka rasanya kurang pas bahkan akan terasa hambar.

Demikian pula dengan semangat keberagaman dan kebersamaan yang sudah terpelihara di tanah air tercinta ini. Bangsa Indonesia sudah terbiasa hidup rukun dan damai (tentram) dengan keberagaman yang ada. 

Oleh sebab itu mari di bulan suci Ramadan yang sangat mulia ini kita jaga bersama-sama semangat kebhinekaan (keberagaman) itu.

Kesucian dan kemuliaan Bulan Ramadan tak akan ternodai manakala kita sebagai bangsa mampu memelihara keberagaman yang ada. 

Bagi umat Islam sendiri nantinya akan bisa menjalankan ibadah puasa dengan kusyuk dan sempurna di tengah keberagaman yang ada. Jangan pernah terprovokasi oleh upaya-upaya yang mencoba memecah belah bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun